PERBUDAKAN DI AMERIKA SERIKAT (1619-1865)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Amerika
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd.
Tugas
Individu
Oleh:
RENY PUTRI ADITIYA
120210302004
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Prakata
Puji syukur kehadirat Allah
Swt. Atas segala rahmat dan karunai-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Perbudakan di Amerika ”yang merupakan salah satu dari
komponen nilai tugas individu mata kuliah Sejarah Amerika pada
Progam Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas jember.
Penyusunan
makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1.
Dr.Suranto,
M.Pd. selaku Dosen pengampu mata kuliah Sejarah Amerika yang telah membimbing;
2.
Teman-teman
yang telah memberi dorongan dan semangat;
3.
Semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis
juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
makalah ini. Akhirnya penulis berharap,
semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Jember, 29 Maret 2014
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awal
tahun-tahun 1600-an terjadi gelombang perpindahan yang besar dari Eropa ke
Amerika Utara. Pada akhir abad ke-17 telah terdapat 250.000 kaum kolonis di
wilayah koloni milik Inggeris di Amerika. Kebanyakan emigran dari Eropa
meninggalakan tanah air mereka untuk memperoleh kesempatan ekonomi yang lebih
luas yaitu hasrat yang seringkali disertai pendambaan akan kebebasan agama atau
tekad untuk melepaskan diri dari penindasan politis.
Nantinya para
imigran ini akan membentuk koloni-koloni. Berdasarkan pendekatan geografis
sejarah Amerika maka pada masa kolonial sampai terjadinya perang saudara di
Amerika Serikat (1861 – 1865) wilayah itu menjadi dua wilayah besar, yakni
wilayah yang terletak di bagian selatan dan utara. Pembagian wilayah tersebut pada masa koloni
memudahkan untuk mengetahui berbagi perbedaan antara kultur masyarakat di kedua
wilayah tersebut.
Diwilayah bagian
Selatan sistem perekonomiannya adalah pertanian dan perkebunan. Maka diperlukan tenaga kerja yang murah
dan ulet untuk mengerjakannya. Tenaga kerja dari Inggris jumlahnya terbatas
sehingga mereka memutuskan untuk mengambil orang-orang negro Afrika sebagai
tenaga kasar di perkebunan dan dijadikan sebagai budak.
Perbudakan
merupakan suatu lembaga sosial, dimana seluruh hak dan sifat dasar
kemunausiaannya dikuasai mutlak oleh tuannya. Baik fisik maupun hak kemanusiaan
telah beralih kepada penguasaan mutlak pemiliknya. Kemudian makna budak itu
sendiri adalah oarang yang dianggap dan disamakan dengan barang milik, hak
kemanusiaan sebagai hak dasar yang bersifat kodrati telah dirampas oleh orang
lain (pemiliknya). Banyak faktor yang menyebabkan seorang harus menjalani hidup
sebagai seorang budak, anatar lain faktor ditawan karena kalah dalam suatu
peperangan, dijual atau dilahirkan oleh orang tua yang berstatus sebagai budak
dan juga berhutng kemudian tidak mampu melunasinya.
Perbudakan yang
terjadi diamerika Selatan dianggap sebagai lembaga legal, ini juga diperkuat
dengan undang-undang mengenai perbudakan, yang telah diatur bersama oleh negara
bagian yang dinamakan the black codes. Didalam masyarakat pertanian terutama
didaerah bagian amerika sebelah selatan yang banyak bermata pencaharian sebgai
masyarakat perkebunan dan pertanian sangat membutuhkan jasa budak untuk
diperkerjakan sebagai alat produksi, yang tujuannya tidak lain adalah
memperoleh keuntungan yang seluas-luasnya. Dengan keadaan tanpa kebebasan ini
para budak juga mendapat perlakuan yang kejam dan sewenang-wenang dari
majikannya, bisa dibayangkan kehidupan budak pertanian dan perkebunan saat itu
sangat tragis dan menderita.
Praktik-praktik
perbudakan yang berjalan cukup lama membuat orang-orang budak berusaha
melakukan penghapusan dan melakukan pemberontakan. Yang pada hakikatnya tak
lepas dari keadaan lingkungan sosial yang sangat menekan kehidupannya yang
disebabkan oleh berbagai tindakan dari majikannya. Agar dapat mengerti dan
memahami semua ini akan dibahas lebih lanjut pada bab pembahasan di makalah
ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas, permasalahn yang di bahas dalam makalah ini
sebagai berikut :
1 1)
Bagaimana
sejarah lahirnya perbudakan di Amerika Serikat ?
2) Bagimana praktik-praktik perbudakan yang
dijalankan di Amerika Serikat?
3) Bagaimana usaha penghapusan perbudakan
yang ada di Amerika Serikat ?
1.3 Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah
diatas, tujuan penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut
1 1) Mengetahui dan memahami sejarah lahirnya
perbudakan di Amerika Serikat
2) Mengetahui
dan memahami praktik-praktik perbudakan yang dijalankan di Amerika Serikat
3 3)
Mengetahui
dan memahami usaha penghapusan praktik perbudakan di Amerika Serikat
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Lahirnya Perbudakan di Amerika Serikat
Pada awal
tahun-tahun 1600-an terjadi gelombang perpindahan yang besar dari Eropa ke
Amerika Utara. Nantinya para imigran ini akan membentuk koloni-koloni. Terdapat
13 koloni yang akhirnya nanti menjadi Amerika Serikat adalah New Hampshire,
Massachusetts, Rhode Island, Connecticut, New York, New Jersey, Pennsylvania,
Delaware, Maryland, Virginia, North Carolina, South Carolina, dan Georgia.
Berdasarkan pendekatan geografis sejarah Amerika maka pada masa kolonial sampai
terjadinya perang saudara di Amerika Serikat (1861 – 1865) wilayah itu menjadi
dua wilayah besar, yakni wilayah yang terletak di bagian selatan dan
utara. Pembagian wilayah tersebut pada
masa koloni memudahkan untuk mengetahui berbagi perbedaan antara kultur
masyarakat di kedua wilayah tersebut.
Koloni Amerika
yang terdiri dari Koloni Selatan, Tengah dan Utara. Memiliki sistem
perekonomian yang berbeda. Koloni Utara dengan perdagangannya dan koloni
Selatan dengan perekonomian pertanian perkebunan. Dalam masyarakat yang
berbasis pada sistem ekonomi perkebunan sangat bergantung pada kebutuhan tenaga
kerja. Perkebunan sebagai lembaga ekonomi koloni-koloni Selatan, merupakan
sumber penghasilan dan kemakmuran bagi wilayahnya. Sistem ekonomi perkebunan
yang mulai tumbuh dimasa koloni merupakan suatu penghidupan yang terpenting.
Sistem ekomoni
perkebunan dengan dasar perbudakan merupakan solusi bagi wilayah Selatan dalam
mengatasi kebutuhan tenaga kerja. Maka keperluan untuk mengimpor tenaga kerja
(budak) didatangkan dari wilayah Afrika. Sebagai tenaga kerja diperkebuanan
mereka berstatus sebagai budak. Konsekuensi logis melahirkan terjadinya lembaga
perbudakan. Impor budak ke wilayah koloni Selatan dimulai pada 31 Agustus 1619
oleh John Rolfe seorang Belanda yang telah menjual 20 orang Negro ke Vurginia.
Orang-orang Negro pertama yang dibawa ke wilayah tersebut, dipekerjakan sebagai pelayan rumah
tangga tuannya. Memang pada masa itu pemilik tanah perkebunan belum
memperkerjakan para budak di Perkebunan. Mereka masih diperlakukan sebagai
pelayan atau pembantu rumah tangga majikannya dan mereka berpeluang dapat
memperoleh kebebasan. Dalam perkembangan selanjutnya setelah berlangsung
puluhan tahun lamanya, praktik perbudakan tidak dapat lagi dihindari.
Perbudakan mulai menjadi suatu lembaga dan dilindungi oleh undang-undang.
Faktor-Faktor
yang mengembangkan dan memperluas perbudakan di Amerika
1.
Penanaman Kapas
Faktor utama adalah bangkitnya usaha
besar penamanan kapas di Selatan yang digalakkan oleh pengenalan jenis-jenis
kapas baru, dan oleh penemuan Eli Whitney yaitu semacam obat kapas guna menyaring biji dari kapasnya. Revolusi
Industri yang membuat pembuatan tekstil menjadi usaha besar-besaran, sangat
meningkatkan permintaan akan kapas mentah. Dan pembukaan tanah-tanah baru
dibarat setalah tahun 1812, sangat memperluas daerah digunakan untuk
pemeliharaan kapas.
2.
Penanaman Tebu dan Tembakau
Penanaman tebu juga mengembangkan dan
memperluas perbudakan. Tanah-tanah yang panas dan subur di Lousiana sebelah
tenggara ternyata ideal untuk memelihara tebu yang menguntungkan. Pada tahun
1830, negara bagian itu menghasilkan kira-kira setengah persedian gula seluruh
negara. Akhirnya, penanaman tembakau juga bergerak ke Barat seraya membawa
serta perbudakan.
Sebagai seorang
majikan ras kulit putih merasa sebagai ras yang super diperoleh secara turun
temurun. Mereka Superiotitas menggunakan tenaga-tenaga budak. Muncul apa yang
dinamakan teori ras yang isinya bahwa kedudukan orang kulit putih dalam
masyarakat lebih tinggi dan unggul dibanding dengan orang-orang non putih.
Menurut isi dogma itu dilakukan bahwa moral dan mental bangsa Negro dianggap
rendah tingkat dan derajatnya. Sikap orang kulit putih Selatan terhadap
keberadaan orang-orang kulit Hitam sebagai budak-budak perekebunan adalah sama.
Mereka tetap mempertahankan kebaeradaan lembaga perbudakan. Masyarakat kulit
putih di Selatan yakin bahwa perbudakan adalah sangat penting untuk menjamin
supremasi orang-orang kulit putih. Sumber penghasilan wilayah selatan yang
mendasarkan pada sistem ekonomi perkebunan memerlukan faktor tenaga kerja,
yaitu orang-orang Negro yang sangat bermanfaat untuk mengerjakannya. Budak-budak
yang berasal dari benua Hitam itu, sekitar 400.000 dikirim ke koloni Amerika bahkan
bisa dikatakan Amerika lah bangasa Barat yang paling banyak memiliki Budak ada
sekitar atau bahkan lebih dari 1/3 dari jumlah budak yang ada di dunia hingga
1825.
Berbagai hasil
industri inggris ditukar dengan hasil daerah koloni untuk mengusahakan jenis
tanaman tembakau, koloni mulai menggunakan tenaga budak, latar belakang
perbudakan di amerika serikat bagian selatan, sesungguhnya sangat berkaitan
dengan kondisi geografisnya seperti keadaan ekologi yang sangat subur. Yang
menghasilkan tebu, nila, kapas, gandum dan juga tembakau sesuai dengan
lingkungan alamnya. Ternyata dapat mendorong terjadinya perbudakan didaerah
pertanian. Perkebunan diselatan sangat memerlukan tenaga budak. Hal-hal yang
mendorong kolonis menggunakan tenaga kulit hitam adanya problem tenaga kerja
diberbagai perkebunan, karena orang kulit putih gagal menggunakan gagal
menggunakan pekerja dari orang indian yang sudah hidup bebas didaerah bebas dan
perkebunan. Tenaga kulit putih diperkebunan tidak efektif karena tidak tahan
dengan iklim panas dan harganya juga begitu mahal. Tenaga budak negro bila
ditempatkan diperkebunan sangat efektif dan juga murah.
Perbudakan
sebagai lembaga sosial, mula-mula tumbuh di daerah virginia, kemudia tersebar
luas ke wilayah lain. Pada 1625 trjadi hubungan perdagagan antara virginia
london company dengan pihak kerajaan, menyangkut masalah hasil pertanian dan
perkebunan. Organisasi perdagangan suasta di virginia pada masa kolonial juga
menyalurkan kebutuhan tenaga kerja budak berbagai daerah koloni. Selama abad ke
17 dan ke 18, sebagian besar orang-orang negroyang diimpor dari afrika barat
dipekerjakan dalam perkebunan tembakau, nila, dan padi. Sumber penghasilan
utama bagi wilayah amerika serikat bagian selatan adalah dari hasil pertanian
perkebunan. Oleh karena itu, tenaga budak sebagai alat produksi harus
dipertahankan.
2.2 Praktik-Praktik Perbudakan di Amerika Serikat
Perbudakan yang
terjadi di wilayah amerika serikat bagian selatan, merupakan lembaga sosial
dimana para budak terikat oleh sejumlah peraturan yang dipaksakan kepadanya dan
harus ditaati padanya. Praktik-praktik perbudakan menunjukan adanya suatu
eksploitasi sesama umat manusia. Budak dianggap sebagai barang milik yang
dikuasai epenuhnya oleh para pemiliknya, sehingga mudah dapat untuk diperjual
belikan. Perbudakan sebagai suatu lembga sosial diatur dan dilindungi oleh
negara bagian diwilayah selatan.
Satu isu penting
memperburuk perbedaan regional dan ekonomi wilayah Utara dan Selatan “perbudakan”.
Kesal melihat keuntungan besar yang
diraup para pebisnis wilayah Utara dari penjualan kapas, banyak warga wilayah
Selatan menganggap keterbelakangan wilayah mereka sebagai akibat penumpukan
kekayaan di wilayah Utara. Di sisi lain, banyak warga wilayah Utara menyerukan
bahwa perbudakan yang dianggap warga Selatan penting bagi
perekonomiannya–merupakan penyebab utama ketertinggalan finansial dan industri
kawasan tersebut.
Sejak Kompromi
Missouri pada 1819, garis seksional seputar perbudakan perlahan tapi pasti
menguat. Di wilayah Utara, sentimen abolisi total tumbuh hingga memiliki
pengaruh yang sangat kuat. Warga di daerah selatan pada umumnya merasa agak
bersalah dalam hal perbudakan ini dan membelanya matimatian. Pada 1850,
perbudakan sudah berlangsung selama 200 tahun di beberapa daerah pesisir; ini
menjadi bagian integral ekonomi dasar kawasan tersebut.
Walaupun sensus pada 1860 menunjukkan
bahwa ada hampir 4 juta budak dari total populasi 12,3 juta orang di 15 negara
bagian yang mengizinkan perbudakan, hanya minoritas kecil orang kulit putih wilayah
Selatan yang memiliki budak. Pada saat itu terdapat 385.000 pemilik budak dari
sekitar 1,5 juta keluarga kulit putih. Lima puluh persen pemilik budak ini
memiliki tidak lebih dari lima budak. Dua belas persen memiliki dua puluh atau lebih
budak, menggambarkan transisi petani menjadi pemilik perkebunan. Tiga perempat
dari keluarga kulit putih di bagian Selatan, termasuk ”orang kulit putih yang
miskin.” mereka yang berada di kelas terbabbawah rakyat wilayah Selatan, tidak memiliki
budak.
Mudah dimengerti tujuan para pemilik
perkebunan untuk mempertahankan perbudakan. Tetapi petani kecil dan orang kulit
putih yang miskin juga mendukung institusi perbudakan. Mereka takut jika dibebaskan,
warga kulit hitam akan bersaing dengan mereka dalam hal ekonomi dan
menghapuskan status sosial mereka yang lebih tinggi. Orang kulit putih wilayah
Selatan membela perbudakan bukan hanya atas dasar kebutuhan ekonomi tetapi lebih
karena pengabdian mendalam terhadap supremasi kulit putih.
Ketika mereka bergulat melawan opini
rakyat wilayah Utara yang sangat dominan, para pemimpin politik, kaum
profesional dan sebagian besar pemuka agama di Selatan kini tidak lagi meminta
maaf atas perbudakan. Mereka malah mendukungnya. Contohnya, para penerbit di
wilayah Selatan berkeras bahwa hubungan antara modal dan buruh lebih manusiawi
dalam sistem perbudakan daripada dengan sistem upah di wilayah Utara.
Sebelum 1830, sesuai sistem patriarkal kuno
pemerintahan perkebunan, masih banyak pemilik atau tuan tanah yang mengawasi
sendiri para budaknya. Namun, seiring dimulainya produksi kapas dalam skala
yang besar di wilayah Selatan bawah, para tuan tanah ini secara bertahap
mengabaikan pelaksanaan pengawasan pribadi dengan ketat terhadap para budak,
dan mempekerjakan mandor profesional yang ditugaskan menuntut para budak
bekerja semaksimal mungkin. Dalam keadaan semacam itu, perbudakan dapat menjadi
sistem kekerasan dan pemaksaan dan pemukulan dan pemisahan keluarga akibat
adanya anggota keluarga yang dijual menjadi pemandangan umum. Tapi dalam
situasi yang berbeda, hal itu bisa berlangsung dengan lebih lunak.
Bagaimanapun juga, pada akhirnya kritik
paling pedas terhadap perbudakan bukanlah sikap para pemilik perkebudan dan
mandor itu sendiri. Kaum abolisionis menyatakan, secara sistematis
memperlakukan buruh Afrika Amerika seolah seperti binatang piaraan itu melanggar
hak inheren semua manusia untuk memperoleh kebebasan.
2.2.1 Organisasi Perbudakan
Sistem perbudakan
yang terjadi di amerika serikat bagian selatan mempunyai perbedaan sestem
perbudakan dengan sistem perbudakan di amerika latin dan di hindia barat.
Sistem perbudakan di amerika latin masih memperhatikan prinsip-prinsip
kemanusiaan terhadap budaknya. Pemilik budak tidak mempunyai kecenderungan
mengembangkan lembaga budak secara intensif.
Warga kulit
putih di selatan mengangap budak sebagai hak milik yang sah. Sebagian besar
dipelihara oleh para pengusaha perkebunan, sementara pemerintah fedeal tidak
berwenang menyesihkan sistem perbudakan
yang terjadi di berbagai daerah dan kesemuanya ini merupakan kelanjutan
dari warisan daerah kolonial yang tidak di awasi oleh pemerintahan Inggris.
Beberapa tokoh negarawan di selatan memasukkan peraturan perbudakan yang di
susun oleh kongres yang berisi ketentuan mengenai pelarian budak-budak negro di
suatu negara bagian ke negara bagian lain harus dikembalikan kepada pemiliknya,
peraturan tesebut terkenal dengan nama
fugitive slave law, yang mulai di susun pada 1 februari 1793. Dengan
demikian ketentuan-ketentuan mengenai pelarian-pelarian budak yang pada umumnya
menuju ke Wilayah Utara harus dikembalalikan pada pihak Selatan.
Di dalam lembaga
perbudakan semua epraturan yang mengetur hubungan antara tuan dan budak termuat
dalam peraturan hukum yang dinamakan the
black codes yang dilegalisir oleh negara bagian di selatan pada akhir abad
ke 18 dan awal abad ke 19 yang isisnya di antaranya melindungi hak milik budak
,mengawasi setiap kemungkinan timbulnya gerakan-gerakan negro yang dapat
membahayakan kedudukan para pemiliknya. Para budak dilarang mengadakan
perjanjian dengan siapapun. Seorang budak tidak boleh melakukan kekerasan
terhadap orang kulit putih tapi sebaliknya pembunuhan yang dilakukan oleh warga
kuit putih terhadap kulit hitam tidakah dianggap sebagai suatu perbuatan
kriminal, hukuman yang diterima budak paling ringan adalah dipekerjakan kembali
di tempat yang pekerjaannya berat tapi. Ada juga budak yang anggota tubuhnya di
siksa seperti bekas-bekas penyiksaan terhadap budak yang meenggar peraatura
tersebut. Hukuman yang terberat seperti hanya penberontakan budak di hukum
mati.
2.2.2 Perbudakan Sebagai Lembaga Sosial
Masyarakat Negro
pada masa perbudakan dapat dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :orang-orang
Negro bebas dan orang-orang Negro budak, baik yang bekerja sebagai
pelayan-pelayan rumah tangga maupun budak-budak yang bekerja ditempat-tempat
pertanian pekebunan. Kelompok orang Negro bebas ddahulunya berasal dari budak
yang bekerja sebagai pelayan rumah tangga yang merasa dirinya memiliki
kehidupan sosial yang lebih baik jika dibanding dengan budak-budak pertanian
perkebunan. Para budak yang dapat membeli kebebasannya sendiri dari tuannya
dapat dinyatakan sebagai Negro bebas. Para budak yang dapat melarikan diri
biasanya menuju wilayah ke Utara dapat pula dikatakan sebagai Negro bebas.
Sejak para budak
diimpor dari Afrika Barat dipilih dan dikelompokan berdasarkan perbedaan suku
bangsa. Para pedagang budak yang lama berpengalaman mengimpor budak dari Afrika
Barat itu pada umumnya mengetahui perbedaan kultur di antara para budak itu
sendiri. Hal ini perlu untuk mengetahui para budak dari suku-suku bangsa manakah
yang lebih sesuai untuk dipekerjakan ditanah-tanah pertanian dan perkebunan dan
tempat-tempat yang lain. Para budak dari bangsa Congo misalnya, mempunyai wajah
tampan dan sifatnya penurut, tenaganya dapat diguanakan sebagai budak-budak
rumah tangga maupun budak-budak perkebunan. Budak-budak dari Guinea mempunyasuki
fisik tinggi dan besar serta sifatnya kejam. Apabila pemilik perkebunan
memperkerjakan mereka sebagai budak-budak daerah pertanian perkebunan.
Budak-budak dari suku bangsa Eboes di wilayah Gaboon, dekenal sebagai budak
yang suka bergolak dan keras kepala. Apabila hendak digunakan sebagai
budak-budak perkebunan kurang efisien karena fisiknya lemah.
Dilingkungan
kehidupan keluarga para pengusaha perkebunan, terdapat hubungan sosial yang
erat antara tuan dan budak rumah tangga. Sebagian besar para budak rumah tangga
amat setia dan berdisiplin terhadap tuannya. Mereka yang diberikan kekuasaan
dan kepercayaan dari tuannya sering memerintah budak-budak lain sesama
bangsanya. Sering terjadi para budak rumah tangga tidak merasa dirinya
berkedudukan sebagai budak.
Para budak tak
dapat melindungi para anggota keluarganya sendiri dari segala gangguan yang
timbul dari luar khusunya yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih.
Budak-budak wanita tidak dapat melindungi dirinya sendiri terdapap keinginan
pemuasan seksual tuannya. Istri budak juga tidak dapat menjamin anak-anaknya
dari segala gangguan orang-orang kulit putih.
Tempat kediaman
para budak perkebuanan berupa gubug-gubug kecil yang biasanya terletak sekitar
tiga mil jauhnya dari tempat-tempat perkebunan. Sedangkan jarak antara
gubug-gubug budak perkebuanan dengan tempat tinggal sekitar 8 mil jauhnya. Hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan budak-budak itu bekerja ditempat-tempat
perkebunan, disamping itu dapat menjauhkan perhubungan dengan orang-orang Negro
bebas yang besar kemungkinannya akan berpengaruh para budak untuk bersekongkol.
Dalam mengawasi
segala kegiatan para budak perkebunan ditempat-tempat gubug itu didirikan
pos-pos penjagaan. Setiap 1-4 minggu sekali dilakukan patroli-patroli keamanan
oleh para pengusaha perkebunan yang dibantu oleh para mandornya. Dapat
dikatakan bahwa tempat tinggal para budak perkebunan tidak lebih dari pada
perumahan orang-orang yang masih primitif.
2.3 Usaha Pengahapusan Praktik Perbudakan
Perbudakan yang
berjalan hampir 200 tahun telah menyadarkan para budak untuk memperjuangkan
hak-hak mereka. Keadaan sosial yang
berkaitan dengan faktor ketidakpuasan dan putus asa dari kelompok budak.
Perasaan tidak puas dari para budak itu karena status yang bebankan oleh
pemaksaan dan pembenahan dalam hirarki sosial yang berlaku dalam lingkungan
kulit putih di selatan yang menggangap bahwa budak berstatus sebagai hak milik.
Pada akhirnya kritik
paling pedas terhadap perbudakan bukanlah sikap para pemilik perkebudan dan
mandor itu sendiri. Muncul Kaum abolisionis yaitu kaum yang menginginkan
penghapusan perbudakan. Kau abolisionis ini berasal dari orang-orang Utara.
Bahkan Presiden Amerika saat itu Abraham Lincoln berjuang untuk menghapuskan
praktik-praktik perbudakan yang ada di Amerika Serikat.
2.3.1 Pemberontakan Budak
Terjadi suatu
pemberontakan budak pada hakikatnya tak lepas dari keadaan lingkungan sosial
yang sangat menekan kehidupannya yang disebabkan oleh berbagai tindakan dari
pemiliknya budak merupakan sumber utama timbulnya pemberontakan. Hal itu
berkaitan dengan faktor-faktor tidak puas dan putus asa dari kelompok budak. Perasaan
tidak puas dari para budak itu karena status yang bibebankan oleh pemaksaan dan
pembenahan dalam hirarki sosial yang berlaku dalam lingkungan kulit putih di
selatan yang menggangap bahwa budak berstatus sebagai hak milik. Penerapan
peraturan yang tercantum dalam The black
codes sangat menekan perasaan para budak. Situasi psikologis yang menegangkan
diciptakan oleh para tuan dengan memperlakukan budak-budaknya secara kejam dan
menakutkan. Budak-budak yang sering mengalami tekanan jiwa akibat perlakuan
kejam dari para tuannya.
Pemberontakan budak di Amerika Serikat
sebenarnya telah terjadi sejak wilayah tersebut dikuasai oleh kolonial Inggris.
Pemberontakan budak mula pertama terjadi di South Carolina pada November, 1526.
Adapun pemberontakan budak yang dianggap penting pada era kolonial Inggris di
Amerika Serikat terjadi di wilayah Virginia pada September,1663.
Selama era kolonial Inggris sampai
berakhirnya perang saudara di Amerika Serikat (1607-1865),telah terjadi 115
kali pemberontakan budak yang terjadi di berbagai negara bagian di Amerika
Serikat. Sebagian besar terjadi di Selatan. Sejak wilayah Utara melarang adanya
perbudakan pada tahun 1804, maka pada tahun itu pula tidak pernah terjadi
pemberontakan-pemberontakan budak.
Selama
periode 1800-1864, telah terjadi 54 kali pemberontakan budak yang kesemuanya
terdapat di wilayah Selatan. Memperhatikan tempat terjadinya pemberontakan
budak,daerah Virginia merupakan tempat yang terbanyak terjadinya pemberontakan.
Sebanyak 20 kali selama periode 1800-1864, yang lain tersebar di berbagai
wilayah. Nantinya, dalam perang saudara di Amerika Serikat (1861-1865),
Virginia merupakan ibukota dari negara konfederasi.
Tiga peristiwa penting dalam
pemberontakan budak itu : (1) terjadi pada 1800, di Virginia, dipimpin oleh Gabriel
Prosser; (2) pada 1822,terjadi pemberontakan budak di South Carolina di bawah
pimpinan Denmark Vesey; (3) pada 1831, pemberontakan budak terjadi di Virginia
di bawah Nat Turner dan juga terdapat di berbagai wilayah. Terdapat suatu
keunikan dalam mempelajari tokoh pemimpin budak dalam menggerakkan suatu
pemberontakan. Keunikan itu nampak bahwa pemimpin budak pada umumnya berasal
dari budak rumah tangga yang kemudian ia memperoleh kebebasan dan
kemerdekaannya tak lagi berstatus budak. Pada budak rumah tangga yang melakukan
suatu pemberontakan dapat digagalkan, antara lain, rahasia pemberontakan
diketahui oleh para budak rumah tangga yang kemudian segera memberitahukan
rencana pemberontakan kepada tuannya. Jadi, dalam masalah sosok budak rumah
tangga, ia berpeluang menjadi pemimpin pemberontakan, namun juga dapat
berkhianat menggagalkan rencana pemberontakan.
Gabriel Posser adalah budak rumah tangga
yang bekerja sebagai sains dari seorang pengusaha perkebunan di daerah
Virgimia, bernama Thomas Prosser. Ia seorang pengikut kristiani yang amat tekun
mempelajari ajaran Injil. Ia mulai tergugah hatinya ingin membantu perjuangan
bangsanya membebaskan dari belengu perbudakan. Setelah beberapa tahun mengabdi
pada tuannya, kemudian ia memperoleh kemerdekaannya sebagai seorang negro
bebas. Perjuangan Gabriel Prosser di
dalam menentang perbudakan didasarkan pada konsep-konsep agama dan rasional.
Dalam menentang perbudakan ia mengartikulasi konsep injil dengan interpretasi
persaudaraan universal. Terdapat dua orang kulit putih yang ikut membantu
perjuangan budak, mereka berusaha mencari bantuan persenjataan dan bahan
peledak untuk melakukan pemberontakan. Gabriel Prosser merencanakan suatu
pemberontakan di daerah pedesaan Henrico, di Kota Richond, Virginia, pada 1
September 1800. Ia membagi seluruh pengikutnya yang berjumlah 1100 budak dalam
tiga kelompok besar. Sebagai langkah pertama, kota harus dikuasai, mereka harus
berhasil merebut gudang senjata yang berada di kota Richmond.apabila kelompok
yang di tugasi berhasil merebut gudang senjata, terlebih dahulu menyergap para
penjaganya.
Sebelum Gabriel Prosser mulai
merencanakan penyeranagan kota Richmond,
rahasia pemberontakan telah bocor karena penghianatan yang dilakukan oleh dua
orang budak rumah tangga. Kedua penghianat tersebut melaporkan rencana
pemberontakan yang akan dilakukan oleh Gabriel Prosser kepada pemerintah negara
bagian Virginia. Maka, dengan segera pemerintah negara bagian Virginia segera
menggerakkan tentaranya sebanyak 600 orang untuk mencegah pemberontakan serta
melindungi kota Richmond. Pemberontakan Gabriel Prosser dengan cepat dapat
dihancurkan, sebanyak 30 orang pengikutnya telah menjadi korban. Komplotan
Gabriel Prosser telah gagal akibat penghianatan yang dilakukan oleh dua orang
budak rumah tangga. Ia sendiri di tawan pada 25 September 1800, kemudian di
kirim ke kota Richmond. Gubernur Virginia berusaha untuk mengkorek informasi
seputar rencana pemberontakan yang dilakukan oleh Gabriel Prosser, namun
gubernur tersebut gagal memperoleh informasi yang dianggap penting. Ia tidak
mau mengaku dengan siapa saja pemberontakan itu dilakukan. Akhirnya, Gabriel
Prosser dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan pada 7 Oktober, 1800. Setelah
pemberontakan Gabriel Prosser dapat digagalkan oleh gubernur James Monroe, segera melaporkan pada
pemerintah Thomas Jefferson, bahwa pemberontakan tersebut berhasil dihancurkan.
Pemberontakan yang lain dilakukan oleh
Denmark Vesey di negara bagian Shout Carolina pada 1822 seperti halnya Gabriel
Prosser, Vesey berasal dari budak rumah tangga. Perjuanagan Denmark Vesey dalam
menentang perbudakan terpengaruh oleh konsep pemikiran Gabriel Prosser. Ia juga
memberi konsep agama dan ide dari revolusi Prancis. Denmark Vesey menanamkan
agama dan ide-ide dari revolusi Perancis. Vesey menanamkan pengaruhnya terhadap
para anggotanya, bahwa Tuhan telah menciptakan semua umat manusia memiliki
hak-hak yang sama. Rasa ketidakpuasan bersumber dari pengetrapan The Black Codes.
Disamping itu, ia mendapat dukungan dari para pemimpin Greja Metodhist yang
anggotanya terdiri dari orang-orang negro. Berdasarkan pengalaman yang ada,
gagalnya pemberontakan budak karena adanya penghianatan dari budak rumah
tangga, maka, vessey merencanakan pemberontakan yang akan dilakukannya harus
hati-hati jangan sampai bocor. Ia menetapkan bahwa pemberontakan akan dimulai
pada minggu kedu, Juli, 1822. Ia berusaha
mencari bala bantuan orang-orang negro di derah Santo Domingo, sama
seperti yang pernah dilakukan oleh Gabriel Prosser. Bala bantuan yang diharapkan
Vessey, kenyataanyya menjadi terpencar sehingga sulit dikoordinasi, mengingat
jarak tempuh dari daerah Charleston dengan Santo Domingo, terlalu jauh, 80 mil
jaraknya. Rencana Vessey ternyata juga telah dihianati oleh seorang budak yang
telah mendapat kepercayaan darinya. Budak itu bernama Devany, seorang pelayan
rumah tangga yang bekerja sebagai kusir gerobak pada bekas kolonel Prioleau.
Devany mendapat uang sebanyak $ 1.000 dan juga memperoleh kebebasan dari
tuannya. Akibat kegagalan pemberontakan Vessey, 139 orang ditahan, 47 orang dimasukkan dalam
penjara termasuk 4 orang kulit putih, yang dituduh ikut membantu dan melindungi
para budak. Sebanyak 35 budak pengikut Vessey menjalani hukuman mati. Pemberontakan
Vessey ditaksir mempunyai pengikut lebih dari 9.000 orang. Denmark Vesey
akhirnya harus menjalani hukuman mati di tiang gantungan. Ia tetap menolak
untuk mencantumkan nama dari orang-orang yang ikut di dalam komplotannya.
Mengenai pemberontakan yang dlakukan
oleh Nat Turner pada 1831,di Virginia, dapat di kisahkan sebagai berikut : Nat
Turner adalah seorang pendeta sangat tekun mempelajari isi injil,sering memberi
khotbah dan membabtis para budak. Ia adalah seorang pendeta yang sangat
fanatik, menggunakan konsep supra irasional dalam usahanya membebaskan para
budak. Kondisi masyarakat yang tidak menentu dengan harapan dan kecemasan,maka,
mereka akan mengharapkan munculnya seorang pemimpin yang bermukjizat rakyat
menaruh kepercayaannya agar perasaan-perasaan tidak puas, frustasi,dan putus
asa dapat segera berakhir, kemudian mengharapkan kemakmuran atau kesejahteraan
sosial. Para pengikutnya yakin, bahwa melalui kepercayaan Kristus mereka akan
mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan bagi umatnya. Kefanatikan Nat Turner
dipertebal oleh kegemaran mengolah hal-hal yang bersifat mistik sehingga akan
dapat diketahui ideologi apakah yang akan digunakan sebagai konsep
perjuangannya dalam membebaskan perbudakan. Dapat dikatakan bahwa ia
berideologi yang messianistis. Artinya, di dalam situasi sosial yang kacau
manusia sudah tidak berdaya lagi mengatasi dengan hal-hal yang rasional seperti
yang dikerjakan oleh Nat Turner. Oleh karena itu, pemberontakan yang
dilakukannya tidak direncanakan cermat dan teliti. Tentu saja, seorang pemimpin
pemberontakan yang fanatik dengan sendirinya akan melaksanakan perannya tak
dipertimbangkan dengan masak-masak dan tidak waspada. Nat Turner masih terkesan
mengenai rencana penyerangan yang telah mengalami kegagalan akibat terjadinya
suatu penghianatan. Maka, Nat Turner tidak akan mudah mempercayai seseorang
untuk mengatakan rencana pemberontakan. Ia akan bertindak sendiri memimpin
penyerangan. Semula ia menetapkan tanggal 4 Juli 1831, sebagai permulaan untuk
melakukan pemberontakan di pedesaan Southamton; tetapi ia menderita sakit
sehingga rencana pemberontakan ditangguhkan. Nat Turner memulai
pemberontakannya baru pada 21 Agustus 1831. Perlu diketahui, bahwa di dalam
pemberontakan tersebut tidak terdapat penghianatan-penghianatan yang dilakukan
oleh budak rumah tangga. Sebagai langkah pertama, ia beserta para pengikutnya
merusak dan membakar tanah-tanah perkebunan. Ia mengharap agar selekasnya
mendapat bantuan dari para budak rumah
tangga. Nat Turner beserta para pengkutnya
telah melakukan pemberontakan kejam terhadap tuannya, Joseph Travis beserta
keluarganya. Angin peberontakan lekas meniup ke daerah Southampton.
Nat Turner mendapat sebutan sebagai
“Bandit Besar” di kalangan masyarakat kulit putih di Virginia, sebab mereka
melakukan pembunuhan kejam terhadap Joseph Travis beserta keluarganya dan juga
sejumlah orang-orang kulit putih lain di daerah Southampton. Orang-orang kulit
putih yang telah dibunuh dalam pemberontakan itu kesemuanya berjumlah 60 orang.
Pada masa berkobarnya pemberontakan itu, seluruh pendeta negro di Virginia
diperiksa oleh pemerintah, sebab pemimpin pemberontakan adalah berasal dari
seorang pendeta. Sebagai tindak balasan dari waarga kulit putih para budak yang
diduga terlibat dalam pemberontakan dibinasakan, sedang 13 orang budak yang
lain dijatuhi hukuman gantung. Selama enam minggu, Nat Turner bersembunyi
didaerah pegunungan di Southampton., tetapi akhirnya ia beserta para
pengikutnya berhasil ditangkap 30 Oktober 1831. Ia menjalani hukuman mati pada
11 Nopember 1831. Pemberontakan yang dipimpin oleh Nat Turner berakhir pada 13
Oktober, 1831, dan berumur tidak lebih dari dua bulan.
2.3.2 Perjuangan Penghapusan Perbudakan
Berdasar data
yang didapat, dari Biro Sensus Penduduk Negro oleh pemerintah federal
(1790-1915), menunjukkan bahwa jumlah penduduk Negro yang berada diwilayah
Utara relatif kecil. Sampai dengan 1830 orang-orang negro di Amerika Serikat
tercatat 2.328.642 orang. Dari jumlah itu penduduk Negro yang berada di Utara
rata-rata hanya 10%. Tenaga-tenaga Negro di Utara pada umumnya sebagai pelayan
rumah tangga. Sejak 1804 wilayah Utara telah menghapuskan perbudakan.
Bagaimanapun
juga, pada akhirnya kritik paling pedas terhadap perbudakan bukanlah sikap para
pemilik perkebudan dan mandor itu sendiri. Kaum abolisionis (penghapusan
perbudakan) menyatakan, secara sistematis memperlakukan buruh Afrika Amerika seolah
seperti binatang piaraan itu melanggar hak inheren semua manusia untuk
memperoleh kebebasan.
Dalam politik
nasional, rakyat wilayah Selatan kebanyakan menginginkan proteksi dan perluasan
kepentingan yang diwakili oleh sistem kapas/perbudakan. Mereka menginginkan
ekspansi wilayah karena pemborosan budidayapanenan tunggal, yaitu kapas, dengan
cepat mengurangi kesuburan tanah, meningkatkan kebutuhan lahan baru yang subur.
Selain itu, daerah baru akan menyiapkan landasan bagi negara bagian yang mendukung
adanya perbudakan tambahan untuk mengimbangi penerimaan negara bagian baru yang
bebas. Rakyat wilayah Utara yang antiperbudakan menganggap pandangan rakyat
Selatan sebagai persekongkolan atas penyebaran pendukung perbudakan.
Perseteruan mereka menyengit pada 1830-an. Pergerakan anti perbudakan pertama,
sempalan dari Revolusi Amerika, meraih kemenangan terakhir mereka pada 1808 ketika
Kongres menghapuskan perdagangan budak dengan Afrika. Selanjutnya, pertentangan
sebagianbesar datang dari kaum Quaker, yang terus melancarkan protes meski lemah
dan tidak berpengaruh. Sementara itu, mesin pemisah kapas dari bijinya dan
perluasan ke barat ke kawasan delta Mississippi mengakibatkan kebutuhan budak
meningkat.
Gerakan abolisionis
yang muncul pada awal 1830-an bersifat agresif, tidak kenal kompromi, dan
berkeras mengakhiri perbudakan dengan segera. Pendekatan
ini
menemukan sosok pemimpin dalam diri William Lloyd Garrison, pria muda dari Massachusetts,
yang menggabungkan kepahlawanan seorang martir dengan semangat penginjilan
pemimpin rakyat. Pada 1 Januari 1831, Garrison merilis tulisan pertama dalam
korannya, The Liberator, yang menyatakan: ”Saya akan dengan sekuat tenaga
mengupayakan pembebasan populasi budak kita. Dalam topik ini, saya tidak ingin
berpikir, atau berkata-kata, atau menulis dengan sikap moderat. saya
bersungguhsungguh, saya takkan menghindar, saya takkan berdalih–saya takkan mundur
sesenti pun dan ucapan saya akan didengar”
Metode sensasional Garrison menyadarkan
masyarakat Utara akan kekejaman institusi yang sudah lama dianggap tidak bisa diubah.
Dia berupaya mengangkat aspek paling menjijikkan perbudakan ke mata publik dan
mengecam para pemilik budak sebagai penganiaya dan penjual nyawa manusia. Dia tidak
mengakui hak-hak para pemilik perkebunan, tidak mengindahkan kompromi, tidak menoleransi
penundaan. Kaum abolisionis lain, yang tidak bersedia mengikuti taktik
menentang hukum ala Garrison, yakin perubahan seharusnya dilakukan melalui cara
resmi dan damai. Garrison mendapat dukungan suara kuat lainnya, yaitu dalam
sosok Frederick Douglass, budak yang berhasil kabur. Douglass mengobarkan
semangat masyarakat Utara yang mendengarnya. Salah satu kegiatan gerakan ini membantu
budak yang kabur mencapai tempat perlindungan yang aman di Utara atau melewati
perbatasan ke Kanada. ”Jalur Kereta Api Bawah Tanah.” jaringan jalur rahasia yang
rumit, muncul pada era 1830-an di seluruh wilayah Utara. Di Ohio sendiri, dari
1830 hingga 1860, hal tersebut membantu kebebasan 40.000 budak yang buron. Pada
1838, jumlah perkumpulan lokal antiperbudakan meningkat sebanyak 1.350
organisasi dengan anggota sekitar 250.000 orang. Gerakan tersebut melaukan
aktivitasnya membantu melarikan budak agar lebih aman selalu pada malam hari. Meski demikian, sebagian besar masyarakat
Utara entah menjauhkan diri dari gerakan kaum abolisionis atau malah secara
aktif menentangnya.
Contohnya pada 1837, ketika segerombolan
orang menyerang dan membunuh editor antiperbudakan Elijah P. Lovejoy di Alton,
Illinois. Tetapi, pengekangan kebebasan berbicara di Selatan membuat kaum abolisionis
mampu menghubungkan isu perbudakan dengan penyebab kasus kebebasan rakyat sipil
kulit putih. Pada 1835, segerombolan orang yang marah menghancurkan karya tulis
kaum abolisionis di kantor pos Charleston, South Carolina. Ketika kepala kantor
pos menyatakan dia takkan mengirimkan tulisan milik kaum abolisionis, debat
sengit bergulir di Kongres. Kaum abolisionis membanjiri Kongres dengan petisi
yang menuntut penghapusan perbudakan. Pada 1836 Senat memutuskan dengan suara
bulat untuk langsung memetieskan petisi itu, dengan demikian mematikan upaya
mereka. Mantan Presiden John Quincy Adams, terpilih sebagai anggota Senat pada 1830,
melawan peraturan tutup mulut ini karena melanggar Amandemen Pertama dan
akhirnya memenangkan pembatalan peraturan tersebut pada 1844.
Pimpinan-pimpinan selatan dalam usahanya
menentang The Underground Railroad (Jalur Kereta Api Bawah Tanah), sering
melakukan pengejaaran terhadap budak-budak yang melarikan diri ke utara. Dalam
dokumen tertanggal 24 april, 1851, yang terdapat dalam sejarah bangsa amerika
di edit oleh H.S Commgel. Isi dokumen buku tersebut adalah sebagai reaksi dari
para pemilik budak di wilayah selatan, yang merasa dirugikan agar berhati-hati
terhadap tindakan warga Boston,Massachusetts, yang telah menculik dan menangkap
para budak untuk dibebaskan. Harap warga selatan tetap waspada dan berhati-hati
terhadap para penculik yang terdapat di daerah Boston yang berdalih pada
Fugitive Slave Law.
Presiden Amerika saat itu Abraham
Lincoln adalah orang yang sangat menentang adanya perbudakan. Ia menganggap
perbudakan sebagai kejahatan. Dalam pidato di Peoria, Ilinois pada tahun 1854,
ia menyatakan bahwa semua perundang-undangan nasional harus dilakukan dalam
kerangka prinsip kedaulatan bahwa perbudakan harus dibatasi dan akhirnya
dihapuskan. Sebagai penentang perbudakan, Lincoln memenangkan pencalonan
presiden Amerika Serikat dari Partai Republik pada tahun 1860 dan kemudian
terpilih sebagai presiden. Masa pemerintahannya diwarnai dengan kekalahan dari
pihak Negara Konfederasi Amerika, yang pro perbudakan, dalam Perang Saudara
Amerika. Dia mengeluarkan dekrit yang memerintahkan penghapusan perbudakan
melalui Proclamation of Emancipation pada tahun 1863, dan menambahkan Pasal
ketiga belas ke dalam UUD AS pada tahun 1865. Namun, saat perang telah
mendekati akhir, dia menjadi presiden AS pertama yang dibunuh.
Untuk menanggulangi salah satu urusannya
yang terpenting yaitu kedudukan kaum Negro yang telah dipersamakan pada bulan
Mei 1865, Kongres mendirikan Biro Orang Bebas untuk bertindak selaku
pembimbingan para warga Negro dan memimpin mereka menuju swadaya. Dan dalam
bulan Desember 1965 Kongres mengesahkan Amandemen Ketigabelas Amerika Serikat yang
menghapuskan perbudakan. Dalam Amandemen
KetigaBelas itu Mahkamah Agung Amerika Serikat juga memutuskan bahwa wajib
militer tidak termasuk dalam Amandemen ke-13 sebagai "perbudakan
paksa". Dalam waktu singkat, Amandemen ke-13 diikuti oleh Amandemen ke-14
(tentang HAM) dan 15 (yang melarang pemungutan suara yang dibatasi untuk ras
tertentu).
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Semenjak
kedatangan para imigran dari Eropa terutama dari Inggris pada abad ke 16 ke
dunia baru (Amerika) telah memunculkan daerah-daerah koloni. Sebanyak 13 daerah
koloni dibentuk. Berdasarkan pendekatan geografis sejarah Amerika maka pada
masa kolonial sampai terjadinya perang saudara di Amerika Serikat (1861 – 1865)
wilayah itu menjadi dua wilayah besar, yakni wilayah yang terletak di bagian
selatan dan utara.
Wilayah
Selatan yang memiliki sistem ekomoni perkebunan untuk mengatasi kebutuhan
tenaga kerja mengimpor tenaga kerja (budak) didatangkan dari wilayah Afrika. Sebagai
tenaga kerja diperkebuanan mereka berstatus sebagai budak. Konsekuensi logis
melahirkan terjadinya lembaga perbudakan. Impor budak ke wilayah koloni Selatan
dimulai pada 31 Agustus 1619 oleh John Rolfe seorang Belanda yang telah menjual
20 orang Negro ke Vurginia. Pada awalnya para budak ini hanyak dipekerjakan
sebagai pelayan-pelayan rumah tangga sebelum nantinya dijadikan budak-budak
diperkebunan.
Perbudakan
yang terjadi di wilayah amerika serikat bagian selatan, merupakan lembaga
sosial dimana para budak terikat oleh sejumlah peraturan yang dipaksakan
kepadanya dan harus ditaati padanya. Praktik-praktik perbudakan menunjukan
adanya suatu eksploitasi sesama umat manusia. Budak dianggap sebagai barang
milik yang dikuasai sepenuhnya oleh para pemiliknya, sehingga mudah dapat untuk
diperjual belikan. Perbudakan sebagai suatu lembga sosial diatur dan dilindungi
oleh negara bagian diwilayah selatan.
Perbudakan yang
berjalan hampir 200 tahun telah menyadarkan para budak untuk memperjuangkan
hak-hak mereka. Keadaan sosial yang
berkaitan dengan faktor ketidakpuasan dan putus asa dari kelompok budak.
Perasaan tidak puas dari para budak itu karena status yang bebankan oleh
pemaksaan dan pembenahan dalam hirarki sosial yang berlaku dalam lingkungan
kulit putih di selatan yang menggangap bahwa budak berstatus sebagai hak milik.
Ketidakpuasan para budak itu menyebabkan
timbulnya pemberontakan yang dilakukan oleh beberapa budak di Amerika. Tiga
pemberontakan yang paling besar dilakukan tiga tokoh yaitu Nat Turner, Denmark
Vesey dan Gabriel Prosser. Berbagai usaha dilakukan untuk menghapuskan
perbudakan yang ada di Amerika. Salah satu tokohnya adalah Presiden Amerika
Serikat saat itu yaitu Abraham Lincoln yang memperjuangkan penghapusan
perbudakan. Dia mengeluarkan dekrit yang memerintahkan penghapusan perbudakan
melalui Proclamation of Emancipation pada tahun 1863, dan menambahkan Pasal
ketiga belas ke dalam UUD AS pada tahun 1865. Namun, saat perang telah
mendekati akhir, dia menjadi presiden AS pertama yang dibunuh.
Untuk menanggulangi salah satu urusannya
yang terpenting yaitu kedudukan kaum Negro yang telah dipersamakan pada bulan
Mei 1865, Kongres mendirikan Biro Orang Bebas untuk bertindak selaku
pembimbingan para warga Negro dan memimpin mereka menuju swadaya. Dan dalam
bulan Desember 1965 Kongres mengesahkan Amandemen Ketigabelas Amerika Serikat
yang menghapuskan perbudakan.
Daftar Pustaka
Gray, Wood. Garis Besar Sejarah Amerika
Garis
Besar Sejarah Amerika Serikat. Biro Program Informasi Internasional
Departemen Luar
Negeri A.S
Sundoro, Hadi. 2012. Sejarah Amerika Serikat. Jember : Jember
University Press
0 komentar:
Posting Komentar