KOLONI-KOLONI
DI AMERIKA
Pada
akhir abad ke-17 telah terdapat 250.000 kaum kolonis di wilayah koloni milik
Inggeris di Amerika. Pada tahun 1776 jumlah tersebut telah meningkat menjadi
2,5 juta penduduk. Pertumbuhan penduduk yang sepat secara alami dan ditambah
dengan gelombang migrasi dan Eropa menyebabkan terjadinya perubahan sosial
dalam masyarakat koloni Amerika. Selama periode ini kaum kolonis mengembangkan
struktur sosial yang lebih canggih yang didasarkan atas semangat kapitalisme
perdagangan. Pusat-pusat pemukiman yang berkembang menjadi pusat perdagangan
dan perkotaan seperti Boston, Philadenphia, New York, Charleston dan Boston
menandai bangkitnya koloni Amerika sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia. Pada
tahun 1776 masyarakat koloni Amerika telah berkembang menjadi masyarakat yang
lebih makmur dan majemuk. Namun demikian, menjelang meletusnya Revolusi Amerika
tahun 1776 setiap koloni menampilkan cirinya yang berbeda-beda dan tidak lagi
bisa memperthankan struktur sosial tradisional. Karena tekanan penduduk maka
setiap koloni berusaha menyelesaikan masalah sosialnya dengan caranya sendiri.
KEHIDUPAN KOLONI INGGRIS
DI AMERIKA
1. Migrasi Kaum Puritan
ke Amerika
Migrasi sekelompok
penganut agama dari Inggris ke benua Amerika berkaitan dengan konflik dalam
kehidupan agama di Inggris. Perpecahan hubungan antara gereja di Inggris dengan
Gereja Katholik Roma pada masa Henry Vin (1509-1547) telah mengubah tatanan
keagamaan di Inggris yang disusul dengan perubahan-perubahan kebijaksanaan yang
dilakukan oleh raja-raja seterusnya. Raja Edward VI (1547-1558) mencoba
menerapkan Protestanisme dalam kehidupan agama. Sedangkan anak Henry yang
bernama Mary (1553-1558) mencoba mengembalikan kehidupan agama Katholik di
bawah pengaruh Paus di Roma. Sedangkan Elizabeth I (1558-1603) mencoba mencari
jalan tengah antara ajaran Katholik dengan Protestan. Sikap Elizabeth ini sama
dengan Henry VIII yang menempatkan Raja Inggris sebagai pemimpin Gereja Inggris
tetapi masih mengakui beberapa prinsip ajaran Katholik, kecuali kepemimpinan
Paus di Roma. Selama pemerintahan Mary, banyak penganut Protestan meninggalkan
Inggris menuju daratan Eropa untuk menghindari penyiksaan. Ketika Elizabeth
naik tahta tahun 1553, mereka kembali ke Inggeris dan menuntut agar sikap
kompromi Ratu Elizabeth terhadap tradisi Katholik yang masih dianutnya
dihapuskan. Kelompok penganut Protestan "radikal" yang kemudian
dikenal dengan Puritan tersebut menginginakan adanya reformasi dan pembersihan
gereja Inggris dari pengaruh Katholik Puritan sebagai aliran agama mendapat
dukungan yang luas dari berbagai kalangan mulai dari orang-orang Inggris yang
tidak puas dengan keadaan sosial saat itu seperti pengangguran, perampasan
tanah akibat esclosure, serta para pedagang dan kaum aristokrat yang mengalami
kesulitan ekonomi akibat inflasi. Dalam menjalankan kehidupan agamanya, mereka
menghendaki pentingnya memelihara ketertiban dalam beragama dan kehidupan
sosial. Para penganutnya percaya bahwa Puritan bukan hanya mampu menjelaskan
pengalaman-pengalaman religius penganutnya melainkan juga bisa dijadikan alat
untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Karena rasa tidak puas dengan kondisi
di Inggris tersebut sebagian penganut Puritan memilih berimigrasi ke benua baru
Amerika, terutama New England.
2. Kultur Wilayah
Koloni
Selama
masa kolonial Inggris di Amerika Utara samapai dengan menjelang terjadinya
Revolusi Amerika pada 1776, Inggris memiliki daerah Quebec dan Navo Scotia yang
kemudian dijadikan propinsi, terletak di Kanada. Selain itu Inggris juga
memiliki daerah-daerah asli sebanyak 13 koloni yang kemudian dijadikan 13
provinsi. Adapun ke-13 koloni itu nantinya akan menjelma menjadi negara apa
yang kita kenal dengan Amerika Serikat.
Berdasarkan pendekatan geografis
sejarah Amerika maka pada masa kolonial sampai terjadinya perang saudara di
Amerika Serikat (1861 – 1865) wilayah itu menjadi dua wilayah besar, yakni
wilayah yang terletak di bagian selatan dan utara. Pembagian wilayah tersebut pada masa koloni
memudahkan untuk mengetahui berbagi perbedaan antara kultur masyarakat di kedua
wilayah tersebut.
Penduduk koloni Selatan tidaklah
sebesar di koloni Utara (New England), tetapi lebih besar dibandingkan dengan
koloni di bagian Tengah. Pada abad ke-18 (tahun 1725), penduduk Virginia
sebagian besar terdiri dari sebagian orang Inggris dan Negro. Banyak penduduk
yang berdatangan dari daerah Pennsylvania menuju ke arah Selatan setelah tahun
1725. Timbulnya perbudakan di Selatan
pada masa koloni mempengaruhi kultur pada kolonis terhadap status
orang-orang Negro yang sebagian besar menjadi budak. Jumlah penduduk yang
berasal dari orang-orang kulit hiatam itu di koloni Selatan seperti North
Carolina, Georgia dan juga Maryland, kesemuanya hampir merata.
Pemukiman koloni di Carolina
berkaitan dengan pemukiman para kolonis Inggris setelah mereka berhasil
mendirikan kota Jameston di Virginia. Dalam perkembangan koloni Carolina,
setelah dihuni lebih dari setengah abad, maka kemudian pada 1729 wilayah itu
dibagi menjadi dua bagian, yakni North Carolina dan South Carolina. Para
pemukim di North Carolina sebagian besar terdiri dari para petani miskin dengan
beberapa budaknya. Mereka hidup dalam rumah-rumah yang sederhana terbuat dari
bahan kayu dam mereka menanam tembakau untuk dikirim ke negeri induk.
Dalam 1763, ibu kota South Carolina,
Charleston, dihuni penduduk sebanyak 10.000 warga. Di Maryland dan Virginia
hasil panen utama adalah tembakau, setiap tahun berhasil memanen sebanyak 100
juta pound di ekspor dari daerah Chesapeake. Di South Carolina, hasil utamanya
berupa padi dan nila. Ekonomi di North Carolina menghasilkan berbagai
diversifikasi hasil pertanian, banyak dijumpai tanah-tanah pertanian kecil yang
merupakan karakteristik dibanyak koloni. Di koloni Selatan seperti Maryland dan
Virginia terdapat hasil tambang besi.
Kultur Koloni Selatan
Selama abad ke-17 Amerika merupakan
representasi dari kultur sebaik seperti politik dalam pemerintahan negara Induk
Inggris. Berbagai kebutuhan hidup sehari-hari para kolonis dibantu oleh negara
induk. Pertumbuhan kehidupan intelektual terkendala oleh berbagai faktor.
Kontak di antara koloni satu dengan koloni lain belum intensif, masih banyak
tertuju pada kepentingan negara induk. Kehidupan koloni wilayah Selatan
terbesar adalah mengantungkan pada bidang pertanian dan perkebunan lebih
berfokus pada status propinsi milik Inggris.
Masyarakat pemilik perkebunanan di
Selatan terdiri dari ratusan keluarga yang berasal dari kaum aristokrat. Mereka
terpusat di pemukiman pantai Teluk Chesapeake dan di dataran rendah South
Carolina. Mereka merupakan kaum elit dalam masyarakat perkebunan, kelas sosial
mereka didasarkan pada kekayaan, utamanya kepemilikan tanah-tanah perkebunan
dan para budak. Mereka merasa sebagi ras yang super diperoleh secara turun
temurun. Superioritas ras mulai muncul sebagai konsekuensi dari daerah
perkebunan dengan menggunakan tenaga-tenaga budak. Muncul apa yang dinamakan
teori ras yang isinya bahwa kedudukan orang kulit putih dalam masyarakat lebih
tinggi dan unggul dibanding dengan orang-orang non putih. Pada masa kolonisasi
Budak-budak Afrika yang "ditemukan" melalui "discovery"
pada abd ke-15 dan 16 dianggap dan diperlakukan sebagai ras yang rendah, tidak
beragama (Kristen) dan tidak beradab. Namun demikian, masuknya para budak ke
dalam agama Kristen tidak sendirinya mereka dibebaskan dari statusnya sebagai
ras yang dianggap rendah.
Ekologi kolonial wilayah Selatan
yang berbasis pada hasil pertanian dan perkebunan jelas mempengaruhi kultur
mereka. Hasil pertanian dan perkebunan itu sangat menguntungkan bagi pemerintah
kolonial Inggris. Cuaca wilayah Selatan mendukung terjadinya basis kehidupan
dari hasil pertanian perkebunan.
Virginia sebagai koloni pertama
Inggris di Selatan, pada 1619 telah menghasilkan tembakau mencapai 20.000 pound
dan pada 1688 mencapai 18 juta pound. Masyarakat di Selatan selain terdiri dari
para pemilik perkebunan, petani, budak-budak, juga didapati sebagian masyarakat
terdidik, para negarawan, dan pendeta. Mereka tetap mempertahankan keberadaan
lambaga perbudakan. Struktur sosial di Selatan yang berbasis ekonomi perkebuanan
menempatkan kelompok aristokrat sebagai the
ruling class Dibawah sistem aristokrasi di Selatan itu subtansinya adalah
dari kelas mengah, terdiri dari pemilik perkebunan biasa, petani kecil, para
saudagar dan pedagang kelompok profesional.
Daerah
Koloni-Koloni Inggris :
1). Jamestown (Virginia)
Koloni Inggris pertama yang bercokol
di Amerika Utara adalah Jamestown. Koloni ini yang kemudian berkembang menjadi
Viriginia. Virginia adalah nama yang diberikan untuk menghormati ratu Inggris
pada waktu itu – Elizabeth (the virgin queen). Nama Virginia diberikan
Elizabeth untuk memberi nama sebuah daratan yang tak tentu namanya di Amerika
Utara yang berbatasan dengan Laut Atlantik. Berdasarkan piagam yang diberikan
Raja James I kepada Persekutuan Virginia (atau London),kelompok yang terdiri
atas sekitar 100 orang berangkat ke Teluk Chesapeake pada 1607. Demi
menghindari konflik dengan Spanyol, mereka memilih tempat sekitar 60 kilometer dari
teluk ke hulu Sungai James. Terdiri atas orang kota dan petualang yang lebih
tertarik mencari emas daripada beternak, kelompok itu tidak dilengkapi dengan kesadaran
atau kemampuan untuk memulai kehidupan yang benar-benar baru di alam liar.
Diantara mereka, Kapten John Smith muncul sebagai figur dominan. Meskipun
menghadapi pertengkaran, kelaparan, dan serangan dari Pribumi Amerika,
kemampuannya dalam menerapkan disiplin mempertahankan kelangsungan koloni kecil
itu selama tahun pertamanya. Pada 1609 Smith kembali ke Inggris, dan akibat
ketidakhadirannya, koloni tersebut dikuasai anarki. Selama musim dingin 1609- 1610,
mayoritas koloni terserang penyakit. Hanya 60 dari 300 pendatang yang masih
hidup pada Mei 1610. Pada tahun yang sama, kota Henrico (sekarang Richmond)
dibangun lebih ke hulu Sungai James. Meski demikian, tidak lama setelahnya terjadi
perkembangan yang merevolusi ekonomi Virginia. Pada 1612 John Rolfe mulai
mengawinsilangkan biji tembakau yang diimpor dari Hindia Timur dengan tanaman
lokal dan menghasilkan varietas baru yang disukai oleh orang Eropa. Pengapalan pertama
tembakau ini tiba di London pada 1614. Dalam kurun waktu satu dekade, tanaman
ini menjadi sumber pendapatan utama Virginia. Namun kemakmuran tidak datang dengan
cepat, dan tingkat kematian akibat penyakit dan serangan Indian masih luar
biasa tinggi. Antara 1607 dan 1624, kirakira 14.000 orang bermigrasi ke koloni tersebut,
tetapi hanya 1.132 orang yang tinggal di sana pada 1624. Sesuai rekomendasi
komisi kerajaan, pada tahun itu raja Inggris membubarkan Persekutuan Virginia
dan menjadikannya sebagai koloni kerajaan.
Pada akhir abad ke-17 para petani
Virginia memusatkan pertaniannya pada tanaman tembakau sehingga dari kegiatan
pertanian tersebut Virginia mampu menjadi pusat penghasil tembakau berkualitas
tinggi dan menjadi pengekspor komoditi tersebut ke Inggeris. Para petani
Virginia lebih memilih menanam tembakau di sepanjang sungai yang lahannya subur
dan memudahkan melakukan pengangkutan dengan kapal-kapal milik Inggeris. Namun
demikian, ketika Virginia mengalami kelebihan produksi koloni ini mengalami
kerugian karena harga di pasaran jatuh. Ketika meletusnya revolusi Amerika,
banyak petani Virginia yang terbelit hutang terhadap para pedagang Inggeris.
Dalam mengembangkan perkebunan
tembakau para petani Virginia dihadapkan pada sulitnya memperoleh tenaga kerja.
Pada awal kolonisasi para pengusaha perkebunan Virginia menggantungkan pad
tenaga kerja dari Inggeris yang disebut sebagai pelayan atau servant. Pada
pertengahan abad ke-18 perbudakan merupakan bagian dari sistem sosial di
Virginia. Jumlah budak mencapai sepertiga dari seluruh penduduk Virginia. Elit
politik di Virginia yang berasal dari kalangan aristokrat menguasai tanah yang
luas dan mempekerjakan budak-budak.
2).
Maryland
Salah satu pemegang saham Virginia
Company, George Calvert, Lord Baltimore, mempunyai ide untuk menguasai koloni
tersebut sendiri. Ia sendiri masuk ke agama Katolik Roma, Calvert mempunyai pemikiran besar untuk membangun
perumahan dan mendirikan tempat perlindungan bagi orang – orang penganut
Katolik Roma, korban diskriminasi politik di Inggris.
Pada 1632 keluarga Katolik Calvert
mendapat piagam untuk tanah di utara Sungai Potomac dari Raja Charles I di
tempat yang sekarang bernama Maryland. Karena piagam tersebut tidak menyatakan pelarangan
pendirian gereja non-Protestan, koloni itu menjadi tempat berlindung bagi orang
Katolik. Kota pertama Maryland, St. Mary’s, didirikan pada 1634 di dekat muara
Sungai Potomac yang mengalir ke Teluk Chesapeake. Sembari membangun tempat
berlindung bagi orang Katolik, akibat meningkatnya penganiayaan oleh gereja
Anglikan di Inggris, kaum Calvert juga tertarik untuk menciptakan pemukiman
yang menguntungkan. Dalam rangka mencapai tujuan itu dan menghindari masalah
dengan pemerintah Inggris, mereka juga mendorong imigrasi kaum Protestan.
Piagam kerajaan Maryland memiliki campuran
elemen feodal dan modern. Di satu sisi keluarga Calvert memiliki kekuasaan
untuk menciptakan wilayah bangsawan. Di sisi lain, mereka hanya dapat membuat hukum
dengan persetujuan orang bebas (pemilik properti). Mereka mendapati bahwa untuk
menarik penduduk—dan mendapat untung dari lahan mereka—mereka harus menawarkan
lahan pertanian kepada orang-orang, bukan hanya lahan sewa di wilayah
bangsawan. Sebagai akibatnya, muncul sejumlah pertanian mandiri. Pemiliknya
menuntut hak suara dalam perkara-perkara koloni. Legislatur pertama Maryland mengadakan
sidang pada 1635.
3).
Georgia
Georgia adalah koloni terakhir yang kemunculannya sangat
unik. Koloni ini dibangun bukan atas badan hukum,bukan atas kepemilikan, bukan
dituntutn untuk tujuan mencari keuntungan, dan juga bukan dimaksudkan sebagai
tempat pembuangan orang-orang picik. Tujuan utamanya adalah sebagai tempat
untuk memenjarakan orang-orang Inggris yang berhutang, dan untuk membangun
benteng pertahanan guna melawan orang-orang Spanyol yang berada di selatan
daerah perbatasan Inggris Amerika.
Piagam dari George III (1732)
memindahkan tanah di antara Savannah dan Sungai Altamaha kepada pemerintahan
Jenderal James Oglethrope dan wakilnya untuk periode 21 tahun.. Kebijakan di
koloni ini adalah untuk memenuhi kebutuhan akan keamanan militer. Dan koloni ini dijaga agar kondisinya tetap.
Maka, orang-orang Negro dan budak dilarang masuk ke koloni ini, dan juga
orang-orng Katolik Roma, guna mencegah
bahaya yang ditimbulkan oleh situasi pada masa-masa perang, dan
persekongkolan dengan musuh. Perdagangan
dengan orang Indian pun diatur secara ketat, rum dilarang, untuk mengurangi
masalah dengan Indian.
Koloni yang berdekatan dengan
Florida ini, atau malah mungkin masuk tapal batas Florida yang diduduki
Spanyol, dipandang sebagai tameng terhadap penyerbuan Spanyol. Namun Georgia
juga kualitas unik yang lain: Jendral James Oglethrope yang memipin benteng
Georgia adalah seorang tokoh pembaharu yang sengaja membuat tempat penampungan
di mana kum miskin dan para mantan narapidana diberi kesempatan baru.
Sebelum dua puluh satu tahun dari
masa perwalian berakhir, aturan melawan perkebunan besar, budak, dan rum
dihapuskan, dan setelah 1750 Georgia telah berdiri di sepanjang garis yang
sejajar dengan Carolina Selatan.
4).
Carolina
Enam dari tiga belas koloni
terakhir berasal sebelum perang saudara di Inggris pada tahun 1640an, yang
menghentikan kegiatan kolonisasi di luar negeri. Kemudian pada tahun 1660
Charles II kembali dari pengasingannya untuk memerintah sebagai Raja Merry dan
mendapat hadiah sebagai orang istana yang agung di Dunia Baru. Ia tidak hanya
diakui dengan piagam kerajaan, tetapi juga diberikan kepadanya koloni tambahan:
Carolina Utara, Carolina Selatan, New York, New Jersey, Pennsylvania, dan
Delaware.
Carolina (menurut bahasa Latin
Carolinus, berarti Charles), sebagian diperoleh seperti Maryland yang
diperoleh dari daerah Virginia, dihadiahkan oleh Charles II
untuk suatu kelompok dari delapan kelompok favoritnya, para politikus
terkemuka, diantara dari mereka yang paling aktif dalam urusan-urusan Carolina
adalah Anthony Cooper, Lord Ashley. Di
dalam piagam berturut-turut tahun 1663 dan 1665 delapan orang ini menerima hak
bersama atas seluruh wilayah yang berada di antara garis lintang 29’ dan 36’
30’. Seperti halnya Lord Baltimore di Maryland, mereka berharap memperoleh
keuntungan sebagai tuan tanah dan spekulan tanah, menjual atau menghadiahkan
lain-lain dalam bidang kecil, dan menarik pembayaran tahunan. Terdapat dua
areal pemukiman yang terpisah, satu di utara dan satunya lagi di selatan
Semenanjung Fear. Setelah dua wilayah
diperlakukan sebagai satu koloni, dengan gubernur yang sama, pada akhirnya
pemilik modal menjadikan sebagai koloni terpisah pada tahun 1712, masing-masing
dengan gubernur yang berbeda sebagai pemiliknya.
Carolina Utara dan Carolina Selatan
mempunyai karakteristik dan sejarah yang agak berbeda. Penghuni pertama di Carolina Utara
berasal dari tanah koloni lain-sedikit
dari New England, sebagian besar berasal dari Virginia. Perintis ini
menunjukkan tanda-tanda lalai oleh si pemilik, yang telah memberikan
perhatiannya ke separuh selatan dari miliknya. Di Carolina Selatan pemiliknya
melihat kepada pembangunan kota
Charleston, dengan dermaga, benteng, rumah-rumah yang baik, dan jalan-jalan yang lebar.
Beberapa dari pemimpin-pemimpin awal koloni dan beberapa penduduk pertamanya
berasal dari perkebunan tebu yang mengalami kemunduran di India Barat Inggris,
khususnya Barbados. Perkebunan yang makmur
dibangun di tanah daratan, dan jumlah penduduk tumbuh lebih cepat di sini
dibandigkan di utara Tanjung Fear.
Pada tahun setelah penghadiahan
Carolina Charles II dilimpahi seluruh wilayah yang terbentang antara
Connecticut dan Sungai Delaware oleh saudaranya Duke of York tahun 1664 (
setelah itu Raja James II). Sebagian
besar dari daratan ini agaknya menjadi milik Massachussetts Bay Company atas
atas hadiah perusahaan laut ke laut. Seluruh kawasan telah diklaim oleh
Belanda, yang telah menanamkan beberapa poin strategis di dalam kawasan tersebut.
Republik Belanda, setelah berhasil
mencapai kemerdekaan dari Spanyol, segera membangun karirnya dalam perdagangan
luar negeri dan mebangun kekaisaran di Asia, Afrika, dan Amerika. Untuk
memperoleh keabadian dalam beberapa urusan, Perusahaan India Barat Belanda
mulai membangun perkampungan, mengangkut seluruh keluarganya dalam sebuah
perjalanan sampai yang disebut New Netherland pada tahun 164, dan kemudian
menawarkan model’patron’ yang akan membawa lebih banyak imigran guna bekerja di
tanah tersebut. Membangun koloni New Netherland.
Di bawah sistem patron, setiap
pemegang saham atau patron yang dapat membawa 50 orang dewasa ke lahannya dalam
jangka waktu empat tahun, akan mendapat tanah sepanjang 25 kilometer di tepi
sungai, hak eksklusif untuk memancing dan berburu, dan kekuasaan hukum perdata
serta pidana di tanahnya. Sebagai imbalannya, ia menyediakan ternak, alat
pertukangan, dan bangunan. Para penyewa mesti membayar sewa dan memberi pilihan
pertama kepada sang patron untuk membeli kelebihan panen.
Lebih jauh lagi ke arah selatan,
sebuah perusahaan dagang Swedia yang punya ikatan dengan Belanda berupaya
membangun hunian pertamanya di sepanjang
tepian Sungai Delaware tiga tahun kemudian. Tanpa sumber kekayaan untuk
mengukuhkan posisinya, New Sweden dengan cepat terserap ke dalam New
Netherland, dan kelak ke dalam Pennsylvania dan Delaware.
Teluk
Massachussetts bukan satu-satunya koloni yang digerakkan oleh motif agama. Di
tahun 1681, William Penn, seorang Quaker yang kaya raya dan merupakan teman Raja
Charles II, menerima hibah tanah luas di sebelah barat Sungai Delaware, yang
kelak dikenal sebagai Pennsylvania. Untuk membantu mengisi kawasannya, Penn
aktif merekrut orang-orang yang telah memisahkan diri dari gereja resmi di
Inggris dan Eropa. Mereka adalah penganut Quaker, Mennonite, Amish, Moravian,
dan Baptis. Ketika Penn tiba tahun berikutnya, sudah ada penghuni Belanda,
Swedia, dan Inggris yang tinggal sepanjang tepi Sungai Delaware. Di sinilah ia
mendirikan Philadelphia, ‘Kota Persaudaraan’.
Saat
menjalankan kepercayaannya, Penn digerakkan oleh naluri persamaan hak yang
sering tidak ditemukan di koloni-koloni lain di Amerika pada masa itu. Maka,
kaum wanita di Pennsylvania sudah mempunyai hak-hak jauh sebelum wanita di
bagian lain Amerika. Penn dan para pembantunya juga sangat memperhatikan
hubungan baik koloni dengan suku Indian Delaware, dengan memastikan suku Indian
dibayar untuk setiap lahan yang dihuni oleh orang-orang Eropa.
Masyarakat dan
Ekonomi di Koloni Selatan
Koloni-koloni di Selatan memiliki
satu keunikan yang menguntungkan menyangkut masalah iklim. Hasi pertanian
perkebunan masyarakat koloni di Selatan untuk kepentingan negeri induk.
Virginia sebagai suatu wilayah Selatan sangat terkenal hasil perkebunannya
memang didukung selain faktor iklim juga kesuburan tanah.
Dalam 1614 para kolonis Selatan
mendirikan maskapai perdagangan oleh pemerintah negara induk usaha itu disambut
baik. Ketika Virginia telah menjadi koloni kerajaan pada 1624, negara induk
mulai mengangkat seorang gubernur sebagai wakil kerajaan di koloni. Gubernur
bersama the house of burgessts, semacam
dewan pembuat undang-undang koloni telah melakukan pertemuan rutin untuk
membahas pengaturan pemerintahan kolonis.
Bagaimana pun juga, pemerintahan
Inggris tetap berpegang teguh bawah basis ekonomi wilayah Selatan adalah
merupakan pasar yang baik bagi kepentingannya, disamping pula harus
meningkatkan hasil-hasil produksinya di Selatan. Maka, pemerintah kolonial
Inggris segera menginstruksikan pembukaan lahan-lahan baru untuk komoditi
tembakau.
Dalam masyarakat yang berbasis pada
sistem ekonomi perkebunan sangat bergantung pada kebutuhan tenaga kerja.
Perkebunan sebagai lembaga ekonomi bagi koloni-koloni Selatan, merupakan sumber
penghasilan dari kemakmuran bagi wilayahnya. Sistem ekonomi perkebunan yang
mulai tumbuh di masa koloni merupakan suatu penghidupan yang terpenting. Selama
masa koloni hagra tanah relatif murah.
Sistem ekonomi perkebunan dengan
dasar perbudakan merupakan solusi bagi wilayah Selatan dalam mengatasi
kebutuhan tenaga kerja. Maka, keperluan untuk mengimpor tenaga kerja (budak)
didatangkan dari wilayah Afrika. Berbagai tanaman yang dihasilkan di wilayah
itu diantaranya tembakau, kapas, nila dan gula. Dalam masyarakat perkebunan
para pemilik perkebunan mempunyai peran penting dalam mengambil keputusan
politik, sosial, dan kultral.
Konsekuensi logis dari solusi
kebutuhan tenaga kerja perkebunan di koloni Selatan, melahirkan terjadinya
lembaga perbudakan. Impor budak ke wilayah koloni Selatan dimulai pada 31
Agustus 1619, oleh John Rofle seorang bangsawan Belanda yang telah menjual 20
orang negro ke Virginia.
Dalam masyarakat koloni Selatan
terdapat kelompok-kelompok pekerja tangan. Walaupun mendapat upah yang lebih
tinggi dan status sosialnya lebih baik darai pada pekerja tangan yang berada di
Inggris atau Eropa, mereka sering kali beralaih menjadi seorang petani. Karena
kepemilikan tanah memberi prestis tersendiri dan hal tersubut mudah untuk
dicapai.
Kultur Koloni Utara (New England)
Di koloni-koloni
utara atau daerah New England, sepereti halnya
di daerah tengah dan selatan periode ekspansi konomi ditandai dengan
terbentuknya stratifikasi sosial baru. Namun demikian, berbeda dengan
koloni-koloni di daerah tengah dan selatan, koloni-koloni utara pada zaman
kolonisaasi tidak diikuti dengan gelombang migrasi susulan dari Eropa dalam
jumlah besar. Pertumbuhan penduduk lebih disebabkan karena jumlah kelahiran
daripada migrasi pada daerah yang iklimnya mirip di Inggeris tersebut.
Pertumbuhan penduduk yang cepat tersebut menyebabkan daya dukung daerah koloni
menjadi berkurang. Sebagian penduduk yang tinggal di perkotan tidak memiliki
tempat tinggal yang memadai dan hidup menganggur. Stratifikasi sosial dengan
jelas terlihat di Boston dimana masyarakat terbagi tiga antara kelompok
pedagang aristokrat kaya yang mendominasi perekonomian daerah koloni pada
strata atas, para pekerja perkotaan menempati strata tengah dan penduduk kota
yang miskin pada lapisan bawah, Kepadatan penduduk dan stratifikasi sosial
seperti ini mendorong sebagian penduduk New England genrasi ketiga dan keempat
untuk bermigrasi ke daerah perawan di belahan barat Amerika Utara untuk mencari
pemukiman dan kehidupan ekonomi baru.
Walaupun terdapat perbedaan regional di
antara daerah-daerah koloni, terdapat persamaan dalam struktur sosial
koloni-koloni Inggeris. Pada pertenghan abad ke-18 elit local muncul pada semua
daerah koloni. Berbeda dengan pemimpin sosial pada abad sebelumnya, kelompok
elit ini menampilkan sikip hormat terhadap kelompok masyarakat bawah. Walaupum
perbedaan status sosial (gap) antara masyarakat kelas atas dan bawah tidak
begitu nampak dalam masyarakat koloni Amerika dibandingkan dengan di Inggeris,
sebagian besar kaum kolonis menyadari pentingnya menjaga status sosial mereka.
Sebagai contoh, College Harvard dan Yale meranking siswa berdasarkan kedudukan
keluarga bukan atas dasar prestasi belajar. Di kota kota pelabuhan kaum
aristokrat pedagang meniru penampilan kaum aristokrat Inggeris dan membangun
rumah dengan gaya kaum aristokrat Inggris.
Sebagian kecil kaum kolonis dapat
meningkatkan status sosialnya sebagai kelas atas dengan menjadi kelompok kaya.
Sebagian besar orang kaya kulit putih masih mencita-citakan memiliki status
sosial lebih tinggi lagi dan oleh karena itu mereka tidak terlalu mempersoalkan
keberadaan stratifikasi sosial. Sebagian besar kaum kolonis berada dalam status
golongan menengah yang memiliki tingkat kemakmuran yang baik. Di daerah
koloni-koloni selatan, para petani penanam tembakau mengolah lahannya sendiri
sambil tetap mempekerjakan budak. Sedangkan di New England dan koloni tengah
petani-petani mandiri banyak terdapat di sana dan sebagian di antaranya tinggal
di kota dengan menampilkan gaya hidup golongan menengah. Sebagian besar
golongan bawah jaman kolonial berasal dari kalangan pekerja tepas harian,
pelaut, nelayan yang tidak banyak memiliki harta benda. Masuk ke dalam kelompok
ini juga adalah budak negro, para pelayan serta golongan yang menjadi korban
rasialisme dan diskriminasi ekonomi. Selama abad ke-18 kelompok ini mengalami
kesulitan dalam melakukan mobilitas sosial. Dari kelompok ini pula sering
muncul gerakan sosial yang menentang golongan elit penguasa merkantilisme
ekonomi koloni. Konflik antar golongan sosial seringkali berpengaruh terhadap
timbulnya konflik antar etnis Jerman dengan Skotlandia-Irlandia, Inggris,
Quaker dan penguasa Anglikan. Sedangkan kerusuhan di perkotaan sering kali
disebabkan karena masalah kriminal, pengangguran dan protes sosial terhadap
kemapanan. Namun demikian, kerusuhan masalah roti (Bread riots) di Boston tahun
1710,1713, 1729, dan kekerasan dalam pemilihan elit politik di Philadelhia
tahun 1742, kerusuhan di New Port dan Norfolk bukan hanya berdimensi sosial
melainkan juga politik. Kekerasan sosial politik tersebut mencapai puncaknya
dalam Stamp Act (1765-1766) dan Pembantaian Boston atau Boston massacre (1771).
Pada umumnya kehidupan para kolonis di
bagian Utara mereka terdiri dari ayah, ibu, serta para keluarganya. Pada awal
kehidupannya, ayah dan putra laki-lakinya mengerjakan ladangnya, menanam dan
memetik hasil tanahnya, disamping pula ada kegiatan berburu dan menangkap ikan.
Mereka juga berternak , membuat dan memperbaiki rumah.
Kultur yang mendasarkan pada basis
kehidupan pedagangan dan industri yang baik di koloni-koloni Utara terutama New
England dalam menyikapi terhadap keberadaan orang-orang kulit hitam di Amerika
sangat berbeda dengan pandangan dari kolonis di Selatan. Mereka menentang sikap
dan tindakan warga koloni Selatan terhadap perbudakan kepada tenaga budak. Mereka
beralasan bahwa perbudakan jelas melanggar sendi-sendi demokrasi. Teori
demokrasi berlaku bagi seluruh warga koloni di Amerika tanpa memandang
perbedaan ras, kepercayaan, bangsa ataupun bahasa.
Daerah
koloni-koloni di Utara :
1).
New England
New England adalah nama yang
diberikan oleh Kapten John Smith, yang telah menjelajahi pantai tersebut dan
menerbitkan sebuah laporan, termasuk mengambarkan petanya. Hak untuk menguasai
wilayah tersebut telah berlalu bagi kelompok pedagang Plymouth pada waktu yang
bersamaan (1606) kelompok London mendapatkan keuntungan dari kolonisasi di
Selatan. Setelah usaha bertanam di muara
Sungai Kennebec gagal, perusahaan Plymouth mereorganisasi sebagai Dewan atas
New England, suatu badan hukum dalam real estate daripada sekedar memajukan
perdagangan. Dewan tersebut memindahkan tanah-tanahnya menjadi milik individual
dan perusahaan-perusahaandalam serangkaian dana bantuan yang tumpangtindih dan
membingungkan. Hal ini, tetap atau berubah tergantung dana bantuan langsung
dari Raja, asal saja dasar untuk semua koloni yang muncul di New England –
Massachussetts (termasuk Plymouth dan Maine), Connecticut, Rhode Island, serta
New Hampshire.
Sebagian besar dari penduduk koloni
New England dan hampir seluruh koloni adalah kaum Puritan, yang mempunyai motif
keagamaan kuat yang sama kuatnya dengan motif ekonomi waktu meninggalkan
inggris untuk bermukim di seberang lautan.
Di wilayah New England pada masa
kolonial sering terjadi perikaian antara sekte-sekte agama Nasrani sebagai
pewaris darinegara induk. Berbagai pertikaian itu terjadi pada orang-orang
Katholik, Anglikan, Presbyterian dan Prostestan. Sumber pertikaian banyak
menyangkut pada masalah keyakinan agama yang dipeluk.
Peristiwa yang paling mencolok dalamsejarah
New England adalah dibentuknya Konfederasi New England 1643 yang anggotannya
terdiri dari Connecticut, New Heaven, Plymouth dan Massacusettes. Tujuan
dibentuknya Konfederasi itu adalah untuk menggalang kekuatan dalam mengahadapi
ancaman dari orang-orang Indian terutama bangsa Narragansett. Disamping pula
mewaspadai anacaman dari Prancis dan Belanda terhadap wilayah ini.
Ekologi wilayah New England
berdasarkan sitem ekonomi perdagangan dan industri. Pada tahun 1763, sebagian
besar masyarakat New England masih sebagai petani, tetapi memulai banyak pula
yang menjadi pedagang, ahli teknik, pelaut, nelayan, dan pengusaha.
Keberhasilan memanfaatkan potensi hasil laut, warga New England mengembangkan
jalur perdagangan maritim yang intensif. Struktur masyarakat New England
keberadaan kelompok aristokrat tidaklah dominan.
2).
Massachusetts
Pada 1629, sekelompok orang Puritan
dan para pedagang meyakinkan Raja Charles I agar memberikan dana bantuan untuk
memperoleh daerah baru bagi kongsi perdagangannya yang disebut Massachusetts Bay Company, wilayah itu
untuk suatu pemukiman terdapat disebelah uatara koloni Plymouth. Sebenarnya,
awal perjalanan orang-orang Puritan sudah mulai berlayar sekitar 1619 telah
sampai di New England dengan menumpang dua buah kapal maisng-masing bernama the
Speedwell dan the MayFlower , pada 5 Agustus 1619.
Sebelum Massachusetts resmi menjadi
koloni kerajaan pada 1691, koloni tersebut dikuasai para pemuka agama Puritan
dengan bantuan sebagian para pedagang. Perlu diketahui, bahwa kedudukan agama
dalam kehidupan masyarakat kolonial menjadi dasar pembangunan koloni, umumnya
menjadi pegangan kuat dalam masyarakat dan pemerintahan. Agama dan gereja di
wilayah Amerika Utara memperoleh tempat yang terkemuka.
Dalam periode 1629-1640,
Persekutuan Dagang yang dimotori oleh para pedagang Lomdon sangat giat
mengadakan pelayaran menuju ke Teluk Massachusett. Para kolonis dengan
disponsori oleh para pemuka agama berhasil menyusun suatu kota koloni sebagai
ibukota Massachusett adalah yakni Boston.
3).
Rhode Island
Tidak
semua orang menyukai hukum kolot dan kaku dari kaum Puritan. Salah seorang yang
pertama kali berani menentang Pengadilan Umum secara terbuka adalah pendeta
muda Roger Williams. Ia keberatan atas perampasan tanah suku Indian yang
dilakukan secara semena-mena oleh pihak koloni dan hubungan koloni dengan
Gereja Inggris.
Setelah lima tahun kedatangannya di
Plymouth, Roger Williams beserta pendukungnya mulai membangun kota di Rhode
Island. Kota Providence sebagai ibukota propinsi berhasil dibangun pada 1636.
Seperti halnya wilayah propinsi-propinsi wilayah koloni Inggris Rhode Island
sebagai area pertanian dan perkebunan. Roger Williams dikenal sebagai pendiri
Gereja Baptis Amerika hal tersebut berhasil dilakukan pada 1638. Pendirian
gereja itu dimaksudkan untuk mempromosikan dengan teologis Calvinst orang-orang
turunan yang pernah dianutnya sampai akhir hayatnya.
4).
Connecticut
Latar belakang orang-orang Connecticut
berasal dari para imigran yang sebagian besar berasal dari kelompok Puritan.
Rupannya motif ekonomi lebih banyak mendorong terjadinya migrasi sebelum
melakukan penjelajahan ke New England itu. Dibawah pimpinan Thomas Hooker
rombongan meminta izin pada pemerintahan Inggris untuk melakukan migrasi pada
1634. Pada tahun 1636 berhasil menemukan Connecticut.
Dipimpin oleh Thomas Hooker, mereka
mengorganisasikan pemerintah koloni di Connecticut pada 1637 sebagai respon
dari ancaman orang-orang Indian suku Pequot, yang hidup disebalah timur sungai Connecticut.
Connecticut sebagai sebuah koloni
Inggris mulai diorganisasikan dengan baik. Pada 1639, pemerintah kolonial di Connecticut
mulai menyusun peraturan yang disenut dengan “ Fundamental Orders Connecticut “ berisi sekumpulan undang-undang
untuk menata pemerintahan. Dibentuk suatu Majelis Umum (General Court) yang anggotanya terdiri dari para wakil kota,
dipimpin oleh seorang gubernur dan wakilnya, mereka dipilih secara berkala.
Pemerintahan orang-orang Puritan di Connecticut memiliku undang-undang yang
liberal, mereka menolak hak veto gubernur yang dianggap sebagi representasi
dari pemerintahn kolonial Inggris. Dewan gereja orang-orang Puritan ikut
mengawasi samapai terciptanya Piagam Kerajaan tahun 1691. Piagam Kerajaan 1691
memuat mengenai tuntutan kaum Dissenters agar terjadinya rasa toleransi The Glorious Revolution, hal itu
menghasilkan rentetan dari undang-undang yang disebut Toleration Art.
5).
New Hampshire
New Hampshire sebagai suatu koloni
juga terdapat di wilayah New England. Tokoh terkemuka dalam koloni itu
disebut-sebut nama Sir Verdinando Gorges dan Kapten John Manson yang pada 1622
telah berhasil mempersembahkan koloni ini kepada pemerintahan Inggris. Wilayah
ini terletak di lingkungan Sungai Pistacaqua. Antara kedua tokoh itu bersepakat
bahwa pada 1629 membagi wilayah itu, Mason mengambil bagian sebelah selatan
yang ia namakan New Hampshere. Dalam 1630 mulai masuk imigran ke wilayah New
Hampshire. Dalam perkembangannya, pada 1691 berhasil didirikan kota koloni
yakni Kota Concord sebagai ibukota Koloni New Hampshire.
Masyarakat dan
Ekonomi di Utara (New England)
Pemerintah
dan pola-pola tanah pemukiman
dikelolah orang-orang Puritan di New Engalnd yang berideologi pada konsep
Calvinist. Pendidikan dan agama diberikan tempat yang spesial dan penting dalam
kehidupan. Gereja dan negara bersatu menghasilkan pendidikan umum.
Berbagai hasil pertanian dan
perkebunan dihasilkan oleh petani di New Engaland seperti gandum, barley, oats
(sejenis gandum) beberapa ternak seperti babi dan biri-biri. Pembuatan
kapal-kapal di New Engaland didorong oleh melimpahnya kekayaan potensi laut
dengan banyaknya ikan yang berhasil ditangkap.
Dalam bidang pendidikan di
masyarakat New England pendidikan sekolah sudah menunjukkan kedisiplinan yang
diberikan guru. Dalam bidang seni di New England bagaimanapun unsur-unsur
budaya lama dari negeri induk telah mempengaruhi karya seni meraka.
Koloni di New England mempunyai
hubungan tersendiri dalam menyususn pmerintahan lokal. Di koloni ini mencatat
cara tersendiri dalam menyusun suatu pemerintahan. Dasar utama menyusun
pemerintahan adalah pada keberadaan kota, memebawahi desa-desa dan sekelilingnya.
Pemerintah lokal berupa pemerintah kota karena berperannya kaum Yankee.
Kultur Koloni Bagian Tengah
Di koloni
bagian tengah kaum kolonis memusatkan kegiatan
ekonominya pada sektor pertanian terutama biji-bijian, babi dan sapi yang dapat
dieskpor ke West Indies. Hasil pertanian tersebut dapat meningkatkan kemakmuran
bukan hanya para petani di daerah pertanian yang subur melainkan juga para
pedagang di perkotaan seperti New York dan Philadelphia.
Namun demikian tidak semua kaum kolonis
di daerah itu memperoleh kemakmuran. Sebagian di antara mereka tetap miskin
seperti hainya ketika hidup di negeri asalnya. Kondisi ini telah menciptakan
struktur sosial baru. Penguasa Inggeris di New York, seperti hainya penguasa
Belanda sebelum mereka, memberikan hak penguasaan tanah kepada tuan-tuan tanah
kaya. Sebagian petani berperan sebagai penyewa terhadap tuan-tuan tanah
sehingga terbentuklah kelas petani penyewa tanah. Sedangkan di perkotaan,
selain dihuni oleh golongan aristokrat dan pedagang juga terdapat kelas pekerja
yang tidak memiliki ketrampilan. Kelompok terakhir ini menempati lapisan sosial
paling bawah dan sulit melakukan mobilitas sosial setelah relasi sosial dengan
elit politik dan pedagang kaya tertutup bagi mereka. Perkawinan anak keluarga
elit politik dengan anak keluarga pedagang pengusaha kaya telah memperkuat
aliansi di antara mereka untuk mengontrol institusi politik daerah koloni.
Selain pertanian kehidupan
masyarakat koloni di Bagian Tengah juga mendasarkan pada sektor pedagangan dan
industri. Koloni-koloni yang termasuk wilayah Bagian Tengah adalah propinsi New
York, New Jersey, Pensylvania dan Delaware. Penduduknya terdiri dari multi
bangsa selain Inggris juga didapati orang-orang Swedia, Finlandia, Belanda dan
Jerman. Di New York dan New Jersey, misalnya kultur dan bahasa Belanda masih
melekat selama masa koloni. Demikian pula koloni Delaware telah menjadi
percampuran etnis antara orang-orang Swedia dan Finlandia, ketika
pemukim-pemukim imigrasi orang Inggris dan Welsh Quakers, kemudian diikuti pula
orang-orang Jerman dan Scotlandia-Irlandia. New York dan Philadelaphia
merupakan pusat-pusat perdagangan di koloni Bagian Tengah.
Kultur yang mendasarkan pada basis
kehidupan pedagangan dan industri yang baik di koloni-koloni Bagian Tengah
dalam menyikapi terhadap keberadaan orang-orang kulit hitam di Amerika sangat
berbeda dengan pandangan dari kolonis di Selatan. Mereka menentang sikap dan
tindakan warga koloni Selatan terhadap perbudakan kepada tenaga budak. Mereka
beralasan bahwa perbudakan jelas melanggar sendi-sendi demokrasi. Teori
demokrasi berlaku bagi seluruh warga koloni di Amerika tanpa memandang
perbedaan ras, kepercayaan, bangsa ataupun bahasa
Daerah
Koloni-Koloni di Bagian Tengah :
1). New York
Pada awalnya koloni ini bernama
Nieuw Amsterdam, sesuai dengan perintisnya, yaitu kongsi dagang Belanda
1624.Pada tahun 1664 diambil alih oleh Inggris dan namanya diganti dengan mana
New York. Nama itu diambil sesuai dengan nama Duke of York yang berkuasa di
Inggris dengan gelar James II
2). Pensylvania
Koloni
ini merupakan pengembangan dari koloni New York.William Penn merupakan perintis
terbentuknya koloni ini.Penn mengembangkan semangat liberal di koloni in. Hal
itu disebabkan karena ia penganut Quaker (salah satu sekte Kristen Protestan).
Kebijakan yang bersifat liberal itu membuat Pennsylvania berkembang pesat.
Masyarakat dan
Ekonomi di Koloni Bagian Tengah
Penduduk di wilayah
koloni Bagian Tengah lebih banyak berisi aneka ragam etnis. Awal keberadaan
kolonis dihuni oleh orang-orang non Inggris yang mulai bermukim di Lembah
Mohawk pada 1709 menuju Pennsylvania, kemudian mereka menjadi dikenal sebagai “Pennsylvania Dutch. Di Pennsylvania banyak didapati petani
Jerman, mereka sedikit banyak masih terikat oleh tanah kemudian menjadi milik
Inggris.
Para petani di Bagian Tengah menanam
beraneka ragam jenis tanaman meraka cukup memiliki lahan-lahan luas. Penduduk berdiam
di pedesaan, namun pada umumnya warga koloni itu mulai merasakan arti
pentingnya kebebasan, baik dalam aspek politik maupun agama.
Keunikan yang didapat dari koloni di
Bagian Tengah memancarkan adanya pluralisme di semua kehidupan baik yang menyangkut
aspek ekonomi, agama, maupun kultural. Elemen-elemen inilah yang nantinya akan
membentuk apa yang disebut bangsa Amerika.
Ekologi alam yang amat subur
menjadikan penduduk koloni itu lebih cepat berkembang, banyak memiliki gagasan
untuk mengembangkan ekonomi dikoloninya. Keberadaan ketiga sungai besar ,
masing-masing Hudson, Delaware, dan Susquehanna merupakan modal utama dalam
mengembangkan sektor perdagangan melalui jalur transportasi sungai .
Posisi geografis dan kultural di
koloni itu menjadikan wilayah tersebut dihuni oleh banyak etnis. Terjadi
berbagai silang budaya dan perkawinan dihuni oleh banyak etnis. Dalam segi
agama penduduknya lebih banyak memeluk agama Puritan. Di New York dan New
Jersey kultur dan bahasa Belanda berpengaruh pada masa itu, dan ada kaiatannya
dengan terjadinya reformasi gereja di Belanda. Lembah sungai Delaware yang
subur itu terdapat sekelompok penghuni orang Swedia dan Finlandia, pemukim
awal, kemudian terjadi percampuran etnis Jerman dan Skotlandia.
3. Agama dan Pendidikan
Terjadi kaitan erat
anatar aspek kehidupan agama dan pendidikan di lingkungan pemerintah kolonial.
Aspek agama banyak memeberikan pengaruh terhadap corak pendidikan koloni.
Bahwa faktor agama di koloni Inggris di
Amerika merupakan faktor penting dalam penyususnan pemerintahan koloni. Agama
merupakan faktor dominan dalam pembentukan koloni-koloni Inggris di Amerika.
Proses pembuangan yang dilakukan oleh pemerintah Inggris terhadap warga yang
berbeda dengan agama negara merupakan hukuman yang sangat mengerikan. Kelompok
Separatis menyebut sebagai Pilgrims
dibuang dari Inggris ke Belanda pada 1608. Mereka merasa memiliki sendiri
otoritasnya terhadap agama yang mereka anut. Kelompok Separatis ini diusir dari
negara.
Kebebasan Beragama
Di
Belanda kaum Pilgrims memperoleh kebebasan dalam memeluk agama. Bagaimana pun
para petani, mereka mendapat kesulitan untuk menyesuaikan dengan kehidupan
dibeberapa kota di Belanda. Mereka berharap bisa berada di Benua Baru dan dapat
menyebarluaskan “kejayaan kerajaan Kristen”
New
Jersey memiliki daya tarik bagi para pemeluk agama yang ingin mempraktikkannya.
Kelompok Baptis, dapat hidup bebas tidak terhalangi seperti yang terjadi di
Massachusett dan New Hampshire. Di seberang sungai Delaware, William Penn’s
membuat suatu eksperimen suci berupa suatu model pemerintahan lokal yang
berdedikasi pada ide toleransi agama, liberalisme politik dan penolakan perang.
Apa
yang telah digagas Penn’s itu adalah untuk menjamin warga terhadap kebebasan
memeluk agama yang diyakini. Wilayah koloni Bagian Tengah memilki beraneka
ragam latar belakang etnis, aktivitas ekonomi dan organisasi sosial yang
kesemuanya itu direfleksikan dalam religi mereka. Para warga gereja Lutherans,
Congregationalist, Presbyterian, Mennonites, Dunkard, Marovians, Anglikans,
Baptis, Calvinis Belanda dan Jerman, mereka itu banyak mengerjakan tanah-tanagh
pertanian . Kebebasan memuja terhadap suatu keyakinan yang dipeluknya dijamin
untuk setiap warga, dan pemerintahan koloni tidak akan mencampuri masalah
agama. Namun demikian, kepercayaan agama yang bertalian dengan kontroversial
politik di Pennsylvania menimbulkan perang antara Inggris dan Prancis.
Kehidupan Pendidikan Masa Kolonial
Pertumbuhan
kehidupan intelektual pada masa koloni banyak terkendala oleh beberapa faktor. Semua
penghasilan yang terdapat diberbagai koloni harus dipasok untuk kepentingan
Inggris. Para intelektual koloni khususnya di koloni-koloni Selatan dan di
Bagian Tengah mulai memikirkan untuk memajukan disektor pendidikan.
Pendidikan
diberbagai Koloni Amerika memiliki sifat-sifat tradisional, artinya bahwa
pendidikan dalam ide tradisonal menunjukkan tatakrama masyarakat bagaimanapun
dasar-dasar pendidikan masa koloni mendapat pengaruh kuat dari ajaran-ajaran
gereja. Dapat disebutkan bahwa pendidikan koloni New England membuktikan banyak
didirikannya berbagai sekolah untuk kepentingan masyarakat koloni. Mereka sadar
betapa pentingnya pendidikan yang dapat memberikan pencerahan masyarakat.
Motor
penggerak dalam dunia pendidikan di koloni New England adalah orang-orang
Puritan. Sedangkan dikoloni Pennysylvania yang diseponsori oleh kelompok
Quackers. Nama William Penn’s disebut-sebut sebagai orang yang peduli terhadap
arti pentingnya pendidikandan ia secara finansial membantu pendiriaana
sekolah-sekolah dan memperhatikan kesejahteraan guru. Di Selatan upaya
mendirikan sekolah terkendala oleh banyaknya penduduk yang tersebar dan di
bagian-bagian pedesaan pendidikan seringkali terlupakan dan tersia-siakan.
Para
pemilik perkebunan kaya dan para pedagang dari Tidedewater mengirim anak-anak
mereka belajar ke Inggris. Dibeberapa daerah yang rakyatnya sejahtera
berinisiatif secara kolektif mendirikan sekolah-sekolah lanjutan. Kelompok Puritan dan Quackers memiliki peran
yang sangat besar dalam memajukan pendidikan di koloni.
KEHIDUPAN KOLONI POTUGIS
DI AMERIKA
Pada
awalnya Amerika Selatan sebenarnya kurang menarik bagi Bangsa Portugis, akan
tetapi dengan adanya penjelajahan Bangsa Portugis yang dilakukan oleh Pedro
Alvares Cabral yang awalnya berlayar ke India, tetapi karena berlawanan dengan
arus laut ia kemudian terdampar dan menemukan pantai Brasil dalam tahun 1500
dan di India didirikan pangkalan dagang. Dan ekspedisi Pedro Alvares Cabral ke
Brasil pada tanggal 22 April 1500 merintis kekuasaan bangsa Portugis atas
wilayah Amerika Selatan. Yang mana para penguasa dan pedagang lokal di daerah
tersebut harus tunduk pada Portugal, apabila ada perlawanan akan terjadi
penyerangan maupun penaklukan. Dan untuk mengkonsolidasikan dan memperkuat
kendali Portugis atas Brasil, pada tahun 1553 Raja John III membentuk 12 sistem
kerajaan kecil meskipun hanya Pernambuco dan Sao Vicente yang benar-benar
menguntungkan.
Pelabuhan-pelabuhan
penting yang awalnya dikuasai para pedagang Portugis akhirnya diserahkan pada
kekuasaan tahta antara tahun 1580-1640.Pada saat itu Raja Philip II dari
Spanyol berhasil merebut singgasana Portugis dan menguasai seluruh semenanjung
Iberia.Raja Spanyol juga menguasai daerah jajahan Portugis di Afrika, Asia dan
Amerika.Antara Portugis dan Spanyol kemudian terjadi perjanjian Tordesillas (7
Juni 1494), yang membagi daerah kekuasaan mereka menjadi dua bagian dengan satu
garis demarkasi yang berawal dari garis meridian 370 sebelah Barat Kepulauan
Cape Varde. Pada Perjanjian Zaragoza (22 April 1529) garis demarkasi diperluas
hingga ke Samudera Pasifik, sehingga Portugis memperoleh Filipina namun
kemudian ditukar oleh Spanyol dengan daerah Amerika Latin, yakni Brazil yang
berada di sebelah barat demarkasi Tordesillas.
Yang
mana sudah diketahui bahwa kayu celup atau kaya adalah tujuan komersial awal
Bangsa Portugis. Tetapi ada sumber alam lainnya seperti gula tebu adalah salah
satu komoditas utama selain kayu pau.Pusat utama produksi gula adalah
Pernambuco. Gula adalah kegiatan ekonomi utama di Brasil, pada abad keenam
belas dan ketujuh belas. Sebagai koloni eksploitasi, ekonomi Brasil memiliki
tiga karakteristik sebagai berikut:
•
perkebunan besar
•
monokultur, pasar ekspor
•
perbudakan (dominasi perbudakan hitam).
Pada
akhir abad ke-17 ditemukan kekayaan mineral, seperti Emas yang ditemukan pada
1693 di wilayah pedalaman bagian Minas Gerais, di bagian selatan koloni
itu.Penemuan ini menciptakan demam emas besar pertama di benua Amerika membuka pedalaman
serta mendukung ekonomi Brasil pada abad ke-18. Berlian juga ditemukan dalam
jumlah besar di wilayah yang sama di abad ke-18.
KEHIDUPAN KOLONI SPANYOL
DI AMERIKA
Di antara tokoh-tokoh
terpenting di awal penjelajahan bangsa Spanyol adalah Hernando De Soto, seorang
conquistador kawakan yang bermitra dengan Fransico Pizzaro selama penakhlukkan
Peru. Setelah meninggalkan Havana pada tahun 1539, ekspedisi De Soto mendarat
di Florida dan menjelajah ke Amerika Serikat tenggar sampai sejauh Sungai
Mississippi dalam pencarian harta karun. Orang Spanyol lainnya, Fransisco
Coronado, memulai dari Mexico pada tahun 1540 untuk mencari Tujuh Kota Cibola
yang menurut mitos berlimpah emas. Penjelajahan Coronado membawanya sampai ke
Grand Canyon dan Kansas, namun gagal menemukan emas atau harta karun yang
didambakan anak buahnya. Meskipun demikian, pasukan Coronado meninggalkan
hadiah yang tak disengaja di daerah itu, cukup banyak kuda yang kabur untuk
mengubah kehidupan di Daratan Besar (Great plains). Beberapa generasi kemudian,
orang-orang Indian Plains telah menjadi ahli penunggang kuda, kecakapan yang
selanjutya sangat meningkatkan rentang dan cakupan kegiatan mereka. Sementara
orang Spanyol merangsek maju dari arah selatan.
Kekayaan berlimpah-limpah yang
berguyur masuk ke Spanyol dari koloninya di Meksiko, Karibia, dan Peru,
merangsang penguasa negara-negara Eropa lainnya. Dalam tempo singkat,
negara-negara bahari baru termasuk Inggris muncul dan mulai ambil bagian di
Dunia Baru. Salah satu penyebabanya adalah keberhasilan Francis Drake merampas
kapal-kapal pembawa harta Spanyol.
0 komentar:
Posting Komentar