Pendidikan Sejarah (Universitas Jember)

indonesia raya


Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Komunisme

“ KOMUNISME “

PAPER

Disusun oleh:

Reny Putri Aditiya      (120210302004)



Kelas B



PROGAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


1. Konsep Dasar Komunisme
Komunisme adalah sebuah ideologi. Penganut paham ini berasal dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, sebuah manifesto politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848 teori mengenai komunis sebuah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik.
Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme. Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Landasan Pemikiran Komunisme antara lain :
1.      Menolak Kehadiran golongan-golongan yang berbeda dalam masyarakat karena  perbedaan itu bisa menimbulkan perpecahan.
2.      Kekerasan adalah sesuatu yang sah-sah saja dalam mencapai negara komunis. Kekerasan digunakan kepada dua golongan yaitu kepada anti-komunis dan  penganut komunis yang di anggap berkhianat.
3.      Negara adalah alat untuk mencapai komunisme. Semua yang dimiliki negara seperti polisi, TNI, dll digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.  
Ciri – Ciri Ideologi Komunisme
1.      Penganut - penganut komunis mempercayai bahawa sistem kapitalis (pasaran bebas) adalah buruk. Menurut mereka, golongan pekerja dalam sistem kapitalis amat menderita.
2.      Komunis mempercayai bahwa golongan pekerja harus bersatu dalam kesatuan - kesatuan pekerja. Kemudian, mereka harus mengadakan revolusi untuk menjatuhkan kapitalis.
3.      Komunis percaya bahwa masyarakat baru komunis akan menjadi masyarakat yang tidak berkelas. Tidak akan terdapat lagi golongan penindas dan golongan yang ditindas. Semua orang memiliki kekayaan yang sama (tidak akan wujud golongan kaya/elit).
4.      Komunis percaya bahwa dalam sebuah negara komunis, semua harta adalah hak milik negara. Orang perseorangan tidak boleh memiliki tanah atau perniagaan. Pemilikan harta persendirian adalah merupakan ciri - ciri kapitalis yang perlu dielakkan. Semua harta mesti dimiliki dan diuruskan oleh kerajaan. Harta - harta kapitalis akan dirampas.
5.      Komunis anti agama dan tidak mempercayai kewujudan Tuhan. Mereka menganggap bahwa agama adalah candu masyarakat.
2. Perkembangan Komunisme
Komunisme adalah sebuah ideologi. Penganut paham ini berasal dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, sebuah manifesto politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848 teori mengenai komunis sebuah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik. Negara-negara yang menganut ideologi ini yaitu Rusia, Tiongkok (Cina), Vietnam, Kuba, Korea Utara, dan Laos. Paham ini kemudian dikembangkan oleh Lenin, pemimpin Uni Soviet. Dengan demikian, terkadang komunisme disebut juga ajaran Marxisme atau Leninisme
Marxisme adalah ajaran yang sangat menjiwai gerakan-gerakan sosialis-komunis dengan filsafat yang materialistis (historis materialisme) dan dialektis materialisme serta perjuangan kelas. Ajaran ini diteruskan oleh Vladimir Lenin menjadi paham Marxisme-Leninisme yang di Indonesia dilarang oleh pemerintahan Orde Baru
Komunisme pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap paham kapitalisme di awal abad ke-19, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan ekonomi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, muncul beberapa fraksi internal dalam komunisme antara penganut komunis teori dan komunis revolusioner yang masing-masing mempunyai teori dan cara perjuangan yang berbeda dalam pencapaian masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa yang disebutnya sebagai masyarakat utopia.
Pada awalnya marxisme adalah ilmu sejarah yang terdiri atas suatu sistem konsep-konsep ilmiah baru yang memberikan kemungkinan mempelajari sejarah sebagai sebuah ilmu, yang sebelumnya hanya menjadi ideologi atau filsafat sejarah bukan ilmu yang mandiri. Oleh Marx, paham ini disebut “materialisme sejarah” atau “materialisme historis”, sedangkan oleh Engels disebut materialisme dialektis. Yang terpenting dalam ajaran Marx adalah perjuangan kelas, ajaran basis-superstruktur masyarakat, dan revolusi.
Menurut Marx, sejarah manusia adalah sejarah yang berisi peperangan antarkelas. Gerakan kaum buruh merupakan ekspresi dari perang tersebut karena kaum buruh sangat menghendaki penghapusan kelas sosial. Kaum buruh menuntut agar pendapatan ekonomi semua manusia rata. Kaum kapitalis ingin meningkatkan keuntungan dengan menekan biaya produksi, sedangkan kaum proletar ingin meningkatkan pendapatannya
Ekonomi masyarakat, menurut Marx, ditandai dengan perjuangan antara kelas atas yang memiliki modal atau alat produksi atau mesin (kapitalis) dengan kelas  bawah yang hanya memiliki tenaga (proletar); kedua kepentingan tersebut kontradiktif dan disebut hubungan produksi. Alat- kerja, buruh, dan pengalaman kerja disebut tenaga produktif. Marx berpendapat, basis masyarakat ditandai oleh kontradiksi atau ketegangan, karena di satu pihak tenaga itu berkembang terus-menerus secara progresif, seiring dengan perkembangan iptek.
Marx menguraikan bahwa mata pencarian manusia menentukan cara  berpikirnya; dengan kata lain: kesadaran manusia ditentukan oleh cara produksi  barang material dalam masyarakat. Marx memandang kehidupan masyarakat sebagai dua unsur yang berhubungan searah: ekonomi sebagai basis (infrastruktur) masyarakat yang menentukan politik, moralitas, agama, hukum, filsafat, ilmu- pengetahuan, dan berbagai bentuk kesadaran manusia lainnya sebagai superstrukturnya. Maka dari itu, bila sistem infrastruktur masyarakat (ekonomi) diubah maka berubah pula semua sistem superstrukturnya. Sementara itu di kemudian hari Lenin atauVladimir Ilyic Ulyanov tidak menyetujui sikap Internasionale II yang menanti zaman sosialisme. Lenin tak percaya dan yakin bahwa kaum proletar dapat mengambil prakarsa dalam mengadakan perjuangan kelas atau revolusi. Oleh karena itu, menurutnya, revolusi proletar harus dipimpin oleh sebuah partai politik. Para anggota partai haruslah dari golongan intelektual yang bertugas memberikan  pemahaman tentang kesadaran kelas yang revolusioner (bersifat tiba-tiba dan cepat, lawannya evolusioner) kepada kaum buruh dengan propaganda-propaganda. Partai komunis pun harus memiliki kader-kader sebagai penerus estafet perluasan ajaran. Di Cina, kaum petani pun dimasukkan sebagai kelas proletar, temannya kaum buruh.
Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos.
3. Perkembangan Komunisme di Indonesia          
Perkembangan komunisme di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa masa antara lain :
1.      Era pra-Perang Kemerdekaan
Kelahiran Komunisme di Indonesia tak bisa dilepaskan dari hadirnya orang-orang buangan politik dari Belanda dan mahasiswa-mahasiswa lulusannya yang berpandangan kiri. Beberapa di antaranya Sneevliet, Bregsma, dan Tan Malaka yang masuk setelah Sarekat Islam (SI) Semarang sudah terbentuk. Gerakan Komunis di Indonesia diawali di Surabaya, yakni di dalam diskusi intern para pekerja buruh kereta api Surabaya yang dikenal dengan nama VSTP. Awalnya VSTP hanya berisikan anggota orang Eropa dan Indo Eropa saja, namun setelah berkembangnya waktu, kaum pribumi juga banyak yang bergabung. Salah satu anggota yang menjadi besar adalah Semaoen kemudian menjadi ketua SI Semarang.
Komunisme kemudian juga aktif di Semarang, atau sering disebut dengan "Kota Merah" setelah menjadi basis PKI di era tersebut. Hadirnya ISDV dan masuknya para pribumi berhaluan kiri ke dalam Sarekat Islam menjadikan komunis sebagai bagian cabangnya, yang nantinya disebut sebagai "SI Merah". ISDV sendiri sering menjadi salah satu organisasi yang bertanggung jawab atas banyaknya pemogokan buruh di Jawa. Konflik antara SI Semarang (SI Merah) dengan SI pusat di Yogyakarta (SI Putih) mendorong diselenggarakannya kongres. Atas usulan Haji Agus Salim, yang disahkan oleh pusat SI, baik SI Merah maupun SI Putih menyepakati bahwa personel SI Merah keluar dari SI. Mantan personel SI Merah kemudian bersama ISDV berganti nama menjadi PKI.
Kehancuran PKI fase awal bermula dengan adanya Persetujuan Prambanan yang memutuskan akan ada pemberontakan besar-besaran di seluruh Hindia-Belanda. Tan Malaka yang tidak setuju karena Komunisme di Indonesia kurang kuat mencoba menghentikan, namun para tokoh PKI lainnya tidak menggubris usulan tersebut, kecuali mereka yang ada di pihak Tan Malaka. Pemberontakan terjadi pada tahun 1926-1927 yang berakhir dengan kekalahan PKI. Para tokoh PKI menyalahkan Tan Malaka atas kegagalan tersebut, karena telah mencoba menghentikan pemberontakan dan memengaruhi cabang - cabang PKI.
2.      Era Perang Kemerdekaan
Gerakan PKI bangkit kembali pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia, diawali oleh kedatangan Muso secara misterius dari Uni Soviet ke Negara Republik (Saat itu masih beribu kota di Yogyakarta). Sama seperti Soekarno dan tokoh pergerakan lain, Muso berpidato dengan lantang di Yogyakarta dengan pandangannya yang murni Komunisme. Di Yogyakarta, Muso juga mendidik calon-calon pemimpin PKI seperti D.N. Aidit. Muso dan pendukungnya kemudian menuju ke Madiun, di sana ia dikabarkan mendirikan Negara Indonesia sendiri yang berhalauan komunis. Gerakan ini didukung oleh salah satu menteri Soekarno, Amir Syarifuddin. Divisi Siliwangi akhirnya maju dan mengakhiri pemberontakan Muso ini.
3.      Era pasca-Perang Kemerdekaan RI
Pasca Perang Kemerdekaan Indonesia tersebut, PKI menyusun kekuatannya kembali. Didukung oleh Soekarno yang ingin menyatukan semua aspek masyarakat Indonesia saat itu, di mana antar ideologi menjadi musuh masing-masing, PKI menjadi salah satu kekuatan baru dalam politik Indonesia. Ketegangan itu tidak hanya terjadi di tingkat atas saja, melainkan juga di tingkat bawah di mana tingkat ketegangan banyak terjadi antara tuan tanah dan para buruh tani.
Soekarno sendiri yang cenderung ke kiri, lebih dekat kepada PKI. Terutama setelah Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, politik luar negeri Indonesia semakin condong ke Blok Timur (Blok Komunis Uni Soviet). Indonesia lebih banyak melakukan kerja sama dengan negara komunis seperti Uni Soviet, Kamboja, Vietnam, RRT, maupun Korea Utara. Beberapa langkah-langkah politik luar negeri yang dianggap ke kiri-kirian itu antara lain:
a.       Presiden Soekarno menyampaikan pandangan politik dunia yang berlawanan dengan barat, yaitu OLDEFO (Old Established Forces) dan NEFO (New Emerging Forces)
b.      Indonesia membentuk Poros Jakarta-Peking dan Poros Jakarta-Phnompenh-Hanoi-Peking-Pyongyang yang membuat Indonesia terkesan ada di pihak Blok Timur
c.       Konfrontasi dengan Malaysia yang berujung dengan keluarnya Indonesia dari PBB.
Di sisi lain, konflik dalam negeri semakin memanas dikarenakan krisis moneter, selain itu juga terdengar desas-desus bahwa PKI dan militer yang bermusuhan akan melakukan kudeta. Militer mencurigai PKI karena mengusulkan Angkatan Kelima (setelah AURI, ALRI, ADRI dan Kepolisian), sementara PKI mencurigai TNI hendak melakukan kudeta atas Presiden Soekarno yang sedang sakit, tepat saat ulang tahun TNI. Kecurigaan satu dengan yang lain tersebut kemudian dipercaya menjadi sebab insiden yang dikenal sebagai Gerakan 30 September, namun beberapa ilmuwan menduga, bahwa ini sebenarnya hanyalah konflik intern militer waktu itu.
Pasca Gerakan 30 September, terjadi pengambinghitaman kepada orang-orang komunis oleh pemerintah Orde Baru. Terjadi "pembersihan" besar-besaran atas warga dan anggota keluarga yang dituduh komunis meskipun belum tentu kebenarannya. Diperkirakan antara limaratus ribu sampai duajuta jiwa meninggal di Jawa dan Bali setelah peristiwa Gerakan 30 September, para "tertuduh komunis" ini yang ditangkap kebanyakan dieksekusi tanpa proses pengadilan. Sementara bagi "para tertuduh komunis" yang tetap hidup, setelah selesai masa hukuman, baik di Pulau Buru atau di penjara, tetap diawasi dan dibatasi ruang geraknya dengan penamaan Eks Tapol.
4.      Era pasca-Reformasi
Semenjak jatuhnya Presiden Soeharto, aktivitas kelompok-kelompok komunis, marxis, dan haluan kiri lainnya, mulai kembali aktif di lapangan politik Indonesia, walaupun secara hukum, belum boleh mendirikan partai karena masih dilarang oleh pemerintah.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Fasisme



 “ FASISME ”

PAPER

Disusun oleh:

Reny Putri Aditiya      (120210302004)

Kelas B




PROGAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

1. Definis Fasisme
Fasisme berasal dari kata fascio dari kata fasces yang berarti seikat tongkat dan kapak. Menurut para ahli sejarah bangsa Italia, fasisme adalah fascio di combattimento, yang kurang lebih “perstauan perjuangan”. Fasisme adalah pengaturan pemerintah dan masyarakat secara totaliter oleh suatu kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis, rasialis, militeris, dan agresif imprealis. Paham fasisme hampir bersamaan dianut oleh tiga negara yaitu, Italia, Jerman dan Jepang.
Fasisme adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Mereka menganjurkan pembentukan partai tunggal negara totaliter yang berusaha mobilisasi massa suatu bangsa dan terciptanya "manusia baru" yang ideal untuk membentuk suatu elit pemerintahan melalui indoktrinasi, pendidikan fisik, dan termasuk eugenika kebijakan keluarga. Fasis percaya bahwa bangsa memerlukan kepemimpinan yang kuat, identitas kolektif tunggal, dan kemampuan untuk melakukan kekerasan dan berperang untuk menjaga bangsa yang kuat. pemerintah Fasis melarang dan menekan oposisi terhadap negara.
2. Latar Belakang Lahirnya Fasisme
Fasisme adalah pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totaliter oleh sustu kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis, rasial, militeris dan imprealis.
Di Eropa Italia merupakan negara pertama yang menjadi fasis (1922), menyusul Jerman (1933) dan kemudian Spanyol (1936). Di Asia, Jepang berubah menjadi fasis pada tahun 1930-an melalui perubahan secara berangsur-angsur ke arah lembaga-lembaga totaliter setelah menyimpang dari warisan budaya aslinya.
Jika komunisme adalah suatu bentuk sistem totaliter yang secara khas berkaitan dengan negara-negara miskin dan terbelakang, maka Fasisme muncul dan berkembang di negara-negara yang relative lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Jika komunisme pada umumnya merupakan produk dari masyarakat-masyarakat pra demokrasi dan pasca industri. Kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan dinegara-negara yang tidak memiliki pengalaman demokrasi sama sekali. Dalam masyarakat tersebut, kediktatoran mungkin ditunjang atau dimungkinkan oleh militer, birokrasi, prestise pribadi seorang dictator. Namun, demikian kediktatoran itu kurang unsur antusiasisme dan dukungan masaa. Padahal dukungan massa (tidak mesti mayoritas) merupakan salah satu ciri fasisme, Sistem fasis tidak bakal berkembang di negara-negara yang tidak memiliki tradisi demokrasi, maka kemungkinan fasisme mencapai keberhasilan di negara-negara yang sejak dulu telah memiliki tradisi demokrasi.
Sebaliknya, pengalaman menunjukkan bahwa pada umumnya semakin keras dan teoritis gerakan fasisi semakin besar pula dukungan rakyat diperolehnya. Fasisme di Jerman merupakan gerakan politik yang paling brutal dan sekaligus paling populer.
Kondisi penting lainnya bagi pertumbuhan fasisme ialah tingkat pertumbuhan industry yang cukup maju. Setidak-tidaknya ada dua titik temu antara fasisme dan industrialisasi yang relative maju. Pertama, aksi terror dan propaganda, yang memerlukan banyak pengaturan secara teknologis dan teknologi. Kedua, sebagai sistem mobilisasi permanenn untuk keperluan perang, fasisme tidak mungkin berhasil tanpa keahlian dan sumber daya industri maju.
Dari latar belakang sosialnya, fasisme menarik minta 2 kelompok khusus. Pertama, sistem ini menarik sekelompok kaum industrialisasi dan tuan tanah tang bersedia membiayai gerakan-gerakan fasis dengan harapan bahwa sistem tersebut dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas. Dinegara-negara yang industriawan memiliki kepercayaan yang hampir sama dengan kelompok lainnya pada proses demokrasi. Akan tetapi, jika demokrasi goyah seperti yang terjadi di Jerman, Italia dan Jepang, hanya dibutuhkan segelintir, industriawan kaya dan tuan tanah saja untuk membiayai gerakan-gerakan fasis.
Sumber dukungan utama kedua bagi fasisime dan secara kuantitas seperti penting adalah kelas menengah bawah terutama dikalangan pegawai negeri. Banyak orang dari kelompok takut akan penggambungannya kembali dengan kaum proletar. Mereka melihat fasisme penyelamat bagi kedudukannya dan prestasinya.Para pegawai negeri merasa khawatir dengan perusahaan-perusahaan besar meskipun mereka tergerak untuk mencapai kedudukan yang tinggi dalam permasalahan itu.  Dengan cara yang lihai, fasisme memasukkan berbagai kecemburuan dan ketakutan para pegawai negeri ini melalui aksi propaganda melawan perusahaan besar dan buruh besar.
Kelompok sosial lain yang ternyata sangat mudah dimasuki propaganda fasisme ialah kelompok militer. Bahkan, di negara demokrasi, kaum militer prosefesional cenderung untuk melebih-lebihkan kebaikan disiplin dan persatuan. Kalau demokrasi melemah, penyimpangan profesi dalam tubuh militer ini akan menjadi bencana politik. Pada tahun-tahun awal Nazisme di Jerman, kelompok militernya secara terbukaa medukung Hitler atau mempertahankan sikap netral yang setia, Pemimpin-pemimpin tinggi militer Jerman tahu bahwa sebagian besar pemimpin Nazi adalah penjahat perang dan penderita psikopat (kurang mempunyi prinsip yang tidak merasa bersalah). Meskipun demikian, mereka tetap mendukung gerakan Nazi sebagai suatu langkah menuju militerisasi rakyat Jerman. Demikian pula di Italia, pada tahun-tahun awal fasisme mendapat dukungan dari angkatan bersenjata. Di Jepang, fasisme berkembang atas dukungan yang aktif dan penuh semangat militer yang memiliki alasan untuk tiang penyangga utama rezim yang mempunyai kepentingan ekspansi imprealis.
3. Akar-Akar Psikologi Totaliterisme
Petunjuk ke arah pemahaman mengenai kecenderungan fasis Jerman dan Jepang terletak dalam berbagai kekuatan dan tradisi masyarakat luas. Di negara-negara tersebut, tradisi totaliter telah mendominasi selama berabad-abad, sementara tunas filsafat demokrasi rapuh. Karena itu, seorang warga negara Jerman atau Jepang tidak akan menolak kecenderungan-kecenderungan fasis dan mungkin saja mereka menganggapnya sesuai dengan masyarakatnya. Kalaupun masyarakat secarang terang-terangan mengutuk fasis, harus diakui ada banyak hal dalam adat dan kebiasaan hidup orang Jerman dan Jepang yang menunujukkan kecenderungan kea rah hidup yang bersifat otoriter.
Analisis tradisional mengenai kediktatoran politik telah dipusatkan pada motivasi-motivasi yang mendorong para pemimpin yang bersifat dictator seperti menggebu-gebu untuk meraih kekuasaan dan hasrat yang sadis untuk mendominasi. Para pengikut dan warga negara dari suatu kediktatoran hanya dianggap sebagai korban-korban yang secara kebetulan terjerumus kedalam nasib yang malang dibawah pemerintahan yang menindas.
Sikap ketergantungan dan kepatuhan dalam masyarakat totaliter, komunisme atau fasisme memberikan rasa aman kepada seseorang yang membutuhkannya. Namun, demikian, sikap sikap itu menyangkal adanya kebutuhan mengungkapkan atau mengaktualisasikan diri pribadi yang tertanam jauh dalam lubuk hati manusia sebagaiamana kebutuhan rasa aman itu sendiri. Karena kebutuhan dorongan tersebut mendapat penyaluran, sikap kejiwaan itu berubah menjadi rasa permusuhan agresi yang tertekan. Untuk penyalurannya fasisme justru menawarkan 2 jalur. Jalur pertama untuk mereka yang berkuasa dan jalur kedua untuk mereka yang dikuasai. Dalam tubuh aparat partai dan pemerintahan yang bersifat otoriter atau dictator terdapat pula sikap yang khas, yaitu dalam hubungan dengan atasan, orang membungkukan badan dan terhadap bawahan, orang melakukan penindasan. Hanya pemimpin yang tidak perlu membungkukkan badan di depan siapa pun.
Akan tetapi, orang-orang yang berada di luar kelas penguasa tidak bisa memberi perintah kepada siapa pun. Mereka hanya memiliki kewajiban, yaitu bersikap patuh. Karena mayoritas rakyat dalam negara totaliter membentuk kelompok yang hanya melaksanakan perintah dan tidak boleh mempersoalkanny hal ini dapat menjadi kesulitan yang besar bagi setiap bentuk kediktatoran.
Penyelsaian yang ditempuh oleh para dictator totaliter ini mengarahkan atau menyalurkan rasa permusuhan yang laten dari rakyat untuk melawan, musuh-musuh yang nyata atau imajiner. Bagi kaum komunis yang sasaran ialah kaum borjuis. Pada mulanya Hitler memilih bangsa Yahudi sebagai sasaran agresi Jerman. Kemudian musuh-musuh baru mengantikan bangsa Yahudi yakni Inggris, Amerika Serikat.
Bagi mereka yang tidak mampu memimpin dirinya sendiri, fasisme menjanjikan penguasaan atas orang lain. Kalau fasisme tidak dapat memberikan kemenangan yang diajanjikan, maka kesalahan rakyat dilampiaskan kepada pemimpin-pemimpinnya. Praktik seperti ini dialami Mussolini yang diadili didepan komite partisan Italia Utara pada bulan April 1945. Ia ditembak mati dan kemudian digantung pada sebuah tiang lampu di kota Milan.. Setelah mengajarkan kekerasan dan kebencian kepada rakyatnya, beliau mengalami sendiri akibatknya.
4. Teori dan Praktik Fasisme
Fasisme seperti halnya komunisme, timbul dimana-mana, tetapi fasisme tidak memiliki penyataan yang mengikat tentang prinsip-prinsip seperti yang dimiliki komunisme. Dalam bukunya Mein Kampf Hitler mewariskan pedoman yang dapat dipercaya menuju kealam fikirannya. Demikian juga Mussolini dalam bukunya Doctrine of Facism meninggalkan sebuah pernyataan yang moderat mengenai prinsip-prinsip fasis yang menggambarkan model Italia
Unsur-unsur pokok dalam pandangan Fasis :
  1. Ketidakpercayaan akan kemampuan akal
Hal ini merupakan ciri fasisme yang paling menonjol. Tradisi rasional dunia Barat berasal dari Yunani Kuna dan merupakan poko dalam kebudayaan dan pandangan Barat. Fasisme menolak tradisi peradaban Barat ini dan secara terang-terangan bersikap antirasional. Dalam urusan kemanusiaan, fasisme tidak mengendalikan akal tetapi mengutamakan irasional.Secara psikologis, fasisme bersifat fanatic, dogmatic dan tertutup. Karena itu, setiap rezim fasisme memiliki masalah-masalah yang bersifat tabu seperti soal ras, kerajaan, ataupun pemimpin. Masalah-masalah yang bersifat tabu itu harus diterima sebaagai suatu keyakinan dan tidak boleh didiskusikan secara kritis. Selama rezim fasis berkuasa di Italia (1923-1945), gambar Mussolini dipasang disetiap ruang kelas dan dibawah gambar itu tertera tulisan “ Mussolini Selalu Benar”
  1. Pengingkaran terhadap derajat persamaan manusia
Pengingkaran terhadap derajat persamaan manusia ini adalah ciri umum yang terdapat di dalam gerakan atau negara fasis. Masyarakat fasis tidak hanya menerima kenyataan mengenai ketidaksaman derajat manusia, tetapi masih melangkah lebih jauh lagi dengan menjadikan ketidaksamaan itu sebagi idelisme.
Konsep persamaan derajat manusia berpangkal pada tiga akar peradaban barat. Pemikiran Yahudi mengenai Tuan yang satu mengantar kepada pemikiran tentang kemanusiaan yang satu pula, karena semua orang sebagai anak-anak Tuhan adalah saudara dan merupakan satu kesatuan. Pemahaman Kristiani tentang jiwa manusia yang tidak terpisahkan dari diri manusia dan sifatnya yang tidak dapat binasa melahirkan cita-cita tentang persamaan moral dasar, persamaan derajat pada setiap manusia. Konsep Yunani tentang kemampuan akal yang mengantarkan pada pemikiran mengenai keunggulan umat manusia yang didasarkan pada kemampuan akal budi sebagai ikatan paling sejati karena setiap manusia.
Fasisme menolak konsep persamaan derajat manusia dari tradisi Yahudi-Kristen dan Yunani tersebut dan mempertengkarkannya dengan konsep ketidaksamaan martabat manusia dalam wujud pertentangan anatara yang super dengan yang inferior. Karena itu, dalam tatanan masyrakat fasis, kaum pria melebihi kaum wanita, militer melebihi kelompok sipil, anggota partai melebihi yang bukan anggota partai, kebangsaan seorang melebihi kebangsaan yang lain. Dalam tradisi barat kriteria utama dalam persamaan derajat manusia adalah pemikiran dan jiwa manusia, sedangkan konsep katidaksaam dalam fasisme didasarkan pada kekuatan.
  1. Kode prilaku yang didasarkan atas dusta dan kekerasan
Kode etik fasisme tentang prilaku menekankan pada kedustan dan kekerasan dalam semua bentuk hubungan antara manusai, di dalam negara dan antarbangsa. Di negara-negara yang memiliki pemerintahan demokratis, politik merupan mekanisme yang berfungsi untuk menyelsaikan konflik-konflik sosial secara damai. Sebaliknya, dalam pandangan, fasis politik dicirikan oleh hubungan kawan dan lawan. Dalam cara berfikir, fasis politik berawal dan berakhir dengan kemungkinan adanya musuh dan permusuhan sampai tuntas. Antitesis demokrasi adalah oposisi dan di negara-negara demokrasi, kaum oposan hari ini mempunyai peluang untuk memegang pemerintahan pada hari-hari berikutnya. Kaum fasis hanya mengenal musuh, bukan oposan karena musuh merupakan penjelmaan yang jahat, maka satu-satunya cara untuk mengahadapinya adalah memusnakan sampai tuntas. Doktrin ini berlaku untuk musuh-musuh, baik dalam maupun luar negeri. Karena itu, Nazi pertama-tamaa menyiapkan kamp konsentrasi, kamar-kamar gas, dank amp untuk orang-orang dari luar Jerman.
  1. Pemerintahan oleh kelompok elite
Hal ini merupakan prinsip secara terbuka dipertentangkan oleh kelompok fasis dimana-mana dengan apa yang mereka sebut “kekeliruan demokrasi” yang mengatakan bahwa rakyat mampu memerintah dirinya sendiri. Konsep yang mengatakan bahwa hanya ada satu kelompok minoritas penduduk yang terpandang karena asal-usul, pendidikan, dan statusnya dalam masyarakat yang mampu memahami apa yang terbaik untuk seluruh anggota masyarakat dan hanya mereka pula yang mampu mewujudkannya. Prinsip kepemimpinan fasis mengungkapakan bentuk yang ekstrem dari konsep elite. Dalam konsep elite, tercermin penekanan yang irasional dalam politik fasis. Pemimpin selalu dianggap benar dan mendapat wahyu serta kemampuan mistik. Kalau ada pertentangan antara rakyat dan pemimpin, maka yang berlaku adalah kehendak pemimpin.Hanya pemimpin yang mewakili kepentingan umum dalam artian cara rakyat berfikir seandainya mereka mengetahui apa yang terbaik untuk selutuh masyarakat, sementara rakyat hanya mengungkapkan kepentingan dan hasrat individu yang tidak mesti selaras dengan kebijakan umum
  1. Totaliterisme
Totaliterisme dalam semua bentuk hubungan antar manusia mencerminkan fasisme sebaga suatu pandangan hidup dan bukan hanya sekedar sistem pemerintahan. Banyak bentuka kediktatoran, terutama di Amerika Latin menerapkan prinsip otoriter, tetapi hanya bidang pemerintahan, Kalu secara politik rakyat tidak menimbulkan masalah atau kesulitan dan tidak menggangu kekuasaan diktaor dan para pengikutnya, maka mereka dapat menjalani hidupnya dengan bebas. Pendidikan, agama, bisnis, dan pertanian tidak diusik oleh kediktatoran politik ini. Sebaliknya, fasisme bersifat totaliter karena digunakannya kekuasaaan dan kekerasaan pada semua bentuk hubungan masyarakat, entah itu hubungan politik atau bukan.
Menyangkut kaum wanita, fasisme menganut prinsip antifeminisme. Wanita menurut Nazi harus tetap ada pada kedudukannya dan hanya berurusan dengan 3K, yakni Kinder (anak-anak: melahirkan dan mengurus anak), Kuche (dapur : memasak), dan Kirche (gereja : urusan peribdatan). Karena wanita tidak dapat memanggul senjata, maka di mata kaum fasis mereka dengan sendirinya menjadi warga negara kelas dua dan tidak dapat mengabil bagian jabatan-jabatan pemerintahan.
  1. Rasialisme dan Imprealisme
Fasisme mengungkapkan dua ciri dasar yaitu ketidaksamaan martabat manusia dan kekerasan yang diterapkan pada bangsa-bangsa. Menurut doktin fasis, dalam suatu negara, elite lebih unggul dari kelompok massa dank arena itu dapat memaksaakan kehendaknya dengan kekerasan kepada rakyatnya. Demikian pula dalam pergaulan antarbangsa, bangsa elite lebih unggul dari pada bangsa-bangsa lainnya dan mempunyai hak untuk memerintah mereka. Teori keunggulan “ras” Jerman langsung diterjemahkan dalam bentuk pembunuhan jutaan orang. Tujan orang Jerman untuk mendominasi dunia mencakup pemusnahan beberapa suku bangsa melalui pembantaian besar-besaran perbudakan bangsa lain. Setelah dapat menduduko Inggris dan Uni Soviet, Amerika Serikat menjadi sasaran berikutnya. Teori ras Jepang menemukan perwujudan imprealis dalam konsep “kemakmuran bersama” yaitu Jepang menjadi makmur dengan mengeksploitasi Asia dan Pasifik. Demikian juga Italia, pada awal propagandanya dipusatkan pada gagasan untuk menghidupkan kembali “ Kekaisaran Romawi Kuno”. Selanjutnya mulai tahu 1937 Mussolini mengumumkan bangsa Italia adalah bangsa yang murni dan paling unggul. Sejak saat tu Italisa semakin dekat dengan Jerman di bawah pimpinan Hitler
  1. Menentang hukum dan ketertiban internasional
Menentang hukum dan ketertiban internasional merupakan konsekuensi logis, dari keyakinan fasis pada ketidaksamaan martabat manusia, kekerasan elitism, dan imprealisme . Sementara kaum nonfasis melihat perang sebagai suatu kenyataan yang tragis dan harus dihapuskan, maka kaum fasis mengangkat derajat perang ke tingkat idealism. Seperti yang dikatakan Mussolini “hanya perang yang memungkinkan pemanfaatan tenaga manusia pada tingkat kegunaannya yang maksimal dan memberikan gelar kebangswanan kepada mereka yang berani menghadapinya”
Negara-negara fasis membatasi, bahkan menarik diri dari partisipasinya dalam organisasinya internasional yang membuat mereka menghadapi kemungkinan untuk tunduk kepada keputusan mayoritas dan pembuatan keputusan yang dilakukan dengan jalam musyawarah dan bukannya kekerasan. Rezim fasis Italia dan Jerman menyatakan tidak ada manfaatnya duduk dalam Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Itulah sebabnya, Jepangdan Jerman mengundurkan diri tahun 1933, kemudian disusul Italia pada tahun 1937.
5. Perkembangan Fasisme
A. Perkembangan Fasisme di Italia
Italia merupakan salah satu negara yang terlibat pada peristiwa Perang Dunia I dan termasuk kedalam salah satu negara yang menang perang. Hal ini disebabkan pada peristiwa Perang Dunia I, Italia termasuk kedalam kelompok triple Etente atau blok sekutu yang menang perang bersama dengan Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia, Serbia, Yunani, dan Australia.
Italia seharusnya mendapatkan pergantian keruian yang ditimbulkan akibat Perang Dunia I, namun hal tersebut tidak  terjadi dikarenakan kondisi keuangan negara-negara yang tergabung ke dalam blok sentral atau Triple Alliance sangat buruk, sehingga tidak memungkinkan untuk mengganti kerugian perang. Hal ini menyebabkan kondisi keuangan dan perekonomian Italia semakin butuk sehingga memperparah merajalelanya tingkat kemiskinan dan pengangguran. Kondisi keamanan negara pun semakin mengkhawatirkan, kerusuhan, penjarahan, dan perampokan semakin meningkatkan angka kriminalitas yang tajam.
Negara Italia tidak sanggup menghadapi kondisi negara yang semakin kacau , hingga pada tahun 1922 muncullah Benito Andrea Amilcare Mussolini dengan parta Fascio De Combatimeto (Partai Fasis) yang sebagian besar anggotanya merupakan veteran-veteran Perang Dunia I. Partai Fasis mempropagandakan faham fasisme dengan ultranasionalise atau nasionalisme militant agar bangsa Italia mampu bangkit dari keterpurukan dan dapat menjadi negara yang besar dan kuat. Partai fasis akhirnya menguasai pemerintahan dan mengangkat Benito Mussolini sebagai Perdana Mentri Italia.
Benito Mussolini senantiasa mengingatkan bangsa Italia bahwa pada masa Imperium Romawi, Italia merupakan sebuah negara yang besar dan jaya. Benito Mussolini mengembangkan fasisme dengan cara-cara sebagai berikut
  • Membangkitkan semangat Italia Irredenta atau Italia Raya seperti Imperium Romawi dengan mempersatukan bangsa Italia dengan semangat chauvinism dan nasionalisme militan
  • Memperkuat dan memperbesar angakatan perang untuk memperluas wilayah kekuasaan
  • Menguasai Laut Tengah dengan anggapan Mare Nostrum atau Laut Kita
  • Melakukan tindakan-tindakan imprealis dengan menyerang dan mengasai Ethiopia dan Albania.
  • Melakukan kerjasama dengan Jerman
  • Membantu pemerintahan Jenderal Franco di Spanyol
Usaha-usaha Benito Mussolini dalam membangkitkan semangat nasionalisme fanatic tersebut ternyata memberikan keberhasilan, meskipun pada akhirnya mengundang kekhawatiran bagi bangsa-bangsa di dunia karena mengancam keamanan dan kedaulatan bangsa lain didunia.
B. Perkembangan Fasisme di Jerman
Berbeda dengan Italia, Jerman merupakan negara yang tergabung ke dalam triple Alliance (blok sentral) dalam Perang Dunia I sehingga diwajibkan membayar segala kerugian yang terjadi pada Perang Dunia I kepada negara-negara yang menang perang Triple Etente (blok sekutu). Namun kondisi keuangan Jerman tidak memungkinkan bahkan kondisi perekonomian di dalam negeri Jerman sangat buruk. Tidak jauh dengan Italia, pengangguran dan angka kriminalitas meningkat tajam sehingga memperparah keadaan. Keadaan ini menimbulkan rasa benci dan keinginan untuk balas dendam dalam jiwa bangsa Jerman kepada negara-negara yang tergabung dalam blok sekutu.
Keterpurukan Jerman mulai bangkit ketika Adolf Hitler dinobatkan menjadi pemimpin Partai Pekerja Nasionalis Sosialis Jerman atau yang lebih dikenal dengan nama NSDAP atau NAZI. Partai Nazi mengembangkan faham yang di dalamanya mengajarakan semangat Chauvinisme dan sangat mengagungkan bangsa Jerman sebagi keturunan dari ras Arya yang dikenaal agung dan mulia, berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya yang dianggapnya sebagai keturunan bangsa-bangsa yang primitif.
Selain itu, Partai Nazi mengobarkan semangat balas dendam kepada bangsa yahudi dan komuni, karena mereka beranggapan bahwa bangsa Yahudi dan komunislah yang berada diblok sekutu pada Perang Dunia I. Selain itu, Nazi juga mengampanyekan penolakan terhadap isi perjanjian Versailes karena dianggap sebagi penindasan dan peraompokan paksa atau lepasnya beberapa wilayah kekuasaan Jerman di Eropa dan Afrika. Partai Nazi pun kembali menegaskan bahwa yang berada dibalik perjanjian tersebut adalah bangsa yahudi dan komunisme yang ingin mengahancurkan bangsa Jerman.
Propaganda Adolf Hitler berhasil membangkitkan semangat bangsa Jerman untuk bersatu membangun kembali kebesaran bangsa Jerman dan ingin menjadikan Jerman sebagai Lord of the Earth atau tuan tanah di bumi. Hingga pada tahun 1933 Partai Nazi menjadi partai berkuasa di Jerman dan Hitler diangkat menjadi perdana menteri. Hitler pun merangkap menjadi presiden pada tahun 1934. Hitler memimpin Jerman dengan dictator dan absolut dan totaliterisme yaitu faham yang berprinsip bahwa semua diutus oleh negara dan rakyat sama sekali tidak mempunyai kebebasan.
C. Perkembangan Fasisme di Jepang
Berbeda dengan Jerman dan Italia, kedua negara tersebut muncul sebagi negara fasisi dengan latar belakang Perang Dunia I. Sedangkan kemunculan Jepang sebagai negara fasis berawal dari adanya Restorasi Meiji. Adapun Restorasi Meiji sendiri muncul sebagai akibat adanya kekecewaan bangsa Jepang kepada Keshogunan Tokugawa yang dianggap lemah kepada bangsa asing.
Restorasi Meiji membuka jalan Jepang untuk menuju kepada zaman baru yang lebih baik. Kekaisaran Meiji kembali mengobarkan semangat bangsa Jepang dengan mengangkat kembali ajaran Hakko Ichiu.
Ajaran Hakko Ichiu mrmpunyai arti delapan penjuru yang merupakan keluarga besar dan menempatkan Jepang adalah pemimpinnya. Dalam ajaran Hakko Ichiu diajarakan bahwa bangsa Jepang merupakan keturunan dewa yang paling murni dan paling kuat sehingga paling berhak memimpin dunia.
Ajaran Hakko Ichiu berhasil mengorbankan semangat bangsa Jepang menjadi bangsa yang ultranasionalis (nasionalisme militan). Selain itu Jepang pun berhasil menjadi negara industry yang kuat dan mampu bersaing dengan negara-negara maju di Eropa.  Meskipun sangat disayangkan, kemajuan industry tersebut memicu tumbuhnya faham fasisme dan militerisme yang mengarah kepada imprealisme.
6. Perkembangan Fasisme di Indonesia
Awal tahun 1933, berdiri Nederlandsche Indische Fascisten Organisatie (NIFO) di Batavia. Organisasi ini berkiblat pada organisasi fasis di Jerman dan mengklaim diri sebagai bagian dari Nationaal Socialistische Beweging (NSB) yang didirikan oleh Ir Mussert dua tahun sebelumnya. Seperti halnya kaum Fasis di Jerman, NIFO juga memiliki sayap pemuda militan, Barisan Pemuda, Sebuah pasukan yang mendapat latihan ketentaraan dan berseragam hitam. Sayangnya, tidak semua anggota NIFO setuju dengan pembentukan pasukan ini, dengan alasan akan menimbulkan pertentangan antar golongan di tanah Hindia. Mereka, melalui vergadering dan kursus-kursus politik, gencar menyebarluaskan ajaran fasis.
Pengaruh Fasis diterima dengan baik oleh beberapa orang pribumi. Pada bulan Agustus 1933 di Bandung, Dr Notonindito mendirikan Partai Fascist Indonesia (PFI). Partai ini mengusung fasisme demi romantisme sejarah kejayaan budaya dimasa lampau, seperti halnya romantisme Mussolini pada kejayaan Romawi, Italia La Prima. Berbeda dengan fasis Eropa dan Indo yang bisa jadi dilator belakangi oleh kepentingan ekonomi. Pada dasarnya PFI ingin membangun kejayaan kerajaan Indonesia purba macam Sriwijaya atau Majapahit. Gagasan dan cita-cita ini juga mengejutkan kaum pergerakan nasional waktu itu. Notonindito yang pernah tinggal di Jerman rupanya tidak ingin mengikuti fasisme Jerman pada tahun 1924, sebagai orang Jawa dirinya lebih mengakar pada kebudayaan Jawa saja. Ia bukan bermaksud mendirikan Negara korporasi, melainkan sebuah Negara yang dipimpin oleh seorang raja seperti pada masa lampau. Seperti dikutip dalam Adil: “mendapatkan kemerdekaan Djawa dan nanti diangkat raja yang tunduk pada grondwet dan raja ini adalah turunan dari Penembahan Senopati; akan mebangunkan kembali statenbond (Perserikatan Negeri-negeri) dari kerajaan-kerajaan di Indonesia yang merdeka, dimana terhitung juga tanah-tanah raja (Vorstenlanden).

Daftar Pustaka

Agung, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Ombak :Yogyakarta.
Anonim. Mengetahui Sejarah Lahirnya Negara-Negara Fasis http://www.bimbie.com/negara-fasis.htm (Diakses 9 November 2014)
Anonim. 2013. Fasism. http://newhistorian.wordpress.com/2008/01/04/fasisme/ (Diakses 9 November 2014)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Nasionalisme




 “  NASIONALISME”

PAPER

Disusun oleh:

Reny Putri Aditiya      (120210302004)

Kelas B




PROGAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

1. Konsep Dasar Nasionalisme
a. Definisi Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan natie (Belanda) yang berarti “ bangsa”. Bangsa adalah sekelompoj masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemampuan untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita dan tujuan.
Pengertian nasionalisme yang dihubungkan dengan perasaan kebangsaan telah dijelaskan oleh pemikir-pemikir seperti Joseph Ernest Renan (1823-1892) dan Otto Bouwer (1882-1939). J. Ernest Renan yang menganut aliran nasionalisme berdasarkan faktor kemanusiaan mengemukakan bahwa munculnya suatu bangsa karena adanya kehendak untuk bersatu (suatu cara persatuan), sedangkan Otto Bouwer mengungkapkan bahwa perasaan kebangsaan timbul karena persamaan perangai dan tingkah laku dalam memperjuangkan persatuan dan nasib bersama. Kedua ahli tersebut berpendapat bahwa nasionalisme timbul karena faktor kamnusiaan, tetapi keduannya memberikan tekanan yang berbeda. Pertama, J.Ernest Renan menenakankan faktor persamaan keinginan sedangkan Otto Bouwer menggariskan faktor persamaan keinginan. Kedua, dengan perbedaan tekanan maka kesimpulan tentang nasionalisme juga berbeda. J. Ernest Renan, suatu bangsa timbul karena dorongan kemauan (contohnya bangsa Amerika Serikat) sedangkan Otto Bouwer, suatu bangsa timbul karena pengalaman penderitaan, kesengsaraan, dan kepahitan hidup yang sama. Contohnya seperti nasionalisme di negara-negara Asia Afrika yang timbul akibat persamaan nasib sebagai bangsa yang terjajah.
Hans Kohn (1986) menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetian tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Slamet Muljana (1986) menyatakan bahwa nasionalisme adalah manifestasi kesadaran berbangsa dan bernegara atau semangat bernegara. Sartono Kartodirjo menjelaskan nasionalisme sebagai fenomena historis timbul sebagai jawaban terhadap kondisi-kondisi historis, politik, ekonomi dan sosial tertentu.
Menurut L. Stoddard: Nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu bangsa.
Menurut Dr. Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu:
1.Hasrat untuk mencapai kesatuan.
2. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan.
3. Hasrat untuk mencapai keaslian.
4. Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
Menurut Soekarno, pengertian nasionalisme adalah sebuah pilar kekuatan bangsa-bangsa terjajah untuk memperoleh kemerdekaannya.
Nasionalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata "Nasional" dan "isme", yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air. Rasa nasionalisme juga identik dengan memiliki rasa solidaritas. Nasionalisme juga mengandung makna persatuan dan kesatuan
Beberapa definisi diatas memberi simpulan bahwa nasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetian tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada disepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda.budayaan kreatif dan kesejahteran ekonomi.
Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik dan bahwa bangsa adalah sumber daripada semua tenaga
Nasionalisme (dalam arti modern) untuk pertama kalinya muncul di Eropa  ke18. Lahirnya paham nasionalisme ini diikuti dengan terbentuknya negara-negara nasional atau negara kebangsaan. Pada mulanya terbentuknya negara kebangsaan dilator belakangi oleh faktor-faktor objektif seperti persamaan keturuanan, bahasa, adat-istiadat, tradisi dan agama. Akan tetapi, kebangsaan yang dibentuk atas dasar paham nasionalisme lebih menenkannkan kemauan untuk hidup bersama dalam negara kebangsaan.
b. Akar-Akar Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat, dan penguasa-penguasa resmi didaerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi, baru pada perasaan yang diakui secara umum. Nasionalisme ini makin lama makin kuat perannya dalam membentuk semua segi kehidupan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi. Baru akhir-akhir ini telah berlaku syarat bahwasanya setiap bangsa harus membentuk suatu negara sendiri dan negara itu harus meliputi seluruh bangsa. Dahulu setiap orang tidak ditujukan kepada negara sosial, organisasi politik atau raja feodal, dan kesatuan ideology seperti suku atau klan, negara kota, dinasti, gereja, atau golongan keagamaan. Berabad-abad lamanya cita-cita dan tujuan politik bukanlah negara kebangsaan, melainkan setidak-tidaknya dalam teori adalah imperium yang meliputi seluruh dunia, meliputi berbagai bangsa dan golongan-golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama serta untuk menjamin perdamaian bersama.
Bangsa-bangsa adalah buah hasil tenaga hidup dalam sejarah dan arena itu selalu bergelombang dan tidak pernah membeku. Bangsa-bangsa merupakan golongan-golongan yang beraneka ragam dan tidak terumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa-bangsa itu memiliki faktor-faktor objektif tertentu yang membuat mereka itu berbeda dari bangsa-bangsa lainnya, misalnya perasaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat istiadat, dan tradisi ataupun agama. Akan tetapi, teranglah bahwa tidak satupun di anatara faktor-faktor ini bersifat hakiki.
2. Perkembangan Nasionalisme
Bahkan sebelum abad nasionalisme kita jumpai individu-individu yang memiliki perasaan-perasaan yang mirip dengan nasionalisme. Namun perasaan itu hanyalah terbatas kepada individu-individu saja. Rakyat banyak tak pernah merasa baik dilihat dari sudut kebudayaan, politik maupun ekonomi bahwa hidupnya tergantung kepada nasib kebangsaan. Boleh jadi bahaya dari luar membangkitkan perasaan persatuan nasional, sebagaimana yang terjadi di Yunani selama perang-perang Persia atau di Prancis dalam perang Seratus tahun. Akan tetapi tak membangkitkan perasaan-perasaan nasional sampai mendalam.
Watak nasionalisme sudah berkembang dalam zaman-zaman lampau. Akar-akar nasionalisme tumbuh diatas tanah yang sama dengan peradaban Barat, yakni dari bangsa-bangsa Ibrani Purba dan Yunani Purba. Kedua bangsa ini mempunyai kesadaran yang tegas bahwa mereka itu berbeda dari pada bangsa-bangsa lainnya. Pendukung kesadaran golongan ini bukanlah Raja atau kaum Padri, melainkan rakyat sebagi keseluruhan, yakni setiap orang Ibrani atau setiap orang Yunani. Akan tetapi pada bangsa Yunani dan Ibrani, watak kebangsaanyalah dan tenaga rohani kreatif rakyatnyalah yang memegang peranan penting. Bahwasanya mereka hidup langsung sampai sekarang, hal ini disebabkan karena kelestarian kebudayaannya, politiknya, dan kebumiaanya. Cita negara kebangsaan belum mereka kenal, tetapi mereka memiliki kesadaran kuat akan suatu tugas kebudayaan.
Ada tiga corak haikiki nasionalisme modern berasal dari bangsa Ibrani, yakni cita sebagai bangsa terpilih, penegasan bahwa mereka mempunyai kenangan yang sama mengenai masa lampau dan harapan yang sama yang akan datang, dan akhirnya bahwasanya bangsa mereka mempunyai tugas khusus di dunia ini.
Dua revolusi besar yang terkenal dengan nama Renaissanse dan reformasi merupakan peralihan dari Abad pertengahan ke zaman modern dalam dunia Kristen Barat. Karya-karya klasik dan Wasiat Lama dibaca dengan semangat dan pengertian baru. Dalam keadaanya terdapat benih-benih bagi kesadaran nasional yang sedang bangun. Suara menyokong nasionalisme diserukan sendirian oleh Nicollo Machiavelli di Italia zaman Renaissanse. Ia menganjurkan bangkitnya seorang yang kuat untuk membebaskan Italia dari bangsa-bangsa Barbar, yakni bangsa yang bukan bangsa Italia.
Reformasi memajukan kecorakragaman di lapangan agama dan bahasa di zaman modern. Dalam pada itu, pengertian baru tentang negara dan kekuasaan raj yang berkembang selmaa zaman Renassanse menciptakan negara-negara dinasti baru dengan kekuasaan yang terpusa, yang setidak-tidaknya di Eropa menjadi dibentuk yang kelak berkembang mejadi negara kebangsaan.
Dalam abad ke 17 dan 18, pada taraf permualaan nasionalisme di Barat, maka ukuran-ukran umum peradaban Barat, tradisi-tradisi Kristen dan Stoika yang tetap hidup, penghormatan kepada yang bersifat kemanusiaan umum, kepercayaan kepada akal, yang satu dan sama dimana-mana, dan kepercayaan kepada akal sehat, kesemuanya ini terlalu kuat untuk memungkinkan nasionalisme memperkembangkan tendens-tendensnya sepenuhnya dan untuk menghancurkan masyarakat manusia.
Nasionalisme modern terjadi dalam abad ke-17 di Inggris. Untuk pertama kalinya atas tradisi kekuasaan Gereja dan Negara mendapat tantangan dari Revolusi-revolusi Inggris abad ke 17 atas nama kemerdekaan manusia. Dibawah pengaruh paham Puritan tiga cita pokok nasionalisme Yahudi dihidupkan lagi, bangsa yang terpilih, Perjanjian dan Harapan Masihi. Maka nasionalisme Inggris lahir dari kandungan yang bercorak keagamaan dan dalam hal ini mempertahankan corak aslinya. Nasionalisme Inggris menjadi sewujud dengan konsepsi kemerdekaan perseorangan. Namun di Inggris nasionalisme memasuki semua lembaga dan menciptakan ikatan hidup anatara golongan yang memerintah dan rakyat. Adalah ibawah pengaruh nasionalisme liberal Inggris, bahwa para filsif Prancis dalam abad ke 18 berjuang melawan kekuatan pemerintah yang terlalu besar, melawan intoleransi dan pengawasan dari pihak gereja dan negaranya.
Kehidupan plitik dan intelaktual dalam tiga belasa koloni Inggris di Amerika Utara didasarkan kepada asas-asas Revolusi Puritan dan Glorius Revolution. Dalam nasionalisme di Amerika Utara untuk pertama kalainya, suatu bangsa lahir dan bangkit di atas asas bahwa “ kebenaran ini menganggap bahwa kewajaranya, bahwa semua orang diciptakan sama, bahwa mereka di anugerahi oleh Penciptanya dengan beberapa hak-hak tertentu, hak akan kemerdekaan dan hak menuntut kebahagiaan “ tanpa menghancurkan asas-asasnya sendiri. Kebenarana ini besar pengaruhnya kepada tingkat pertama Revolusi Prancis di atas tahta menggantikan sejarah Prancis. Akan tetapi suatu unsur baru msuk dalam nasionalisme Prancis, yakni mitos kepribadan kolektif seperti yang dilukiskan oleh pemikiran Rousseau yang subur dan lincah.
Revolusi Prancis diilhami oleh teladan Inggris mengenai kemerdekaan konstitusional dan kekuasaan Pemerintah yang dibatasi, akan tetapi di Prancis tradisi yang sudah biasa dengan kekuasaan bahkan kekuasaan yang tak terbatas hanya sedikit sumbangannya dalam mempersiapkan rakyat untuk pemerintahan sendiri dan untuk membatasi kekuasaan-kekuasaan Raja.
Nasionalisme, pada awalnya muncul di Eropa. Gejala ini telah mengambil bentuknya yang jelas pada abad XIX. Nasionalisme ini di dalam pertumbuhannya di sana, menyokong politik imperealisme negara mereka masing-masing (Eropa). Paham nasionalisme berkembang dan menyebar dari Eropa keseluruh dunia pada abad ke 19 dan 20. Pada intinya nasionalisme muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam memperjuangkan nasib yang sama, sedangkan Hans Kohn berpendapat bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu kepada negara dan bangsa. Sementara itu, Ernest Renant menyatakan, nasionalisme ada ketika muncul keinginan untuk bersatu.
Nasionalisme timbul menjadi kekuatan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke 18 selanjutnya paham ini tumbuh dan berkembang ke seluruh Eropa pada abad ke 19, hingga awal abad ke 20. Pada abad ke 20, nasionalisme menjalar dan berkembang ke wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Dengan adanya hal tersebut, pada abad ke 19 dapat disebut zaman pertumbuhan dan perjuangan nasionalisme modern Asia, Afrika, dan Amerika Latin, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya telah melahirkan banyak negara merdeka di dunia.
Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme modern, pada dasarnya disebabkan karena struktur sosial tradisional dengan sistem hubungan yang didasarkan pada persamaan-persamaan yang bersifat primordialistik itu dipandang tidak cocok lagi dengan perkembangan keadaan alam dan zaman karena basis dasarnya dinilai terlalu konservatif dan dapat menimbulkan hal-hal yang bersifat chauvinistik atau nasionalisme yang berlebihan, antagonistik, serta ketertutupan negara terhadap pengaruh negara lain. Selain itu, sebab lain lahirnya nasionalisme adalah penaklukkan negara bangsa lain oleh negara tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan bagi masyarakat negara bangsa yang ditaklukkan. Oleh sebab itu, nasionalisme sering diasosiasikan sebagai ekspansinisme, imperialisme, dan peperangan.
Tumbuh dan berkembangnya pemikiran nasionalisme modern tidaklah dipelopori oleh kalangan politikus atau negarawan, tetapi oleh para ahli ilmu pengetahuan dan budayawan seperti pelopor dan pemikir nasionalisme modern di Eropa Barat antara lain John Locke, J.J Rousseau, John Gottfried Herder dan lain-lain. Beberapa negara-negara yang penting itu berebut wilayah di tanah-tanah Asia dan Afrika. Negara-negara nasional seperti Jerman, Prancis, Inggris, Italia bertarung memperebutkan rejeki di Asia dan Afrika. Dengan demikian terlihatlah bahwa watak nasionalisme Eropa pada tahap itu adalah agresif dan sering juga sovinistis(Dekker, 1997:13).  Negara-negara Eropa yang melaksanakan imperealisme dan kolonialisme dengan menduduki tanah jajahan. Nasionalisme negeri jajahan, sasaran pokoknya melawan imperialisme. Nasionalisme di tanah jajahan itu bersifat revolusioner. Nasionalisme ini tidak hanya menginginkan lenyapnya penindasan politik saja, tetapi juga penindasan sosial ekonomi. Dengan demikian tampaklah perbedaan watak nasionalisme Eropa dengan nasionalisme Asia.
Perbedaan ini ditentukan oleh situasinya yang berlainan dan juga oleh faktor politik-sosial-ekonomi di negara masing-masing. Karena adanya perbedan dan kategori nasionalisme pada umumnya (Eropa dan Asia), maka ada pula orang (Halkema Kohl) yang menanamkan nasionalisme yang tumbuh di daerah kolonial-kolonial itu (khususnya Asia) dengan nama Colonial Nasionalism atau nasionalisme kolonial.  Istilah itu menimbulkan asosiasi pikiran yang negative terhadap nasionalisme yang tumbuh di Asia. Adanya predikat kolonial untuk suatu gerakan yang didukung oleh mereka yang terjajah, dengan tujuan yang positif, sukar diterima. Karena itu nasionalisme yang berkembang di Asia lebih tepat diberi nama Nasionalisme Asia. Nasionalisme timur lahir dalam masyarakat yang terobsesi akan apa yang telah dicapai oleh Barat tetapi secara budaya mereka tidak dilengkapi oleh prakondisi-prakondisi modernitas yang memadai. Pada satu sisi, nasionalisme Timur merupakan emulasi dari apa yang telah terjadi di barat. Di sisi lain, nasionalisme juga menolak dominasi barat.
Menurut Hertz (Nasionality in History and Politics) (1951) di dalam nasionalisme, setidaknya ada dua unsur yang penting yaitu persatuan dan kemerdekaan(Dekker, 1997:13). Dua hal ini sukar dipisahkan. di satu pihak kemerdekaan memerlukan adanya persatuan bangsa dan di lain pihak persatuan memerlukan adanya kemerdekaan. Tanpa kemerdekaan sangat sukar membina persatuan dan sebaliknya tanpa persatuan sulit mencapai kemerdekaan. Khusus terhadap corak inti penjajahan dari nasionalisme, harus diingat bahwa yang dibenci bukan orang atau bangsa asing, tetapi faham yang mereka laksanakan (imperealisme).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nasionalisme itu merupakan suatu paham rasa cinta dan setia terhadap negara yang ditunjukkan oleh rasa ingin bersatu. Dalam dunia Timur (daerah yang terjajah oleh Eropa) nasionalisme merupakan kebangkitan dari rakyat jajahan untuk mendapatkan kemerdekan dan mendirikan negara yang bebas dan merdeka dari penjajahan. Sedangkan nasionalisme Barat bangkit dari reaksi masyarakat yang merasakan ketidaknyamanan budaya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akibat kapitalisme dan industrialisme. Budaya mereka memungkinkan mereka menciptakan sebuah kondisi yang dapat mengakomodasi standar-standar modernitas.
3. Perkembangan Nasionalisme di Indonesia
Walaupun persatuan Indonesia telah bertunas lama dalam sejarah bangsa Indonesia, semangat kebangsaan atau nasionalisme dalam arti yang sebenarnya seperti kita pahami sekarang ini, secara resminya baru lahir pada permulaan abad ke 20. Ia lahir, terutama sebagai reaksi atau perlawanan terhadap kolonialisme dan karenanya merupakan kelanjutan dari gerakan-gerakan perlawanan terhadap kolonial VOC dan Belanda yang terutama digerakkan oleh raja-raja dan pemimpin-pemimpin agama.
Kolonialisme modern, sebagaimana diterapkan VOC dan Belanda di Indonesia mengandung setidak-tidaknya tiga unsur penting. Pertama, politik dominasi oleh pemerintahan asing dan hegemoni pemerintah asing tersebut terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Karena itu nasionalisme Indonesia dibidang politik bertujuan menghilangkan dominasi politik negara asing dengan membentuk pemerintah berkedaulatan rakyat yang dipimpin badan permusyawaratan dab pemufakatan dalam perwakilan.
Kedua, eksploitasi ekonomi. Setiap pemerintahan kolonial berusaha mengeksploitasi sumber alam negeri yang dijajahnya untuk kamakmuran dirinya, bukan untuk kemakmuraan negeri jajahan. Rakyat juga diperas dan dipaksa bekerja untuk kepentingan ekonomi kolonial, misalnya seperti terlihat sistem Tanam Paksa (Culturestelstel) yang diterapkan pemerintah Hinda Belanda di Jawa pada awal abad ke 19 dan menimbulkan perlawanan seperti Perlawanan Diponegoro. Karena itu, nasionalisme Indonesia hadir untuk menghentikan ekspolitasi ekonomi asing dengan berdikari. Ketiga, penetrasi budaya. Kolonialisme juga secara sistematis menghapuskan jati diri suatu bangsa dengan menghancurkan kebudayaan dan budaya bangsa yang dijajahnya, termasuk agama yang dianutnya. Caranya dengan melakukan penetrasi budaya, terutama melalui sistem pendidikan. Karena itu, di bidang kebudayaan, nasionalisme Indonesia bertujuan menghidupkan kembali kepribadian bangsa yang harus diselaraskan dengan perubahan zaman. Ia tidak menolaka pengaruh kebudayaan dari luar, tetapi menyesuaikan dengan pandangan hidup, sistem nilai dan gambaran dunia bangsa Indonesia.
Ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan dari semangat yang mendasar dari Pancasila. Merujuk pidato Bung Karno (7 Mei 1953), yang intinya ialah pertama, nasionalisme Indonesia bukan nasioanalisme sempit (chauvinism) tetapi nasionalisme yang mencerminkan perikemanusiaan (humanisme, internasionalisme) : kedua, kemerdekaan Indonesia tidak hanya bertujuan untuk menjadikan negara yang berdaulat secara politik dan ekonomi, tetapi juga mengembangkan kepribadian sendiri atau kebudayaan yang berpijak pada sistem nilai dan pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yang “bhinneka tunggal”.
Ahli sejarah Sartono Kartodirjo mengemukakan bahwa yang disebut “nation” dalam konteks nasionalisme Indoensia ialah suatu konsep yang dialamatkan pada suatu komunitas sebagao kesatuan kehidupan bersama yang mencakup berbagai unsur yang berbeda dalam aspek etnis, kelas dan golongan sosial, sistem kepercayaan, kebudayaan, bahasa, dan lain sebagainya. Kesemuanya terintergrasikan dalam perkembangan sejarah sebagai kesatuan sistem politik berdasarkan solidaritas yang ditopang oleh kemauan politik bersama.
Pengertian  yang diberikan Sartono Kartodirjo didasarkan pada perkembangan sejarah bangsa Indonesia dan realitas sosial budayanya, serta bedasarkan berbagai pernyataan politiik pimpinan Indonesia sebelum kemerdekaan seperti manifesto Perhimpunan  Indonesia dan Sumpah Pemuda 1928. Unsur-unsur nasionalisme Indonesia mencakup hal-hal seperti berikut
  1. Kesatuan (unity) yang mentransformasikan hal-hal yang bhinneka menjadi seragam sebagai konsekuensi dari proses integrasi. Akan tetapi persatuan dan kesatuan tidak boleh disamakan dengan penyeragaman dan keseragaman
  2. Kebebasan (liberty) yang merupakan keniscayaan bagi negeri-negeri yang terjajah agar bebas dari dominasi asing secara politik dan eksploitasi ekonomi serta terbebas pula dari kebijakan yang menyebabkan hancurnya kebudayaan yang berkepribadian.
  3. Kesamaan (equality) yang merupakan bagian implisit dari masyarakat demokratis dan merupakan suatu yang berlawanan dengan politik kolonial diskriminatif dan otoriter
  4. Kepribadian (identity) yang lenyap disebabkan ditiadakan, dimarginalkan secara sistematis oleh pemerintah kolonial Belanda.
  5. Penacapaian-pencapain dalam sejarah yang memberikan inspirasi dan kebanggaan bagi suatu bangsa sehingga bangkit semangatnya untuk berjuan menegakkan kembali harga diri dan martabatnya ditengah bangsa.
Seorang ahli sejarah Notonegoro mengemukakan bahwa nasionalisme dalam konteks pancasila bersifat “majemuk tunggal” (bhinneka tunggal ika). Unsur-unsur yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut :
  1. Kesatuan sejarah, yaitu kesatuan yang dibentuk dalam perjalanan sejarahnya yang panjang sejak zaman Sriwijaya, Majapahit dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam hingga akhirnya muncul penjajahan VOC dan Belanda. Secara terbuka, nasionalisme pertama dicetuskan dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 dan mencapai puncaknya pada masa Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
  2. Kesatuan nasib, bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki persamaan nasib, yaitu penderitaan selama masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan secara terpisah dan bersama-sama sehingga berkat rahmat Tuhan YME dapat memproklamasikan kemerdekaan menjelang berakhrinya masa pendudukan tentara Jepang.
  3. Kesatuan kebudayaan, walaupun bangsa Indoensia memiliki keragaman kebudayaan dan menganut agama yang berbeda namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang sempurna dan mempunyai ikatan dengan agama agama besar yang dianut bangsa Indonesia, Hindu Budah, Katolik, Kristen dan Islam
  4. Kesatuan wilayah, bangsa ini hidup dan mencari penghidupan diwilayah yang sama, yaitu tumpah darah Indonesia
  5. Kesatuan asas kerohanian, bangsa ini memiliki kesamaan cita-cita, pandangan hidup dan falsafah kenegaraan yang berakar dalam pandangan hidup, masyarakat Indonesia sendiri di masa lalu maupun pada masa kini.
Dengan demikian,secara umum bahwa nasionalisme sebagai gejala historis mempunyai peranan dominan dalam abad ke 20 dalam proses formatif negara-negara nasional di Asia dan Afrika. Ideologi politik mempunyai fungsi teleologis serta memberi orientasi politik bagi suatu masyarakat sehingga terbentuk solidaritas yang menjadi landasan bagi proses pengintegrasian sebagai komunitas politik atau nation. Nasionalisme sebagai ideology politik tercipta sebagai counter-ideology terhadap kolonialisme atau imprealismeyang mampu menawarkan realitas tandingan serta menyajikan orientasi tujuan bagi gerakan politik yang berjuang untuk mewujudkan relalitas itu. Disamping itu, pengalaman bersama yang serba negative dalam penjajahan mengfungsikan nasionalisme sebagai penggemblengan solidaritas baru, jauh melampaui fungsi ikatan primordioalnya.
Kehidupan nasionalisme Indonesia yang dilahirkan dalam kancah perjuangan perintis kemerdekaan pada masa kolonial dan diteruskan oleh perjuangan fisik selam revolusi menuntut suatu kontinuitas di masa depan, tidak lain karena prinsip-prinsi yang terkandung di dalamnya, masih memerlukan pemantapan selama proses nation building di Indonesia masih berjalan terus.

Daftar Pustaka

Adisusilo, Sutarjo. 2013. Sejarah Pemikiran Barat Dari Yang Klasik Sampai Yang Modern. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Agung, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Ombak :Yogyakarta.
Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Erlangga : Jakarta
Indra, fendy. 2014. SEJARAH PEMIKIRAN BESAR (IDEOLOGI): NASIONALISME. http://fendyi.blogspot.com/2014/04/sejarah-pemikiran-besar-ideologi_25.html (Diakses, 2 November 2014)



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS