Pendidikan Sejarah (Universitas Jember)

indonesia raya


Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Nasionalisme




 “  NASIONALISME”

PAPER

Disusun oleh:

Reny Putri Aditiya      (120210302004)

Kelas B




PROGAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

1. Konsep Dasar Nasionalisme
a. Definisi Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan natie (Belanda) yang berarti “ bangsa”. Bangsa adalah sekelompoj masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemampuan untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita dan tujuan.
Pengertian nasionalisme yang dihubungkan dengan perasaan kebangsaan telah dijelaskan oleh pemikir-pemikir seperti Joseph Ernest Renan (1823-1892) dan Otto Bouwer (1882-1939). J. Ernest Renan yang menganut aliran nasionalisme berdasarkan faktor kemanusiaan mengemukakan bahwa munculnya suatu bangsa karena adanya kehendak untuk bersatu (suatu cara persatuan), sedangkan Otto Bouwer mengungkapkan bahwa perasaan kebangsaan timbul karena persamaan perangai dan tingkah laku dalam memperjuangkan persatuan dan nasib bersama. Kedua ahli tersebut berpendapat bahwa nasionalisme timbul karena faktor kamnusiaan, tetapi keduannya memberikan tekanan yang berbeda. Pertama, J.Ernest Renan menenakankan faktor persamaan keinginan sedangkan Otto Bouwer menggariskan faktor persamaan keinginan. Kedua, dengan perbedaan tekanan maka kesimpulan tentang nasionalisme juga berbeda. J. Ernest Renan, suatu bangsa timbul karena dorongan kemauan (contohnya bangsa Amerika Serikat) sedangkan Otto Bouwer, suatu bangsa timbul karena pengalaman penderitaan, kesengsaraan, dan kepahitan hidup yang sama. Contohnya seperti nasionalisme di negara-negara Asia Afrika yang timbul akibat persamaan nasib sebagai bangsa yang terjajah.
Hans Kohn (1986) menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetian tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Slamet Muljana (1986) menyatakan bahwa nasionalisme adalah manifestasi kesadaran berbangsa dan bernegara atau semangat bernegara. Sartono Kartodirjo menjelaskan nasionalisme sebagai fenomena historis timbul sebagai jawaban terhadap kondisi-kondisi historis, politik, ekonomi dan sosial tertentu.
Menurut L. Stoddard: Nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu bangsa.
Menurut Dr. Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu:
1.Hasrat untuk mencapai kesatuan.
2. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan.
3. Hasrat untuk mencapai keaslian.
4. Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
Menurut Soekarno, pengertian nasionalisme adalah sebuah pilar kekuatan bangsa-bangsa terjajah untuk memperoleh kemerdekaannya.
Nasionalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata "Nasional" dan "isme", yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air. Rasa nasionalisme juga identik dengan memiliki rasa solidaritas. Nasionalisme juga mengandung makna persatuan dan kesatuan
Beberapa definisi diatas memberi simpulan bahwa nasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetian tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada disepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda.budayaan kreatif dan kesejahteran ekonomi.
Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik dan bahwa bangsa adalah sumber daripada semua tenaga
Nasionalisme (dalam arti modern) untuk pertama kalinya muncul di Eropa  ke18. Lahirnya paham nasionalisme ini diikuti dengan terbentuknya negara-negara nasional atau negara kebangsaan. Pada mulanya terbentuknya negara kebangsaan dilator belakangi oleh faktor-faktor objektif seperti persamaan keturuanan, bahasa, adat-istiadat, tradisi dan agama. Akan tetapi, kebangsaan yang dibentuk atas dasar paham nasionalisme lebih menenkannkan kemauan untuk hidup bersama dalam negara kebangsaan.
b. Akar-Akar Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat, dan penguasa-penguasa resmi didaerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi, baru pada perasaan yang diakui secara umum. Nasionalisme ini makin lama makin kuat perannya dalam membentuk semua segi kehidupan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi. Baru akhir-akhir ini telah berlaku syarat bahwasanya setiap bangsa harus membentuk suatu negara sendiri dan negara itu harus meliputi seluruh bangsa. Dahulu setiap orang tidak ditujukan kepada negara sosial, organisasi politik atau raja feodal, dan kesatuan ideology seperti suku atau klan, negara kota, dinasti, gereja, atau golongan keagamaan. Berabad-abad lamanya cita-cita dan tujuan politik bukanlah negara kebangsaan, melainkan setidak-tidaknya dalam teori adalah imperium yang meliputi seluruh dunia, meliputi berbagai bangsa dan golongan-golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama serta untuk menjamin perdamaian bersama.
Bangsa-bangsa adalah buah hasil tenaga hidup dalam sejarah dan arena itu selalu bergelombang dan tidak pernah membeku. Bangsa-bangsa merupakan golongan-golongan yang beraneka ragam dan tidak terumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa-bangsa itu memiliki faktor-faktor objektif tertentu yang membuat mereka itu berbeda dari bangsa-bangsa lainnya, misalnya perasaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat istiadat, dan tradisi ataupun agama. Akan tetapi, teranglah bahwa tidak satupun di anatara faktor-faktor ini bersifat hakiki.
2. Perkembangan Nasionalisme
Bahkan sebelum abad nasionalisme kita jumpai individu-individu yang memiliki perasaan-perasaan yang mirip dengan nasionalisme. Namun perasaan itu hanyalah terbatas kepada individu-individu saja. Rakyat banyak tak pernah merasa baik dilihat dari sudut kebudayaan, politik maupun ekonomi bahwa hidupnya tergantung kepada nasib kebangsaan. Boleh jadi bahaya dari luar membangkitkan perasaan persatuan nasional, sebagaimana yang terjadi di Yunani selama perang-perang Persia atau di Prancis dalam perang Seratus tahun. Akan tetapi tak membangkitkan perasaan-perasaan nasional sampai mendalam.
Watak nasionalisme sudah berkembang dalam zaman-zaman lampau. Akar-akar nasionalisme tumbuh diatas tanah yang sama dengan peradaban Barat, yakni dari bangsa-bangsa Ibrani Purba dan Yunani Purba. Kedua bangsa ini mempunyai kesadaran yang tegas bahwa mereka itu berbeda dari pada bangsa-bangsa lainnya. Pendukung kesadaran golongan ini bukanlah Raja atau kaum Padri, melainkan rakyat sebagi keseluruhan, yakni setiap orang Ibrani atau setiap orang Yunani. Akan tetapi pada bangsa Yunani dan Ibrani, watak kebangsaanyalah dan tenaga rohani kreatif rakyatnyalah yang memegang peranan penting. Bahwasanya mereka hidup langsung sampai sekarang, hal ini disebabkan karena kelestarian kebudayaannya, politiknya, dan kebumiaanya. Cita negara kebangsaan belum mereka kenal, tetapi mereka memiliki kesadaran kuat akan suatu tugas kebudayaan.
Ada tiga corak haikiki nasionalisme modern berasal dari bangsa Ibrani, yakni cita sebagai bangsa terpilih, penegasan bahwa mereka mempunyai kenangan yang sama mengenai masa lampau dan harapan yang sama yang akan datang, dan akhirnya bahwasanya bangsa mereka mempunyai tugas khusus di dunia ini.
Dua revolusi besar yang terkenal dengan nama Renaissanse dan reformasi merupakan peralihan dari Abad pertengahan ke zaman modern dalam dunia Kristen Barat. Karya-karya klasik dan Wasiat Lama dibaca dengan semangat dan pengertian baru. Dalam keadaanya terdapat benih-benih bagi kesadaran nasional yang sedang bangun. Suara menyokong nasionalisme diserukan sendirian oleh Nicollo Machiavelli di Italia zaman Renaissanse. Ia menganjurkan bangkitnya seorang yang kuat untuk membebaskan Italia dari bangsa-bangsa Barbar, yakni bangsa yang bukan bangsa Italia.
Reformasi memajukan kecorakragaman di lapangan agama dan bahasa di zaman modern. Dalam pada itu, pengertian baru tentang negara dan kekuasaan raj yang berkembang selmaa zaman Renassanse menciptakan negara-negara dinasti baru dengan kekuasaan yang terpusa, yang setidak-tidaknya di Eropa menjadi dibentuk yang kelak berkembang mejadi negara kebangsaan.
Dalam abad ke 17 dan 18, pada taraf permualaan nasionalisme di Barat, maka ukuran-ukran umum peradaban Barat, tradisi-tradisi Kristen dan Stoika yang tetap hidup, penghormatan kepada yang bersifat kemanusiaan umum, kepercayaan kepada akal, yang satu dan sama dimana-mana, dan kepercayaan kepada akal sehat, kesemuanya ini terlalu kuat untuk memungkinkan nasionalisme memperkembangkan tendens-tendensnya sepenuhnya dan untuk menghancurkan masyarakat manusia.
Nasionalisme modern terjadi dalam abad ke-17 di Inggris. Untuk pertama kalinya atas tradisi kekuasaan Gereja dan Negara mendapat tantangan dari Revolusi-revolusi Inggris abad ke 17 atas nama kemerdekaan manusia. Dibawah pengaruh paham Puritan tiga cita pokok nasionalisme Yahudi dihidupkan lagi, bangsa yang terpilih, Perjanjian dan Harapan Masihi. Maka nasionalisme Inggris lahir dari kandungan yang bercorak keagamaan dan dalam hal ini mempertahankan corak aslinya. Nasionalisme Inggris menjadi sewujud dengan konsepsi kemerdekaan perseorangan. Namun di Inggris nasionalisme memasuki semua lembaga dan menciptakan ikatan hidup anatara golongan yang memerintah dan rakyat. Adalah ibawah pengaruh nasionalisme liberal Inggris, bahwa para filsif Prancis dalam abad ke 18 berjuang melawan kekuatan pemerintah yang terlalu besar, melawan intoleransi dan pengawasan dari pihak gereja dan negaranya.
Kehidupan plitik dan intelaktual dalam tiga belasa koloni Inggris di Amerika Utara didasarkan kepada asas-asas Revolusi Puritan dan Glorius Revolution. Dalam nasionalisme di Amerika Utara untuk pertama kalainya, suatu bangsa lahir dan bangkit di atas asas bahwa “ kebenaran ini menganggap bahwa kewajaranya, bahwa semua orang diciptakan sama, bahwa mereka di anugerahi oleh Penciptanya dengan beberapa hak-hak tertentu, hak akan kemerdekaan dan hak menuntut kebahagiaan “ tanpa menghancurkan asas-asasnya sendiri. Kebenarana ini besar pengaruhnya kepada tingkat pertama Revolusi Prancis di atas tahta menggantikan sejarah Prancis. Akan tetapi suatu unsur baru msuk dalam nasionalisme Prancis, yakni mitos kepribadan kolektif seperti yang dilukiskan oleh pemikiran Rousseau yang subur dan lincah.
Revolusi Prancis diilhami oleh teladan Inggris mengenai kemerdekaan konstitusional dan kekuasaan Pemerintah yang dibatasi, akan tetapi di Prancis tradisi yang sudah biasa dengan kekuasaan bahkan kekuasaan yang tak terbatas hanya sedikit sumbangannya dalam mempersiapkan rakyat untuk pemerintahan sendiri dan untuk membatasi kekuasaan-kekuasaan Raja.
Nasionalisme, pada awalnya muncul di Eropa. Gejala ini telah mengambil bentuknya yang jelas pada abad XIX. Nasionalisme ini di dalam pertumbuhannya di sana, menyokong politik imperealisme negara mereka masing-masing (Eropa). Paham nasionalisme berkembang dan menyebar dari Eropa keseluruh dunia pada abad ke 19 dan 20. Pada intinya nasionalisme muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam memperjuangkan nasib yang sama, sedangkan Hans Kohn berpendapat bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu kepada negara dan bangsa. Sementara itu, Ernest Renant menyatakan, nasionalisme ada ketika muncul keinginan untuk bersatu.
Nasionalisme timbul menjadi kekuatan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke 18 selanjutnya paham ini tumbuh dan berkembang ke seluruh Eropa pada abad ke 19, hingga awal abad ke 20. Pada abad ke 20, nasionalisme menjalar dan berkembang ke wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Dengan adanya hal tersebut, pada abad ke 19 dapat disebut zaman pertumbuhan dan perjuangan nasionalisme modern Asia, Afrika, dan Amerika Latin, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya telah melahirkan banyak negara merdeka di dunia.
Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme modern, pada dasarnya disebabkan karena struktur sosial tradisional dengan sistem hubungan yang didasarkan pada persamaan-persamaan yang bersifat primordialistik itu dipandang tidak cocok lagi dengan perkembangan keadaan alam dan zaman karena basis dasarnya dinilai terlalu konservatif dan dapat menimbulkan hal-hal yang bersifat chauvinistik atau nasionalisme yang berlebihan, antagonistik, serta ketertutupan negara terhadap pengaruh negara lain. Selain itu, sebab lain lahirnya nasionalisme adalah penaklukkan negara bangsa lain oleh negara tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan bagi masyarakat negara bangsa yang ditaklukkan. Oleh sebab itu, nasionalisme sering diasosiasikan sebagai ekspansinisme, imperialisme, dan peperangan.
Tumbuh dan berkembangnya pemikiran nasionalisme modern tidaklah dipelopori oleh kalangan politikus atau negarawan, tetapi oleh para ahli ilmu pengetahuan dan budayawan seperti pelopor dan pemikir nasionalisme modern di Eropa Barat antara lain John Locke, J.J Rousseau, John Gottfried Herder dan lain-lain. Beberapa negara-negara yang penting itu berebut wilayah di tanah-tanah Asia dan Afrika. Negara-negara nasional seperti Jerman, Prancis, Inggris, Italia bertarung memperebutkan rejeki di Asia dan Afrika. Dengan demikian terlihatlah bahwa watak nasionalisme Eropa pada tahap itu adalah agresif dan sering juga sovinistis(Dekker, 1997:13).  Negara-negara Eropa yang melaksanakan imperealisme dan kolonialisme dengan menduduki tanah jajahan. Nasionalisme negeri jajahan, sasaran pokoknya melawan imperialisme. Nasionalisme di tanah jajahan itu bersifat revolusioner. Nasionalisme ini tidak hanya menginginkan lenyapnya penindasan politik saja, tetapi juga penindasan sosial ekonomi. Dengan demikian tampaklah perbedaan watak nasionalisme Eropa dengan nasionalisme Asia.
Perbedaan ini ditentukan oleh situasinya yang berlainan dan juga oleh faktor politik-sosial-ekonomi di negara masing-masing. Karena adanya perbedan dan kategori nasionalisme pada umumnya (Eropa dan Asia), maka ada pula orang (Halkema Kohl) yang menanamkan nasionalisme yang tumbuh di daerah kolonial-kolonial itu (khususnya Asia) dengan nama Colonial Nasionalism atau nasionalisme kolonial.  Istilah itu menimbulkan asosiasi pikiran yang negative terhadap nasionalisme yang tumbuh di Asia. Adanya predikat kolonial untuk suatu gerakan yang didukung oleh mereka yang terjajah, dengan tujuan yang positif, sukar diterima. Karena itu nasionalisme yang berkembang di Asia lebih tepat diberi nama Nasionalisme Asia. Nasionalisme timur lahir dalam masyarakat yang terobsesi akan apa yang telah dicapai oleh Barat tetapi secara budaya mereka tidak dilengkapi oleh prakondisi-prakondisi modernitas yang memadai. Pada satu sisi, nasionalisme Timur merupakan emulasi dari apa yang telah terjadi di barat. Di sisi lain, nasionalisme juga menolak dominasi barat.
Menurut Hertz (Nasionality in History and Politics) (1951) di dalam nasionalisme, setidaknya ada dua unsur yang penting yaitu persatuan dan kemerdekaan(Dekker, 1997:13). Dua hal ini sukar dipisahkan. di satu pihak kemerdekaan memerlukan adanya persatuan bangsa dan di lain pihak persatuan memerlukan adanya kemerdekaan. Tanpa kemerdekaan sangat sukar membina persatuan dan sebaliknya tanpa persatuan sulit mencapai kemerdekaan. Khusus terhadap corak inti penjajahan dari nasionalisme, harus diingat bahwa yang dibenci bukan orang atau bangsa asing, tetapi faham yang mereka laksanakan (imperealisme).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nasionalisme itu merupakan suatu paham rasa cinta dan setia terhadap negara yang ditunjukkan oleh rasa ingin bersatu. Dalam dunia Timur (daerah yang terjajah oleh Eropa) nasionalisme merupakan kebangkitan dari rakyat jajahan untuk mendapatkan kemerdekan dan mendirikan negara yang bebas dan merdeka dari penjajahan. Sedangkan nasionalisme Barat bangkit dari reaksi masyarakat yang merasakan ketidaknyamanan budaya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akibat kapitalisme dan industrialisme. Budaya mereka memungkinkan mereka menciptakan sebuah kondisi yang dapat mengakomodasi standar-standar modernitas.
3. Perkembangan Nasionalisme di Indonesia
Walaupun persatuan Indonesia telah bertunas lama dalam sejarah bangsa Indonesia, semangat kebangsaan atau nasionalisme dalam arti yang sebenarnya seperti kita pahami sekarang ini, secara resminya baru lahir pada permulaan abad ke 20. Ia lahir, terutama sebagai reaksi atau perlawanan terhadap kolonialisme dan karenanya merupakan kelanjutan dari gerakan-gerakan perlawanan terhadap kolonial VOC dan Belanda yang terutama digerakkan oleh raja-raja dan pemimpin-pemimpin agama.
Kolonialisme modern, sebagaimana diterapkan VOC dan Belanda di Indonesia mengandung setidak-tidaknya tiga unsur penting. Pertama, politik dominasi oleh pemerintahan asing dan hegemoni pemerintah asing tersebut terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Karena itu nasionalisme Indonesia dibidang politik bertujuan menghilangkan dominasi politik negara asing dengan membentuk pemerintah berkedaulatan rakyat yang dipimpin badan permusyawaratan dab pemufakatan dalam perwakilan.
Kedua, eksploitasi ekonomi. Setiap pemerintahan kolonial berusaha mengeksploitasi sumber alam negeri yang dijajahnya untuk kamakmuran dirinya, bukan untuk kemakmuraan negeri jajahan. Rakyat juga diperas dan dipaksa bekerja untuk kepentingan ekonomi kolonial, misalnya seperti terlihat sistem Tanam Paksa (Culturestelstel) yang diterapkan pemerintah Hinda Belanda di Jawa pada awal abad ke 19 dan menimbulkan perlawanan seperti Perlawanan Diponegoro. Karena itu, nasionalisme Indonesia hadir untuk menghentikan ekspolitasi ekonomi asing dengan berdikari. Ketiga, penetrasi budaya. Kolonialisme juga secara sistematis menghapuskan jati diri suatu bangsa dengan menghancurkan kebudayaan dan budaya bangsa yang dijajahnya, termasuk agama yang dianutnya. Caranya dengan melakukan penetrasi budaya, terutama melalui sistem pendidikan. Karena itu, di bidang kebudayaan, nasionalisme Indonesia bertujuan menghidupkan kembali kepribadian bangsa yang harus diselaraskan dengan perubahan zaman. Ia tidak menolaka pengaruh kebudayaan dari luar, tetapi menyesuaikan dengan pandangan hidup, sistem nilai dan gambaran dunia bangsa Indonesia.
Ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan dari semangat yang mendasar dari Pancasila. Merujuk pidato Bung Karno (7 Mei 1953), yang intinya ialah pertama, nasionalisme Indonesia bukan nasioanalisme sempit (chauvinism) tetapi nasionalisme yang mencerminkan perikemanusiaan (humanisme, internasionalisme) : kedua, kemerdekaan Indonesia tidak hanya bertujuan untuk menjadikan negara yang berdaulat secara politik dan ekonomi, tetapi juga mengembangkan kepribadian sendiri atau kebudayaan yang berpijak pada sistem nilai dan pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yang “bhinneka tunggal”.
Ahli sejarah Sartono Kartodirjo mengemukakan bahwa yang disebut “nation” dalam konteks nasionalisme Indoensia ialah suatu konsep yang dialamatkan pada suatu komunitas sebagao kesatuan kehidupan bersama yang mencakup berbagai unsur yang berbeda dalam aspek etnis, kelas dan golongan sosial, sistem kepercayaan, kebudayaan, bahasa, dan lain sebagainya. Kesemuanya terintergrasikan dalam perkembangan sejarah sebagai kesatuan sistem politik berdasarkan solidaritas yang ditopang oleh kemauan politik bersama.
Pengertian  yang diberikan Sartono Kartodirjo didasarkan pada perkembangan sejarah bangsa Indonesia dan realitas sosial budayanya, serta bedasarkan berbagai pernyataan politiik pimpinan Indonesia sebelum kemerdekaan seperti manifesto Perhimpunan  Indonesia dan Sumpah Pemuda 1928. Unsur-unsur nasionalisme Indonesia mencakup hal-hal seperti berikut
  1. Kesatuan (unity) yang mentransformasikan hal-hal yang bhinneka menjadi seragam sebagai konsekuensi dari proses integrasi. Akan tetapi persatuan dan kesatuan tidak boleh disamakan dengan penyeragaman dan keseragaman
  2. Kebebasan (liberty) yang merupakan keniscayaan bagi negeri-negeri yang terjajah agar bebas dari dominasi asing secara politik dan eksploitasi ekonomi serta terbebas pula dari kebijakan yang menyebabkan hancurnya kebudayaan yang berkepribadian.
  3. Kesamaan (equality) yang merupakan bagian implisit dari masyarakat demokratis dan merupakan suatu yang berlawanan dengan politik kolonial diskriminatif dan otoriter
  4. Kepribadian (identity) yang lenyap disebabkan ditiadakan, dimarginalkan secara sistematis oleh pemerintah kolonial Belanda.
  5. Penacapaian-pencapain dalam sejarah yang memberikan inspirasi dan kebanggaan bagi suatu bangsa sehingga bangkit semangatnya untuk berjuan menegakkan kembali harga diri dan martabatnya ditengah bangsa.
Seorang ahli sejarah Notonegoro mengemukakan bahwa nasionalisme dalam konteks pancasila bersifat “majemuk tunggal” (bhinneka tunggal ika). Unsur-unsur yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut :
  1. Kesatuan sejarah, yaitu kesatuan yang dibentuk dalam perjalanan sejarahnya yang panjang sejak zaman Sriwijaya, Majapahit dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam hingga akhirnya muncul penjajahan VOC dan Belanda. Secara terbuka, nasionalisme pertama dicetuskan dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 dan mencapai puncaknya pada masa Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
  2. Kesatuan nasib, bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki persamaan nasib, yaitu penderitaan selama masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan secara terpisah dan bersama-sama sehingga berkat rahmat Tuhan YME dapat memproklamasikan kemerdekaan menjelang berakhrinya masa pendudukan tentara Jepang.
  3. Kesatuan kebudayaan, walaupun bangsa Indoensia memiliki keragaman kebudayaan dan menganut agama yang berbeda namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang sempurna dan mempunyai ikatan dengan agama agama besar yang dianut bangsa Indonesia, Hindu Budah, Katolik, Kristen dan Islam
  4. Kesatuan wilayah, bangsa ini hidup dan mencari penghidupan diwilayah yang sama, yaitu tumpah darah Indonesia
  5. Kesatuan asas kerohanian, bangsa ini memiliki kesamaan cita-cita, pandangan hidup dan falsafah kenegaraan yang berakar dalam pandangan hidup, masyarakat Indonesia sendiri di masa lalu maupun pada masa kini.
Dengan demikian,secara umum bahwa nasionalisme sebagai gejala historis mempunyai peranan dominan dalam abad ke 20 dalam proses formatif negara-negara nasional di Asia dan Afrika. Ideologi politik mempunyai fungsi teleologis serta memberi orientasi politik bagi suatu masyarakat sehingga terbentuk solidaritas yang menjadi landasan bagi proses pengintegrasian sebagai komunitas politik atau nation. Nasionalisme sebagai ideology politik tercipta sebagai counter-ideology terhadap kolonialisme atau imprealismeyang mampu menawarkan realitas tandingan serta menyajikan orientasi tujuan bagi gerakan politik yang berjuang untuk mewujudkan relalitas itu. Disamping itu, pengalaman bersama yang serba negative dalam penjajahan mengfungsikan nasionalisme sebagai penggemblengan solidaritas baru, jauh melampaui fungsi ikatan primordioalnya.
Kehidupan nasionalisme Indonesia yang dilahirkan dalam kancah perjuangan perintis kemerdekaan pada masa kolonial dan diteruskan oleh perjuangan fisik selam revolusi menuntut suatu kontinuitas di masa depan, tidak lain karena prinsip-prinsi yang terkandung di dalamnya, masih memerlukan pemantapan selama proses nation building di Indonesia masih berjalan terus.

Daftar Pustaka

Adisusilo, Sutarjo. 2013. Sejarah Pemikiran Barat Dari Yang Klasik Sampai Yang Modern. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Agung, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Ombak :Yogyakarta.
Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Erlangga : Jakarta
Indra, fendy. 2014. SEJARAH PEMIKIRAN BESAR (IDEOLOGI): NASIONALISME. http://fendyi.blogspot.com/2014/04/sejarah-pemikiran-besar-ideologi_25.html (Diakses, 2 November 2014)



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar