Pendidikan Sejarah (Universitas Jember)

indonesia raya


Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Fasisme



 “ FASISME ”

PAPER

Disusun oleh:

Reny Putri Aditiya      (120210302004)

Kelas B




PROGAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

1. Definis Fasisme
Fasisme berasal dari kata fascio dari kata fasces yang berarti seikat tongkat dan kapak. Menurut para ahli sejarah bangsa Italia, fasisme adalah fascio di combattimento, yang kurang lebih “perstauan perjuangan”. Fasisme adalah pengaturan pemerintah dan masyarakat secara totaliter oleh suatu kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis, rasialis, militeris, dan agresif imprealis. Paham fasisme hampir bersamaan dianut oleh tiga negara yaitu, Italia, Jerman dan Jepang.
Fasisme adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Mereka menganjurkan pembentukan partai tunggal negara totaliter yang berusaha mobilisasi massa suatu bangsa dan terciptanya "manusia baru" yang ideal untuk membentuk suatu elit pemerintahan melalui indoktrinasi, pendidikan fisik, dan termasuk eugenika kebijakan keluarga. Fasis percaya bahwa bangsa memerlukan kepemimpinan yang kuat, identitas kolektif tunggal, dan kemampuan untuk melakukan kekerasan dan berperang untuk menjaga bangsa yang kuat. pemerintah Fasis melarang dan menekan oposisi terhadap negara.
2. Latar Belakang Lahirnya Fasisme
Fasisme adalah pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totaliter oleh sustu kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis, rasial, militeris dan imprealis.
Di Eropa Italia merupakan negara pertama yang menjadi fasis (1922), menyusul Jerman (1933) dan kemudian Spanyol (1936). Di Asia, Jepang berubah menjadi fasis pada tahun 1930-an melalui perubahan secara berangsur-angsur ke arah lembaga-lembaga totaliter setelah menyimpang dari warisan budaya aslinya.
Jika komunisme adalah suatu bentuk sistem totaliter yang secara khas berkaitan dengan negara-negara miskin dan terbelakang, maka Fasisme muncul dan berkembang di negara-negara yang relative lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Jika komunisme pada umumnya merupakan produk dari masyarakat-masyarakat pra demokrasi dan pasca industri. Kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan dinegara-negara yang tidak memiliki pengalaman demokrasi sama sekali. Dalam masyarakat tersebut, kediktatoran mungkin ditunjang atau dimungkinkan oleh militer, birokrasi, prestise pribadi seorang dictator. Namun, demikian kediktatoran itu kurang unsur antusiasisme dan dukungan masaa. Padahal dukungan massa (tidak mesti mayoritas) merupakan salah satu ciri fasisme, Sistem fasis tidak bakal berkembang di negara-negara yang tidak memiliki tradisi demokrasi, maka kemungkinan fasisme mencapai keberhasilan di negara-negara yang sejak dulu telah memiliki tradisi demokrasi.
Sebaliknya, pengalaman menunjukkan bahwa pada umumnya semakin keras dan teoritis gerakan fasisi semakin besar pula dukungan rakyat diperolehnya. Fasisme di Jerman merupakan gerakan politik yang paling brutal dan sekaligus paling populer.
Kondisi penting lainnya bagi pertumbuhan fasisme ialah tingkat pertumbuhan industry yang cukup maju. Setidak-tidaknya ada dua titik temu antara fasisme dan industrialisasi yang relative maju. Pertama, aksi terror dan propaganda, yang memerlukan banyak pengaturan secara teknologis dan teknologi. Kedua, sebagai sistem mobilisasi permanenn untuk keperluan perang, fasisme tidak mungkin berhasil tanpa keahlian dan sumber daya industri maju.
Dari latar belakang sosialnya, fasisme menarik minta 2 kelompok khusus. Pertama, sistem ini menarik sekelompok kaum industrialisasi dan tuan tanah tang bersedia membiayai gerakan-gerakan fasis dengan harapan bahwa sistem tersebut dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas. Dinegara-negara yang industriawan memiliki kepercayaan yang hampir sama dengan kelompok lainnya pada proses demokrasi. Akan tetapi, jika demokrasi goyah seperti yang terjadi di Jerman, Italia dan Jepang, hanya dibutuhkan segelintir, industriawan kaya dan tuan tanah saja untuk membiayai gerakan-gerakan fasis.
Sumber dukungan utama kedua bagi fasisime dan secara kuantitas seperti penting adalah kelas menengah bawah terutama dikalangan pegawai negeri. Banyak orang dari kelompok takut akan penggambungannya kembali dengan kaum proletar. Mereka melihat fasisme penyelamat bagi kedudukannya dan prestasinya.Para pegawai negeri merasa khawatir dengan perusahaan-perusahaan besar meskipun mereka tergerak untuk mencapai kedudukan yang tinggi dalam permasalahan itu.  Dengan cara yang lihai, fasisme memasukkan berbagai kecemburuan dan ketakutan para pegawai negeri ini melalui aksi propaganda melawan perusahaan besar dan buruh besar.
Kelompok sosial lain yang ternyata sangat mudah dimasuki propaganda fasisme ialah kelompok militer. Bahkan, di negara demokrasi, kaum militer prosefesional cenderung untuk melebih-lebihkan kebaikan disiplin dan persatuan. Kalau demokrasi melemah, penyimpangan profesi dalam tubuh militer ini akan menjadi bencana politik. Pada tahun-tahun awal Nazisme di Jerman, kelompok militernya secara terbukaa medukung Hitler atau mempertahankan sikap netral yang setia, Pemimpin-pemimpin tinggi militer Jerman tahu bahwa sebagian besar pemimpin Nazi adalah penjahat perang dan penderita psikopat (kurang mempunyi prinsip yang tidak merasa bersalah). Meskipun demikian, mereka tetap mendukung gerakan Nazi sebagai suatu langkah menuju militerisasi rakyat Jerman. Demikian pula di Italia, pada tahun-tahun awal fasisme mendapat dukungan dari angkatan bersenjata. Di Jepang, fasisme berkembang atas dukungan yang aktif dan penuh semangat militer yang memiliki alasan untuk tiang penyangga utama rezim yang mempunyai kepentingan ekspansi imprealis.
3. Akar-Akar Psikologi Totaliterisme
Petunjuk ke arah pemahaman mengenai kecenderungan fasis Jerman dan Jepang terletak dalam berbagai kekuatan dan tradisi masyarakat luas. Di negara-negara tersebut, tradisi totaliter telah mendominasi selama berabad-abad, sementara tunas filsafat demokrasi rapuh. Karena itu, seorang warga negara Jerman atau Jepang tidak akan menolak kecenderungan-kecenderungan fasis dan mungkin saja mereka menganggapnya sesuai dengan masyarakatnya. Kalaupun masyarakat secarang terang-terangan mengutuk fasis, harus diakui ada banyak hal dalam adat dan kebiasaan hidup orang Jerman dan Jepang yang menunujukkan kecenderungan kea rah hidup yang bersifat otoriter.
Analisis tradisional mengenai kediktatoran politik telah dipusatkan pada motivasi-motivasi yang mendorong para pemimpin yang bersifat dictator seperti menggebu-gebu untuk meraih kekuasaan dan hasrat yang sadis untuk mendominasi. Para pengikut dan warga negara dari suatu kediktatoran hanya dianggap sebagai korban-korban yang secara kebetulan terjerumus kedalam nasib yang malang dibawah pemerintahan yang menindas.
Sikap ketergantungan dan kepatuhan dalam masyarakat totaliter, komunisme atau fasisme memberikan rasa aman kepada seseorang yang membutuhkannya. Namun, demikian, sikap sikap itu menyangkal adanya kebutuhan mengungkapkan atau mengaktualisasikan diri pribadi yang tertanam jauh dalam lubuk hati manusia sebagaiamana kebutuhan rasa aman itu sendiri. Karena kebutuhan dorongan tersebut mendapat penyaluran, sikap kejiwaan itu berubah menjadi rasa permusuhan agresi yang tertekan. Untuk penyalurannya fasisme justru menawarkan 2 jalur. Jalur pertama untuk mereka yang berkuasa dan jalur kedua untuk mereka yang dikuasai. Dalam tubuh aparat partai dan pemerintahan yang bersifat otoriter atau dictator terdapat pula sikap yang khas, yaitu dalam hubungan dengan atasan, orang membungkukan badan dan terhadap bawahan, orang melakukan penindasan. Hanya pemimpin yang tidak perlu membungkukkan badan di depan siapa pun.
Akan tetapi, orang-orang yang berada di luar kelas penguasa tidak bisa memberi perintah kepada siapa pun. Mereka hanya memiliki kewajiban, yaitu bersikap patuh. Karena mayoritas rakyat dalam negara totaliter membentuk kelompok yang hanya melaksanakan perintah dan tidak boleh mempersoalkanny hal ini dapat menjadi kesulitan yang besar bagi setiap bentuk kediktatoran.
Penyelsaian yang ditempuh oleh para dictator totaliter ini mengarahkan atau menyalurkan rasa permusuhan yang laten dari rakyat untuk melawan, musuh-musuh yang nyata atau imajiner. Bagi kaum komunis yang sasaran ialah kaum borjuis. Pada mulanya Hitler memilih bangsa Yahudi sebagai sasaran agresi Jerman. Kemudian musuh-musuh baru mengantikan bangsa Yahudi yakni Inggris, Amerika Serikat.
Bagi mereka yang tidak mampu memimpin dirinya sendiri, fasisme menjanjikan penguasaan atas orang lain. Kalau fasisme tidak dapat memberikan kemenangan yang diajanjikan, maka kesalahan rakyat dilampiaskan kepada pemimpin-pemimpinnya. Praktik seperti ini dialami Mussolini yang diadili didepan komite partisan Italia Utara pada bulan April 1945. Ia ditembak mati dan kemudian digantung pada sebuah tiang lampu di kota Milan.. Setelah mengajarkan kekerasan dan kebencian kepada rakyatnya, beliau mengalami sendiri akibatknya.
4. Teori dan Praktik Fasisme
Fasisme seperti halnya komunisme, timbul dimana-mana, tetapi fasisme tidak memiliki penyataan yang mengikat tentang prinsip-prinsip seperti yang dimiliki komunisme. Dalam bukunya Mein Kampf Hitler mewariskan pedoman yang dapat dipercaya menuju kealam fikirannya. Demikian juga Mussolini dalam bukunya Doctrine of Facism meninggalkan sebuah pernyataan yang moderat mengenai prinsip-prinsip fasis yang menggambarkan model Italia
Unsur-unsur pokok dalam pandangan Fasis :
  1. Ketidakpercayaan akan kemampuan akal
Hal ini merupakan ciri fasisme yang paling menonjol. Tradisi rasional dunia Barat berasal dari Yunani Kuna dan merupakan poko dalam kebudayaan dan pandangan Barat. Fasisme menolak tradisi peradaban Barat ini dan secara terang-terangan bersikap antirasional. Dalam urusan kemanusiaan, fasisme tidak mengendalikan akal tetapi mengutamakan irasional.Secara psikologis, fasisme bersifat fanatic, dogmatic dan tertutup. Karena itu, setiap rezim fasisme memiliki masalah-masalah yang bersifat tabu seperti soal ras, kerajaan, ataupun pemimpin. Masalah-masalah yang bersifat tabu itu harus diterima sebaagai suatu keyakinan dan tidak boleh didiskusikan secara kritis. Selama rezim fasis berkuasa di Italia (1923-1945), gambar Mussolini dipasang disetiap ruang kelas dan dibawah gambar itu tertera tulisan “ Mussolini Selalu Benar”
  1. Pengingkaran terhadap derajat persamaan manusia
Pengingkaran terhadap derajat persamaan manusia ini adalah ciri umum yang terdapat di dalam gerakan atau negara fasis. Masyarakat fasis tidak hanya menerima kenyataan mengenai ketidaksaman derajat manusia, tetapi masih melangkah lebih jauh lagi dengan menjadikan ketidaksamaan itu sebagi idelisme.
Konsep persamaan derajat manusia berpangkal pada tiga akar peradaban barat. Pemikiran Yahudi mengenai Tuan yang satu mengantar kepada pemikiran tentang kemanusiaan yang satu pula, karena semua orang sebagai anak-anak Tuhan adalah saudara dan merupakan satu kesatuan. Pemahaman Kristiani tentang jiwa manusia yang tidak terpisahkan dari diri manusia dan sifatnya yang tidak dapat binasa melahirkan cita-cita tentang persamaan moral dasar, persamaan derajat pada setiap manusia. Konsep Yunani tentang kemampuan akal yang mengantarkan pada pemikiran mengenai keunggulan umat manusia yang didasarkan pada kemampuan akal budi sebagai ikatan paling sejati karena setiap manusia.
Fasisme menolak konsep persamaan derajat manusia dari tradisi Yahudi-Kristen dan Yunani tersebut dan mempertengkarkannya dengan konsep ketidaksamaan martabat manusia dalam wujud pertentangan anatara yang super dengan yang inferior. Karena itu, dalam tatanan masyrakat fasis, kaum pria melebihi kaum wanita, militer melebihi kelompok sipil, anggota partai melebihi yang bukan anggota partai, kebangsaan seorang melebihi kebangsaan yang lain. Dalam tradisi barat kriteria utama dalam persamaan derajat manusia adalah pemikiran dan jiwa manusia, sedangkan konsep katidaksaam dalam fasisme didasarkan pada kekuatan.
  1. Kode prilaku yang didasarkan atas dusta dan kekerasan
Kode etik fasisme tentang prilaku menekankan pada kedustan dan kekerasan dalam semua bentuk hubungan antara manusai, di dalam negara dan antarbangsa. Di negara-negara yang memiliki pemerintahan demokratis, politik merupan mekanisme yang berfungsi untuk menyelsaikan konflik-konflik sosial secara damai. Sebaliknya, dalam pandangan, fasis politik dicirikan oleh hubungan kawan dan lawan. Dalam cara berfikir, fasis politik berawal dan berakhir dengan kemungkinan adanya musuh dan permusuhan sampai tuntas. Antitesis demokrasi adalah oposisi dan di negara-negara demokrasi, kaum oposan hari ini mempunyai peluang untuk memegang pemerintahan pada hari-hari berikutnya. Kaum fasis hanya mengenal musuh, bukan oposan karena musuh merupakan penjelmaan yang jahat, maka satu-satunya cara untuk mengahadapinya adalah memusnakan sampai tuntas. Doktrin ini berlaku untuk musuh-musuh, baik dalam maupun luar negeri. Karena itu, Nazi pertama-tamaa menyiapkan kamp konsentrasi, kamar-kamar gas, dank amp untuk orang-orang dari luar Jerman.
  1. Pemerintahan oleh kelompok elite
Hal ini merupakan prinsip secara terbuka dipertentangkan oleh kelompok fasis dimana-mana dengan apa yang mereka sebut “kekeliruan demokrasi” yang mengatakan bahwa rakyat mampu memerintah dirinya sendiri. Konsep yang mengatakan bahwa hanya ada satu kelompok minoritas penduduk yang terpandang karena asal-usul, pendidikan, dan statusnya dalam masyarakat yang mampu memahami apa yang terbaik untuk seluruh anggota masyarakat dan hanya mereka pula yang mampu mewujudkannya. Prinsip kepemimpinan fasis mengungkapakan bentuk yang ekstrem dari konsep elite. Dalam konsep elite, tercermin penekanan yang irasional dalam politik fasis. Pemimpin selalu dianggap benar dan mendapat wahyu serta kemampuan mistik. Kalau ada pertentangan antara rakyat dan pemimpin, maka yang berlaku adalah kehendak pemimpin.Hanya pemimpin yang mewakili kepentingan umum dalam artian cara rakyat berfikir seandainya mereka mengetahui apa yang terbaik untuk selutuh masyarakat, sementara rakyat hanya mengungkapkan kepentingan dan hasrat individu yang tidak mesti selaras dengan kebijakan umum
  1. Totaliterisme
Totaliterisme dalam semua bentuk hubungan antar manusia mencerminkan fasisme sebaga suatu pandangan hidup dan bukan hanya sekedar sistem pemerintahan. Banyak bentuka kediktatoran, terutama di Amerika Latin menerapkan prinsip otoriter, tetapi hanya bidang pemerintahan, Kalu secara politik rakyat tidak menimbulkan masalah atau kesulitan dan tidak menggangu kekuasaan diktaor dan para pengikutnya, maka mereka dapat menjalani hidupnya dengan bebas. Pendidikan, agama, bisnis, dan pertanian tidak diusik oleh kediktatoran politik ini. Sebaliknya, fasisme bersifat totaliter karena digunakannya kekuasaaan dan kekerasaan pada semua bentuk hubungan masyarakat, entah itu hubungan politik atau bukan.
Menyangkut kaum wanita, fasisme menganut prinsip antifeminisme. Wanita menurut Nazi harus tetap ada pada kedudukannya dan hanya berurusan dengan 3K, yakni Kinder (anak-anak: melahirkan dan mengurus anak), Kuche (dapur : memasak), dan Kirche (gereja : urusan peribdatan). Karena wanita tidak dapat memanggul senjata, maka di mata kaum fasis mereka dengan sendirinya menjadi warga negara kelas dua dan tidak dapat mengabil bagian jabatan-jabatan pemerintahan.
  1. Rasialisme dan Imprealisme
Fasisme mengungkapkan dua ciri dasar yaitu ketidaksamaan martabat manusia dan kekerasan yang diterapkan pada bangsa-bangsa. Menurut doktin fasis, dalam suatu negara, elite lebih unggul dari kelompok massa dank arena itu dapat memaksaakan kehendaknya dengan kekerasan kepada rakyatnya. Demikian pula dalam pergaulan antarbangsa, bangsa elite lebih unggul dari pada bangsa-bangsa lainnya dan mempunyai hak untuk memerintah mereka. Teori keunggulan “ras” Jerman langsung diterjemahkan dalam bentuk pembunuhan jutaan orang. Tujan orang Jerman untuk mendominasi dunia mencakup pemusnahan beberapa suku bangsa melalui pembantaian besar-besaran perbudakan bangsa lain. Setelah dapat menduduko Inggris dan Uni Soviet, Amerika Serikat menjadi sasaran berikutnya. Teori ras Jepang menemukan perwujudan imprealis dalam konsep “kemakmuran bersama” yaitu Jepang menjadi makmur dengan mengeksploitasi Asia dan Pasifik. Demikian juga Italia, pada awal propagandanya dipusatkan pada gagasan untuk menghidupkan kembali “ Kekaisaran Romawi Kuno”. Selanjutnya mulai tahu 1937 Mussolini mengumumkan bangsa Italia adalah bangsa yang murni dan paling unggul. Sejak saat tu Italisa semakin dekat dengan Jerman di bawah pimpinan Hitler
  1. Menentang hukum dan ketertiban internasional
Menentang hukum dan ketertiban internasional merupakan konsekuensi logis, dari keyakinan fasis pada ketidaksamaan martabat manusia, kekerasan elitism, dan imprealisme . Sementara kaum nonfasis melihat perang sebagai suatu kenyataan yang tragis dan harus dihapuskan, maka kaum fasis mengangkat derajat perang ke tingkat idealism. Seperti yang dikatakan Mussolini “hanya perang yang memungkinkan pemanfaatan tenaga manusia pada tingkat kegunaannya yang maksimal dan memberikan gelar kebangswanan kepada mereka yang berani menghadapinya”
Negara-negara fasis membatasi, bahkan menarik diri dari partisipasinya dalam organisasinya internasional yang membuat mereka menghadapi kemungkinan untuk tunduk kepada keputusan mayoritas dan pembuatan keputusan yang dilakukan dengan jalam musyawarah dan bukannya kekerasan. Rezim fasis Italia dan Jerman menyatakan tidak ada manfaatnya duduk dalam Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Itulah sebabnya, Jepangdan Jerman mengundurkan diri tahun 1933, kemudian disusul Italia pada tahun 1937.
5. Perkembangan Fasisme
A. Perkembangan Fasisme di Italia
Italia merupakan salah satu negara yang terlibat pada peristiwa Perang Dunia I dan termasuk kedalam salah satu negara yang menang perang. Hal ini disebabkan pada peristiwa Perang Dunia I, Italia termasuk kedalam kelompok triple Etente atau blok sekutu yang menang perang bersama dengan Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia, Serbia, Yunani, dan Australia.
Italia seharusnya mendapatkan pergantian keruian yang ditimbulkan akibat Perang Dunia I, namun hal tersebut tidak  terjadi dikarenakan kondisi keuangan negara-negara yang tergabung ke dalam blok sentral atau Triple Alliance sangat buruk, sehingga tidak memungkinkan untuk mengganti kerugian perang. Hal ini menyebabkan kondisi keuangan dan perekonomian Italia semakin butuk sehingga memperparah merajalelanya tingkat kemiskinan dan pengangguran. Kondisi keamanan negara pun semakin mengkhawatirkan, kerusuhan, penjarahan, dan perampokan semakin meningkatkan angka kriminalitas yang tajam.
Negara Italia tidak sanggup menghadapi kondisi negara yang semakin kacau , hingga pada tahun 1922 muncullah Benito Andrea Amilcare Mussolini dengan parta Fascio De Combatimeto (Partai Fasis) yang sebagian besar anggotanya merupakan veteran-veteran Perang Dunia I. Partai Fasis mempropagandakan faham fasisme dengan ultranasionalise atau nasionalisme militant agar bangsa Italia mampu bangkit dari keterpurukan dan dapat menjadi negara yang besar dan kuat. Partai fasis akhirnya menguasai pemerintahan dan mengangkat Benito Mussolini sebagai Perdana Mentri Italia.
Benito Mussolini senantiasa mengingatkan bangsa Italia bahwa pada masa Imperium Romawi, Italia merupakan sebuah negara yang besar dan jaya. Benito Mussolini mengembangkan fasisme dengan cara-cara sebagai berikut
  • Membangkitkan semangat Italia Irredenta atau Italia Raya seperti Imperium Romawi dengan mempersatukan bangsa Italia dengan semangat chauvinism dan nasionalisme militan
  • Memperkuat dan memperbesar angakatan perang untuk memperluas wilayah kekuasaan
  • Menguasai Laut Tengah dengan anggapan Mare Nostrum atau Laut Kita
  • Melakukan tindakan-tindakan imprealis dengan menyerang dan mengasai Ethiopia dan Albania.
  • Melakukan kerjasama dengan Jerman
  • Membantu pemerintahan Jenderal Franco di Spanyol
Usaha-usaha Benito Mussolini dalam membangkitkan semangat nasionalisme fanatic tersebut ternyata memberikan keberhasilan, meskipun pada akhirnya mengundang kekhawatiran bagi bangsa-bangsa di dunia karena mengancam keamanan dan kedaulatan bangsa lain didunia.
B. Perkembangan Fasisme di Jerman
Berbeda dengan Italia, Jerman merupakan negara yang tergabung ke dalam triple Alliance (blok sentral) dalam Perang Dunia I sehingga diwajibkan membayar segala kerugian yang terjadi pada Perang Dunia I kepada negara-negara yang menang perang Triple Etente (blok sekutu). Namun kondisi keuangan Jerman tidak memungkinkan bahkan kondisi perekonomian di dalam negeri Jerman sangat buruk. Tidak jauh dengan Italia, pengangguran dan angka kriminalitas meningkat tajam sehingga memperparah keadaan. Keadaan ini menimbulkan rasa benci dan keinginan untuk balas dendam dalam jiwa bangsa Jerman kepada negara-negara yang tergabung dalam blok sekutu.
Keterpurukan Jerman mulai bangkit ketika Adolf Hitler dinobatkan menjadi pemimpin Partai Pekerja Nasionalis Sosialis Jerman atau yang lebih dikenal dengan nama NSDAP atau NAZI. Partai Nazi mengembangkan faham yang di dalamanya mengajarakan semangat Chauvinisme dan sangat mengagungkan bangsa Jerman sebagi keturunan dari ras Arya yang dikenaal agung dan mulia, berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya yang dianggapnya sebagai keturunan bangsa-bangsa yang primitif.
Selain itu, Partai Nazi mengobarkan semangat balas dendam kepada bangsa yahudi dan komuni, karena mereka beranggapan bahwa bangsa Yahudi dan komunislah yang berada diblok sekutu pada Perang Dunia I. Selain itu, Nazi juga mengampanyekan penolakan terhadap isi perjanjian Versailes karena dianggap sebagi penindasan dan peraompokan paksa atau lepasnya beberapa wilayah kekuasaan Jerman di Eropa dan Afrika. Partai Nazi pun kembali menegaskan bahwa yang berada dibalik perjanjian tersebut adalah bangsa yahudi dan komunisme yang ingin mengahancurkan bangsa Jerman.
Propaganda Adolf Hitler berhasil membangkitkan semangat bangsa Jerman untuk bersatu membangun kembali kebesaran bangsa Jerman dan ingin menjadikan Jerman sebagai Lord of the Earth atau tuan tanah di bumi. Hingga pada tahun 1933 Partai Nazi menjadi partai berkuasa di Jerman dan Hitler diangkat menjadi perdana menteri. Hitler pun merangkap menjadi presiden pada tahun 1934. Hitler memimpin Jerman dengan dictator dan absolut dan totaliterisme yaitu faham yang berprinsip bahwa semua diutus oleh negara dan rakyat sama sekali tidak mempunyai kebebasan.
C. Perkembangan Fasisme di Jepang
Berbeda dengan Jerman dan Italia, kedua negara tersebut muncul sebagi negara fasisi dengan latar belakang Perang Dunia I. Sedangkan kemunculan Jepang sebagai negara fasis berawal dari adanya Restorasi Meiji. Adapun Restorasi Meiji sendiri muncul sebagai akibat adanya kekecewaan bangsa Jepang kepada Keshogunan Tokugawa yang dianggap lemah kepada bangsa asing.
Restorasi Meiji membuka jalan Jepang untuk menuju kepada zaman baru yang lebih baik. Kekaisaran Meiji kembali mengobarkan semangat bangsa Jepang dengan mengangkat kembali ajaran Hakko Ichiu.
Ajaran Hakko Ichiu mrmpunyai arti delapan penjuru yang merupakan keluarga besar dan menempatkan Jepang adalah pemimpinnya. Dalam ajaran Hakko Ichiu diajarakan bahwa bangsa Jepang merupakan keturunan dewa yang paling murni dan paling kuat sehingga paling berhak memimpin dunia.
Ajaran Hakko Ichiu berhasil mengorbankan semangat bangsa Jepang menjadi bangsa yang ultranasionalis (nasionalisme militan). Selain itu Jepang pun berhasil menjadi negara industry yang kuat dan mampu bersaing dengan negara-negara maju di Eropa.  Meskipun sangat disayangkan, kemajuan industry tersebut memicu tumbuhnya faham fasisme dan militerisme yang mengarah kepada imprealisme.
6. Perkembangan Fasisme di Indonesia
Awal tahun 1933, berdiri Nederlandsche Indische Fascisten Organisatie (NIFO) di Batavia. Organisasi ini berkiblat pada organisasi fasis di Jerman dan mengklaim diri sebagai bagian dari Nationaal Socialistische Beweging (NSB) yang didirikan oleh Ir Mussert dua tahun sebelumnya. Seperti halnya kaum Fasis di Jerman, NIFO juga memiliki sayap pemuda militan, Barisan Pemuda, Sebuah pasukan yang mendapat latihan ketentaraan dan berseragam hitam. Sayangnya, tidak semua anggota NIFO setuju dengan pembentukan pasukan ini, dengan alasan akan menimbulkan pertentangan antar golongan di tanah Hindia. Mereka, melalui vergadering dan kursus-kursus politik, gencar menyebarluaskan ajaran fasis.
Pengaruh Fasis diterima dengan baik oleh beberapa orang pribumi. Pada bulan Agustus 1933 di Bandung, Dr Notonindito mendirikan Partai Fascist Indonesia (PFI). Partai ini mengusung fasisme demi romantisme sejarah kejayaan budaya dimasa lampau, seperti halnya romantisme Mussolini pada kejayaan Romawi, Italia La Prima. Berbeda dengan fasis Eropa dan Indo yang bisa jadi dilator belakangi oleh kepentingan ekonomi. Pada dasarnya PFI ingin membangun kejayaan kerajaan Indonesia purba macam Sriwijaya atau Majapahit. Gagasan dan cita-cita ini juga mengejutkan kaum pergerakan nasional waktu itu. Notonindito yang pernah tinggal di Jerman rupanya tidak ingin mengikuti fasisme Jerman pada tahun 1924, sebagai orang Jawa dirinya lebih mengakar pada kebudayaan Jawa saja. Ia bukan bermaksud mendirikan Negara korporasi, melainkan sebuah Negara yang dipimpin oleh seorang raja seperti pada masa lampau. Seperti dikutip dalam Adil: “mendapatkan kemerdekaan Djawa dan nanti diangkat raja yang tunduk pada grondwet dan raja ini adalah turunan dari Penembahan Senopati; akan mebangunkan kembali statenbond (Perserikatan Negeri-negeri) dari kerajaan-kerajaan di Indonesia yang merdeka, dimana terhitung juga tanah-tanah raja (Vorstenlanden).

Daftar Pustaka

Agung, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Ombak :Yogyakarta.
Anonim. Mengetahui Sejarah Lahirnya Negara-Negara Fasis http://www.bimbie.com/negara-fasis.htm (Diakses 9 November 2014)
Anonim. 2013. Fasism. http://newhistorian.wordpress.com/2008/01/04/fasisme/ (Diakses 9 November 2014)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar