FEODALISME
PAPER
Disusun
oleh:
Reny
Putri Aditiya (120210302004)
Kelas
B
PROGAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
FEODALISME
1. KONSEP DASAR FEODALISME
Istilah feodalisme berasal dari
bahasa Frankis (Perancis kuno) yang berbunyi fehu-ôd, feod, feud, dan
yang berarti pinjaman, terutamalah tanah yang dipinjamkan, dan itupun untuk
suatu maksud politik. Istilah “feudal” (dalam konteks
Eropa) berasal
dari kata Latin feudum atau fief yang berarti “barang yang dipinjamkan” dan
biasanya berupah tanah yang umunya berasal dari raja. Tanah pinjam diberikan
kepada :
- Pegawai
atau tentara sebagai gaji
- Keluarga
raja
- Kaum
biarawan/biarawati, karena diberi tugas untuk melaksanakan pendidikan
- Orang-orang
yang telah berjasa kepada negara
Semenjak tahun 1960-an,
para sejarawan memperluas penggunaan istilah feodal dengan memasukkan pula
aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan
tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat feodal". Karena penggunaan
istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para
pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan
dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.
Foedalisme
diartiakan dan dipahami sebagai
suatu sistem yang ada di Eropa ,merupakan dasar pemerintahan lokal,pembuatan undang-undang, menyusun dan mengatur angkatan perang dan berbagai seluk beluk yang berhubungan dengan kekuasaan eksekutif. Dalam doktrin foedal dikatakan bahwa seluruh tanah kerajaan beserta isinya
itu berasal dari raja. Raja sebagai
pemilik tanah-tanah luas terbentang di wilayah kerajaannya.
Dalam
pengertian yang lain dijelaskan bahwa feodalisme adalah sebuah sistem
pemerintahan dimana seorang pemimpin, yang biasanya seorang bangsawan, memiliki
anak buah banyak yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih
rendah dan biasa disebut vasal. Menurut teori yang
berlaku diberbagai negara, raja dianggap sebagai tuan tanah besar (over
load) yang memiliki tanah luas dalam wilayah kerajaannya. Raja meminjamkan
tanah tersebut kepada penyewa tanah (tenants-inchief) dan yang terakhir
ini menjadi menajadi vasalnya. Raja hidup dalam lingkaran yang dikelilingi oleh
kepala-kepala penyewa tanah tersebut, baik yang terdiri atas orang-orang awam
maupun alim ulama, semuanya diikat oleh perjanjian yang menyatakan bahwa mereka
diwajibkan menjalankan tugas-tugas tertentu sebagai imbalan, para vassal yang
berlutut dan menyatakan sumpah kesetiaan kepada raja dan sebaliknya, raja harus
memberikan perlindungan kepada vasalnya. Demikian aturan pokok dalam sistem
feodalisme. Dengan demikian, muncullah hak dan kewajiban feodal.
Para vassal itu
kemudian membagikan tanahnya dalam fief-fief yang lebih kecil dan
meminjamkan lagi kepada para subvasal yang sering disebut vassal kedua. Dalam
hal ini terdapat semacam aturan sebagaimana yang terdapat dalam hubungan antara
raja dengan vasalnya. Selanjutnya fief itu dibagi dalam bentuk yang lebih kecil. Unit
yang paling kecil dari fief adalah manor, dan pemiliknya bergelar Lord.
Hubungan timbal balik anatara lord dan petani-petani dalam manor tersebut sama
halnya dengan hubungan antara raja dengan vasalnya.
Para vasal ini
wajib membayar upeti kepada tuan mereka. Sedangkan para vasal pada gilirannya
ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi mereka sendiri yang memberi mereka
upeti. Dengan begitu muncul struktur hierarkis berbentuk piramida.Masyarakat
feodal menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian, karena itu tanah menjadi
faktor produksi utama dan jadilah pemilik tanah sebagai pihak yang berkuasa dan
menempati lapisan atas struktur masyarakat atas dukungan petani lapisan
terbawah. Di lapisan tengah terdapat pegawai kaum feodal dan pedagang.
Ciri-ciri pokok dari system
feodalisme ini antara lain: 1) adanya system politik-ekonomi pertanian yang
bersifat sempit; 2) semua tanah pertanian pada hakikatnya adalah milik raja
atau kaum bangsawan dan di bawahnya ada hierarki; 3) kaum bangsawan yang
tertinggi mendapat tanah langsung dari raja, kemudian bangsawan di bawahnya
akan mendapat tanah dari bangsawan tertinggi, dan seterusnya sampai bangsawan
terendah yang hanya menguasai sebidang tanah saja. Penguasaan tanah tersebut
bersifat pinjaman dan diperoleh pada saat upacara pemberiaan kekuasaan atas
tanah. Dalam perkembangan selanjutnya, tidak hanya tanah yang dipinjamkan
melainkan juga pangkat dan kedudukan yang lama-kelamaan bersifat turun-temurun.
Dapat disimpulkan bahwa Feodalisme
adalah suatu sistem politik dan militer yang merupakan dasar bagi pemerintahan
lokal, keadilan, pembuatan undang-undang, pembentukan angkatan perang, dan
seluruh kekuasaan eksekutif. Bahwa yang menjadi inti pembahasan dari feodalisme adalah tanah, dimana manusia itu hidup. Tanah
memegang peranan penting pada zaman feodal, karena seseorang dikatakan memiliki
kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang kemudian
berkembang menjadi wilayah
2. PERKEMBANGAN FEODALISME
Tentang
asal usul sistem feodal dapat dilacak pada keadaan abad ke 5 yang kacau akibat
jatuhnya Romawi Barat. Feodalisme di Eropa telah muncul sejak tampilnya Karel
Martel pada abad ke7 dan ke 8 yang memberikan tanah pinjam kepada para
bangsawan dan prajurit yang menahan serangan orang-orang Islam (bangsa Moor)
pada 732 M. Menurut adat Germania, para prajurit bersumpah setia kepada
pemimpinnya dan membantu pemimpinnya, sebaliknya, pemimpin juga memberikan
balas jasa. Sebagai balas jasa, Karel Martel memberikan tanah pinjam. Jadi,
sejak wangsa Meroving berkuasa di Eropa timbul sistem feodal.
Selama
invasi suku-suku Norman (Viking), Saracen dan Magyar yang merusak tatanan di
Eropa, penguasa lokal menjadi bebas dari pemerintah pusat. Mereka mendirikan
pemerintah sendiri dan memiliki tentara sendiri. Setiap Lord dan bangsawan
mengambil alih pemerintahan dan militer untuk mendirikan suatu pemerintahan
sendiri. Dalam keadaan seperti inilah feodalisme berkembanh pesat.
Pada abad petengahan di Eropa yakni yang dimulai dengan
runtuhnya Romawi dan berakhir pada masa renaisanse abad ke-14, sekitar abad
ke-3, Romawi pecah menjadi dua wilayah yakni Romawi barat dan Romawi Timur,
waktu-waktu tersebut merupakan permulaan munculnya perekonomian yang biasanya
kita sebut sistem feodalisme.
Beberapa faktor yang memunculkan perekonomian tersebut
antara lain : hancurnya organisasi politik secara besar-besaran, pertempuran di
Eropa yang menyebabkan jatuhnya Romawi, hukum dan tata tertib hilang digantikan
dengan peraturan Negara-negara kecil.
Muncul
semasa periode keruntuhan otoritas pusat, invansi, pendapatan politik yang
sangat sedikit, munculnya perniagaan dan kehidupan kota, feodalisme berusaha
memberikan ketertiban dan keamanaan. Feodalisme bukan sistem terencana yang
berasal secara logis dari prinsip-prinsip umum, tetapi lebih merupakan respons
seadanya terhadap tantangan yang diajukan oleh otoritas pusat yang tidak
efektif. Praktik-praktik feudal tidak seragam, ia berbeda dari satu tempat ke
tempat lainnya, dan di beberapa wilayah hampir baru saja dimulai. Feodalisme
adalah suatu sistem pengganti sementara dari pemerintah yang memberikan suatu
ketertiban, keadilan, dan hukum selama masa gangguan, lokalisme dan peralihan.
Feodalisme tetap merupakan sususnan politik yang dominan hingga raja-raja
menegaskan kembali otoritas mereka pada abad pertengahan.
Hubungan
feudal memungkinkan para bangsawan untuk meningkatkan kekuatan militer mereka.
Kebutuhan akan dukungan militer adalah alasan utama bagi praktik pervasalan.
Didalam praktek ini ksatria, dengan upacara yang khidmat, bersumpah setia
kepada seorang bangsawan. Ciri feodalisme ini berasal dari upacara Jerman kuno
ketika para prajurit mengucapkan sumapah setia pribadi kepada pimpinan
gerombolan-perang. Diantara hal-hal lainnya, sang vassal memberikan layanan
militer kepada tuannya dan sebagai upah ia menerima suatu yang dihasilkan
memberi sang vassal harta penyokong.
Sebagai
balasan untuk fief dan perlindungan sang tuan, vassal mempunyai beberapa
kewajiban kepada tuannya. Kewajiban-kewajiban ini meliputi pemberian bantuan
militer dan menyediakan para ksatria untuk tuannya : duduk dipengadilan tuannya
dan mempertimbangkan perkara-perkara, seperti pelanggaran janji diantara tuan
dan vassal-vasalnya yang lain, memberikan penginapan ketika sang tuan
berkeliling melewati wilayah sang vassal, memberikan hadiah ketika putra sang
tuan diangkat menjadi ksatria atau ketika putri tertua menikah dan menyediakan
uang tebusan ketika sang tuan ditawan musuh.
Pada
umumnya,baik tuan maupun vassal meraskan ikatan kehormatan untuk mematuhi
sumpah kesetiaan. Sudah merupakan kebiasaan yang diterima kalau vassal menarik
kesetian kepada tuannya jika pihak tuan gagal melindunginya dari musuh-musuhnya,
memberlakukannya dengan buruk, atau menambah keawajiban-kewajiban vassal di
luar apa yang sudah ditetapkan dengan perjanjian feodal. Demikian pula, jika
seorang vassal tidak menjalankan kewajiban-kewajibannya, sang tuan akan
memanggilkan ke pengadilan, disana ia akan diadili karena pengkhianatan. Jika
terbukti bersalah, sang vassal dapat kehilangan fiefnya dan mungkin juga nyawanya.
Kadang-kadang perselisihan anatara vassal dan tuan meletus menjadi peperangan.
Karena seorang vassal sering mendapat lahan lebih dari seorang tuan dan
kadang-kadang ia sendiri adalah tuan bagi sejumalah vassal, situasinya sering
menjadi janggal, rumit, dan membingungkan. Bersamaan dengan itu, seorang vassal
harus memutusakan kepada tuan mana ia memiliki kesetiaan utama (liege homage)
Sewaktu
feodalisme berkembang, raja lalu dipandang sebagai tuan utama, yang telah
memberikan fief kepada tuan-tuan besar, yang pada gilirannya
memecah-mecahanya ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil dan memberikan
kembali kepada para vassal. Dengan demikian, semua anggota kelas pengguasa,
dari ksatria-ksatria yang paling rendah hingga sang raja, menempati suatu tempat
diadalam hierarkie feodal.. Secara teori, raja adalah otoritas politisi
tertinggi dan sumber pemilikan tanah, tetapi didalama kenyataannya ia kurang
berkuasa disbanding bangsawan lain didalam kerajaan. Feodalisme akan mudur bila
raja mengubah kekuasaan teoritis mereka menjadi kekuasaan actual. Kemunduran
feodalisme adalah suatu proses bertahap, konflik di anatara raja dan kaum
ningrat akan terus berlangsung, dengan derajat intensitas yang bervariasi,
selama beberapa abad, tetapi masa depan yang termasuk ke dalam negara terpusat
sedang dibentuk oleh para raja, dan bukan oleh fragmentasi feodal.
Feodalisme
dibangun atas fondasi ekonomi yang dikenal sebagai manoralisme. Meskipun masih
ada kantung-kantung kaum tani yang merdeka, suatu komonitas desa (manor) yang
terdiri fari para budak pengolah tanah (serf) yang terkait kepada tanah menjadi
susunan agricultural yang esensial untuk banyak Abad Pertengahan. Manor adalah
unit masyarakat petani yang terkecil. Dengan manor dimaksudkan satuan wilayah
kekuasaan dan kepunyaan seorang bangsawan, Para petani adalah produsen bagi
seluruh kebutuhan masyarakat feodal.
Diantara
para petani tersebut terdapat tingkatan-tingkatan, yakni petani merdeka,
villin, dan serf villins adalah petani merdeka, tetapi tidak boleh meninggalkan
Manor karena memiliki utang kepada Lord. Serf ialah petani yang dapat
diperjualbelikan atau dipindahkan bersama dengan tanah yang dikerjakan serta
bajak atau lembujnya. Jika seorang lord menjual sebidang tanah, maka serf yang
tinggal pada tanah tersebut ikut terjual. Mereka kemudian memberikan pelayanan
kepada tuan tanah yang baru. Akan tetapi, serf ini tidak sama dengan budak.
Oleh karena itu, kaum Marxis mengatakan bahwa serfdom Abad Tengah setingkat
lebih maju daripada perkembangan masyarakat budak. Tugas utama seorang lord
adalah memberikan perlindungan kepada orang-orangnya. Jika tugas ini gagal, ia
akan kehilangan pengikut dan tanahnya.
Desa manorial adalah cara mengorganisir suatu
masyarakat pertanian dengan pasar dan uang yang terbatas. Baik para tuan yang
berperang maupun kaum pendeta yang berdoa tidak melakukan pekerjaan produktif.
Cara hidup mereka dimungkinkan oleh kerja keras pada budak pengolah tanah
Asal
usul manoralisme sebagian dapat dilacak pada Kekaisaran Romawi Akhir, ketika
para petani tergantung pada pemilik perkebunan-perkebunan besar untuk
perlindungan dan keamanan. Praktik ini berkembang lebih lanjut selama Abad
Pertengahan Awal, khususnya selama serbuan-serbuan orang Utara, Magear, dan
Muslim pada abad kesembilan dan kesepuluh. Para petani terus mengorbankan
kebebasan mereka untuk dipertukaran dengan perlindungan : di dalam beberapa
kasus, mereka terlalu lemah untuk melawan pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh terkemuka lokal. Seperti feodalisme, manorialisme bukanlah
suatu sistem yang besrih, ia terdiri dari hubungan-hubungan dan praktik-praktik
seadanya yang bervariasi menurut wilyahnya.
Seorang
mengendalikan setidaknya satu desa manorial, tuan-tuan besar mungkin memiliki
ratusan. Suatu manor kecil mempunyai lusinan keluarga, sebuah manor yang besar
mempunyai sebanyak lima puluh hingga enampuluh keluarga. Desa manorial tidak
pernah swasembada sepenuhnya karena garam, gerinda, dan barang-barang logam
pada umumnya didapat dari sumber-sumber luar. Akan tetapi, ia benar-benar
merupakan suatu latar ekonomi yang seimbang. Para petani menanam padi-padian
memelihara sapi, kambing, domba, dan babi ; para pandai besi, tukang kayu dan
tukang batu mengerjakan pambangunan dan perbaikan; pendeta desa memperhatikan
jiwa-jiwa para penghuni dan sang tuan mempertahankan manor dan melaksanakan
hukum adat kebiasaan.
Sebagai
imbalan untuk perlindungan dan hak menggrap ladang dan mewariskannya kepada
anak-anaknya, para budak mempunyai kewajban terhadap tuannya, dan kemerdekaan
pribadinya dibatasi dengan bermacam cara. Terikat pada tanah, mereka tidak
boleh meninggalkan manor tanpa persetujuan sang tuan. Sebelum seorang budak
dapat menikah, dia harus menadapat izin tuannya dan membeyar biaya. Tuan dapat
memilih seorang istri untuk budaknya dan memaksa dia menikahinya. Kadang-kadang
seorang budak yang kebertan dengan pilihan sang tuan, lebih senang membayar
denda. Peraturan ini juga berlaku kepada anak-anak budak, yang mewarisi
kewajiban orang tuanya. Selain menggarap lahan yang dibagikan kepada mereka,
para budak harus merawat ladang-ladang yang disediakan untuk sang tuan. Layanan
lain yang diminta oleh tuan termasuk menggali parit, mengumpulkan kayu bakar,
membangun pagar, memperbaiki jalan dan jembatan, dan mejahit pakaian. Mungkin
lebih dari separo pekerjaan budak dalam seminggu dilakukan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban ini. Para budak juga membayar bermacam iuran kepada tuan,
termasuk pembayaran karena menggunakan penggilingan, tungki roti, dan
pemerasanggur milik sang tuan.
Para
budak memperoleh beberapa keuntungan dari hubungan manorial. Mereka menerima
perlindungan semasa era kekacauan, dan mereka memiliki hak-hak menurut adat
kebiasaan untuk mendapat pondok dan lahan pertanian, yang sering dihargai oleh
sang tuan. Jika seorang tuan meminta layanan atau iuran yang lebih banyak
daripada biasanya, atau jika ia mencampuri hak mereka dalam hal hunian atau
bidang –bidang tanah, para petani mungkin memperlihatkan ketakpuasan mereka
dengan menolak bekerja untuk sang tuan. Akan tetapi, hingga abad keempat belas
pemeberontakan terbuka jarang terjadi karena para tuan memiliki kekuasaan
militer dn hukum yang sangat kuat. Sistem manorial menumbuhkan ketergantungan
dan watak budak dikalangan budak, harapan-harapan mereka untuk kehidupan yang lebih
baik diarahkan ke surga.
3. PERKEMBANGAN FEODALISME DI INDONESIA
Kondisi pada masa feodalisme di Indonesia bisa diambil
contoh pada masa kerajaan-kerajaan kuno macam Mataram kuno, Kediri, Singasari,Mmajapahit.
Dimana tanah adalah milik Dewa/Tuhan, dan Raja dimaknai sebagai titisan dari
dewa yang berhak atas penguasaan dan pemilikan tanah tersebut dan mempunyai
wewenang untuk membagi-bagikan berupa petak-petak kepada sikep-sikep, dan
digilir pada kerik-kerik (calon sikep-sikep), bujang-bujang dan numpang-numpang
(istilahnya beragam di beberapa tempat) dan ada juga tanah perdikan yang
diberikan sebagai hadiah kepada orang yang berjasa bagi kerajaan dan dibebaskan
dari segala bentuk pajak maupun upeti.
Sedangkan bagi rakyat biasa yang tidak mendapatkan hak seperti
orang-orang diatas mereka harus bekerja dan diwajibkan menyetorkan sebagian
hasil yang didapat sebagai upeti dan disetor kepada sikep-sikep dll untuk
kemudian disetorkan kepada raja, Selain upeti, rakyat juga dikenakan
penghisapan tambahan berupa kerja bagi negara-kerajaan dan bagi
administratornya.
Pengelompokan manusia sesuai dengan derajatnya merupakan feodalisme
yang terjadi pada zaman kerajaan Hindu adalah pembagian kasta,dan menguasai
Nusantara sekitar 10 abad lamanya. Feodalisme juga berkembang pada masa
Islam yaitu dalam model adat wakaf. Feodalisme membentuk relasi
atas-bawah yang dibangun dengan loyalitas. Feodalisme Jawa yang memiliki nilai
kebudayaan yang direproduksi dan diwariskan secara turun temurun. Feodalisme
Jawa dibangun atas kekuasaan penguasa didasarkan atas jumlah pengikut dan
diikat oleh konsep bersatunya kawula dan gusti, atau bawahan dan atasan.
Raja dianggap sebagai pusat dari segala kekuasaan dan alam
semesta, serta pemilik jagad raya. Paham ini menempatkan raja sebagai pemilik
tanah kerajaan dengan kekuasaan mutlak. Dalam situasi demikian itu, maka kawula
hanya mengenal hak pakai atas tanah dengan sistem hanggadhuh. Terhadap kaum
keluarga dan kerabat kerja serta para pegawai kerajaan diberlakukan sistem
tanah pinjam berupa tanah apanase untuk kaum keluarga dan kaum kerabat raja
(Sentra dalem), dan lungguh atau bengkok untuk para pegawai kerajaan (Abdi
Dalem). Disamping itu dalam hal-hal khusus, raja menghadiahi tanah kepada
sekelompok warga masyarakat tertentu dengan tugas-tugas tertentu. Dari kejadian
ini lahirlah tanah-tanah perdika mutihan dan sebagainya
Kedudukan pemimpin dalam masyarakat
Jawa identik dengan kaum priyayi dan Bangsawan dan sangat dipandang tinggi dan
mulia. Yang namanya trah bangsawan maupun priyayi memiliki citra khusus dan
istimewa, selain ”berdarah biru” mereka dianggap mumpuni dan waskita dalam
pergaulan masyarakat kebanyakan. Dan ketika orang-orang berkedudukan
lebih rendah tidak berhak menilai norma moral orang – orang yang
berkedudukan lebih rendah tidak berhak menilai norma moral orang-orang yang
berkedudukan tinggi, apalagi mengkritik atau meminta pertanggung jawaban
mereka, maka atasan dengan sendirinya dianggap benar, tidak pernah salah dan
dengan demikian menjadi standar moral yang akan ditiru oleh bawahannya.
Feodalisme juga berkembang pada masa kolonial Belanda,
walaupun Belanda mengembangkan sistem kapitalisme perkebunan di Indonesia yaitu
dengan model “Tanam Paksa”, namun dalam pelaksanaannya tidak lepas dari tatanan
yang feodal, dengan menggunakan bantuan orang-orang lokal.
4. PENDAPAT TENTANG FEODALISME
Struktur feodalisme dapat di pandangan sebagai
ketidakadilan dan memang itulah yang ada dalam sistem feodalisme. Yang paling
berkuasalah yang mengatur segalanya dari segi politik, dia yang mempunyai lahan
yang luas dan mempunyai harta kekayaan dialah yang berkuasa(bangsawan), tetapi
ada juga yang secara turun – temurun berkuasa karena atas dasar banyak
pengikutnya dan dipercaya oleh para pengikutnya (Raja). Sedangkan para
abdi dalem itu hanya orang-orang yang setia pada raja atas dasar loyalitas dan
sudah melayani dan berbakti pada raja dengan jangka watu yang tidak lama, serta
para keluarga raja. Dan para petani dan wong cilik hanya sebagai bagian dari
stratifikasi sosial yang sebenarnya sangat berperan penting dalam struktur
feodal, seperti rakyat.
Dalam feodalisme
pembatasan dan pengawasan oleh raja dalam industri dan perdagangan serta
produksi untuk perang dan kemewahan hidup istana, sangat memeperlemah
kewiraswastaan serta formasi modal. Disamping itu, raja mematahkan oposisi
dengan meluaskan birokrasi kerajaan yang berfungsi sebagai alat pengawasan dari
pusat sedang pembiayaannya dilakukan dengan hasil eksploitasi serta penjualan
jabatan.
Feodalisme memunculkan
bagaimana seseroang diperlakukan seperti budak meskipun mereka dianggap lebih
maju diabandingkan dengan budak. Perlakuan-perlakuan para tuan tanah banyak
tidak menguntungkan/merugikan para petani seperti pada zaman feodalisme Eropa
Dengan bermacam-macam cara para Lord
menarik pajak kepada para petani, anatara pajak kepala, pajak kekayaan,
pajak musiman dan pajak pada waktu seorang petani mewariskan tanah kepada
anak-anaknya,
Disamping pajak-pajak
tersebut diatas, dalam hal-hal yang luas biasa seorang petani diwajibkan
memberikan bantuan kepada lord, misalnya
- Menyediakan
uang tebusan apabila lord-nya tertawan dalam peperangan
- Menyokong
biaya perkawinan putri lord
- Menyokong
biaya untuk upacara/perayaan putri lord
- Kerja untuk
lord dalam waktu tertentu
Memang
ada timbal balik anatara Lord dan petani, namaun terkadang beban berat lebih
diatanggung oleh para petani. Dalam sistem feodal seseorang dipandang melalui
keturunan/turun temurun bukan pada kemampuan yang dimiliki. Sehingga orang yang
berasal dari keturunan petani atau rakyat biasa diapandang hanya sebagai kelas
bawah. Berbicara
tentang feodalisme di Indonesia, terlepas dari definisi konsep serta perbedaan
bentuknya, mengungkapkan konsep politik kolonial pada hakekatnya mempertahankan
kehidupan sistem feodal di kalangan aristokrasi, tidak lain agar sistem
pemerintahan tak langsung dapat berlangsung dengan seacara efektif
mengesploitasi pengaruhnya dikalangan rakyat.
Dalam praktek feodalisme akan
memunculkan sistem kelas/kasta-kasta dalam masyarakat, contohnya di Indonesia pada zaman Kerajaan
Hindu. Akan muncul jurang pemisah yang jelas antara kaum bangsawan dan pekerja
kebanyakan yang terjadi turun temurun sehingga berakibat pada rusaknya hubungan
sosial antar masyarakat
Dalam sejarah feodalisme, sekelompok
orang yang disebut bangsawan yang menguasai suatu wilayah, memiliki hak kuasa
atas tanah, hasil produksi dan hak atas setiap individu dalam wilayah tersebut.
Hak-hak yang dimiliki pun terkesan tak terbatas, kaum bangsawan dapat mengambil
keputusan yang merugikan masyarakat dan tidak dapat diganggu gugat oleh
masyarakat tersebut karena kaum feodal memegang kuasa atas apapun yang berada
di wilayahnya. Dengan kata lain, dalam sistem feodalisme, kedaulatan rakyat
berada di tangan satu orang atau sekelompok orang yang mengambil hak kemerdekaan
individual masyarakat dalam suatu komunitas dan ini bertentangan dengan
demokrasi.
Feodalisme mempunyai dampak negative antara lain :
Pertama,
dari segi politik, muncul kekuasaan yang terpusat hanya pada sekelompok orang
tertentu yang memiliki pangkat dan jabatan.Semua urusan pemerintahan dipegang
dan dikuasai kelompok ini, rakyat tidak berhak ikut campur dalam keputusan
mereka tetapi harus selalu patuh akan perintah dan kebijakan mereka. Maka
sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, hubungan yang muncul adalah gusti-kawula
Prinsip egalitarianism dalam hal ini menjadi tidak berlaku sehingga rakyat pun
kehilangan harkat dan martabatnya yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia
Kedua,
dari segi budaya, tertanamnya asas “setia dan tunduk” dalam diri rakyat kepada
penguasa. Maka kemudian rakyat akan berpikir mereka hanya perlu tunduk dan
melaksanakan perintah tanpa berinisiatif untuk mengembangkan kreativitas
dirinya sendiri. Daya saing antar rakyat menjadi terbatasi oleh rasa segan dan
takut kepada penguasa atau atasan. Rakyat
menjadi pasrah dan tidak suka bekerja keras, karena mereka menganggap dengan
menurut kepada atasan, mereka akan mendapatkan apa yang diinginkan. Maka
kemudian, mental penjilat menjadi tumbuh subur dalam budaya feodalisme dimana mental dan tekad untuk maju
begitu sulit diwujudkan karena hanya
berharap pada atasan.
Di masa kini, feodalisme tercermin dalam bentuk nilai-nilai yang
tumbuh di benak masyarakat yang mana terlalu
berorientasi pada atasan, senior, dan kepada orang – orang yang mempunyai pangkat atau
kedudukan yang tinggi.
Masyarakat tanpa sadar selalu meminta pertimbangan dan restu setiap kali
akan melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Hal ini menunjukkan adanya indikator ketergantungan masyarakat kepada penguasa secara berlebihan.
Di sisi lain, budaya feodalisme seperti ini juga mengakibatkan masyarakat menjadi selalu
tersubordinasi oleh atasan, senior, ataupun orang yang dituakan sehingga daya
saing antar masyarakat menjadi terbatas. Hal ini juga mengakibatkan masyarakat terbelenggu pada
suatu figur atau teladan yang dianggap dihormati ataupun berperilaku
seakan-akan sebagai “budak” dari seseorang yang dianggap telah berjasa atau
dihormati atau orang yang memiliki pengaruh kuat. Di dalam kultur budaya feodal
seseorang yang menjadi figur atau teladan dapat melakukan hal lebih banyak,
dapat memerintah, dapat menguasai dan dapat juga memaksa terhadap orang yang
disebut “budak” atau orang yang berperilaku seakan-akan “budak” karena telah
mengabdikan dirinya sendiri kepada orang atau kelompok tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Leo. 2013. Sejarah
Intelektual. Yogyakarta : Ombak
Perry,
Marvin.2012. Peradaban Barat Dari Zaman
Kuno Sampai Zaman Pencerahan. Bantul : Kreasi Wacana
Chambert,
Loir. 1999. Panggung Sejarah. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar