Memvisualisasikan Sejarah Melalui Metode Pembelajaran
Bermain Peran (Role Playing)
Disusun
oleh:
Reny
Putri Aditiya (120210302004)
Kelas
B
PROGAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1.
Definisi Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran terdiri
dari dua kata yaitu bermain dan peran.
Bermain adalah:
- Sebuah
aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari kemenangan
dalam hal ini disebut dengan istilah playing.
- Sebuah
aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenanga dan
kepuasan, namun ditandai dengan adanya kemenagan dan kekalahan dalam hal
ini disebut dengan game.
Setiap
aktifitas bermain selalu didasarkan pada perolehan kesenangan dan kepuasan.
Hakl ini sesuai dengan fungsi utama bermain yaitu untuk relaksasi dan
menyegarkan (refreshing) kondisi fisik dan mental yang berada di ambang
ketegangan.
Peran atau role adalah cara seseorang
berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Dalam ilmu manajerial,
ketidaksesuaian dalam pengenalan peran ditunjukkan sebagai "role
conflict" (konflik peran) saran yang tidak konsisten, yang diberikan
kepada seseorang oleh dirinya sendiri atau orang lain.
Pengertian metode
pembelajaran bermain menurut beberapa ahli :
Menurut Hamalik (2004:
214) bahwa model role playing (bermain peran) adalah “model pembelajaran dengan
cara memberikan peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan
peran tersebut kedalam sebuah pentas”. Bermain peran (role playing) adalah
salah satu model pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan
kepada murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan
personalisasi. Oleh karena itu, lebih lanjut Hamalik (2004: 214) mengemukakan
bahwa “bentuk pengajaran role playing memberikan pada murid
seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan
pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru”. Selain itu, role playing
sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar
membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang
lain saat menggunakan bahasa tutur.
Adapun Uno (2008: 25)
menyatakan bahwa: Model pembelajaran bermain peran (role playing) adalah model
yang pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan
analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata, kedua
bahwa bermain peran dapat mendorong murid mengekspresikan perasaannya dan
bahkan melepaskan, ketiga bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan
keyakinan kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan
yang disertai analisis.
Joyce, B. R., &
Weil, M. 2000. Role Playing; Studying Social Behavior and Values. In Models of
Teaching. Allyn and Bacon, Bermain peran atau istilah Inggrisnya role-playing
adalah metode atau strategi pembelajaran yang termasuk ke dalam kelompok model
pembelajaran sosial (social models).
Metode pembelajaran bermain peran menekankan pada sifat sosial pembelajaran dan
memandang bahwa perilaku kooperatif dapat merangsang siswa baik secara sosial
maupun intelektual.
Jill Hadfield (1986).
Classroom Dynamic. Oxford University Press. Strategi bermain peran
(role playing) adalah suatu permainan gerak yang di dalamnya terdapat tujuan,
aturan, dan sekaligus melibatkan adanya unsur rasa senang. Dalam role playing
siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu
pembelajaran terjadi di dalam kelas.
Role Playing adalah
suatu tiruan yang bersifat drama yang diperankan oleh dua orang atau lebih
tentang peranan yang berbeda-beda dalam keadaan tertentu (Pasaribu dan Simanjuntak,
1983: 35).
Menurut Slameto (1991),
metode role playing adalah peranan sebuah situasi dalam hidup manusia dengan
tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai
sebagai bahan analisa oleh kelompok.
2. Alasan Pemilihan Metode Pembelajaran
Bermain Peran (Role Playing)
Alasan pemilihan model
ini : model pembelajaran dengan cara memberikan peran-peran tertentu kepada peserta
didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas”. Bermain
peran (role playing) adalah salah satu model pembelajaran interaksi sosial yang
menyediakan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar
secara aktif dengan personalisasi. Dengan bermain peran seorang peserta didik
akan menghayati tokoh yang diperankannya karena sebelum memerankan tokoh
tersebut secara otomatis akan secara mendalam mempelajari apa yang ada pada
diri tokoh tersebut. Dengan bermain peran siswa akan menampilkan sebuah
pementasan dimana dengan cara seperti itu mengahadirkan kembali peristiwa
sejarah yang telah terjadi meskipun tidak sama persis hingga seratus persen.
Dengan menhadirkan kembali peristiwa sejarah maka dengan mudah siswa akan memvisualisasikan
sejarah atau peristiwa yang terjadi pada masa lampu.
Selain itu dengan
bermain peran siswa akan menemukan fakta-fakta yang ada ketika proses mencari
data melalui referensi, sebelum memainkan karakter tokoh. Dengan mempelajari
karekter seorang tokoh maka siswa akan dapat menangkap nilai-nilai sejarah yang
terkandung didalam seorang tokoh yang dimainkan maupun sebuah cerita/peristiwa
yang dipentaskan kembali.
Metode ini menuntut
keaktifan siswa untuk mencari sumber, data-data atau referensi yang dibutuhkan
sebelum siswa membuat scenario yang akan diperankan. Dengan begitu setelah
siswa menemukan sendiri pengetahuan atau fakta-fakta maka siswa akan dapat
merekonstruksi sejarah dalam bentuk cerita sejarah dan mengkomunikaskannya
melalui bermain peran.
3. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran
Bermain Peran
Adapun
langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam metode pembelajaran
bermain peran dalam pembelajaran sejarah :
- Guru
menyiapkan sebuah judul yang akan dibuat untuk dilaksanakan dalam metode
pembelajaran bermain peran (role playing) yang akan dimainkan siswa. Dalam
metode pembelajaran ini judulnya “ Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada
17 Agustus 1945”
- Guru
menerangkan secara rinci metode pembelajaran bermain peran dan
menyampaikan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
- Kemudian
guru membagi siswa dalam beberapa kelompok. Dalam satu kelompok terdiri
dari sekitar 7 orang.
- Setelah itu
setiap kelompok diberi kesempatan untuk menggali sumber-sumber yang
relevan tentang bagaimana sebenarnya saat peristiwa pembacaan teks
proklamasi. Setalah mengetahui bagaimana peristiwa pembacaan teks
proklamasi pada 17 Agustus 1945 dan mengetahui tokoh-tokoh yang terlibat.
Kemudian siswa membuat scenario yang akan dilaksanakan, dalam hal ini
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada setiap kelompok. Setelah
mengetahui scenario yang akan dijalankan anggota kelompok membagi peran
masing-masing yang akan dilaksanakan. Misalnya ada yang berperan sebagai
Ir. Soekarno, Moh.Hatta, Latief Hendraningrat, Soehoed, Ibu fatmawati.
Meskipun memiliki peran yang berbeda-beda semua anggota kelompok
diharapkan memahami peristiwa pembacaan proklamasi kemerdekaan sehingga
paham dan mengerti terhadap peranan yang dimainkan orang lain meskipun
tidak secara keseluruhan.
- Kemudian setelah
mendalami materi, setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menampilkan
apa yang telah dibuat dan dipelajarinya.
- Setiap satu
kelompok tampil, kelompok lain memberikan saran dan kritikan atau evaluasi
terhadap yang telah ditampilkan kelompok lain. Selain siswa atau kelompok
lain guru juga memberikan evaluasi.
- Guru
memberikan kesimpulan dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
4 Kelebihan Metode Pembelajaran Bermain
Peran (Role Playing)
Dalam penerapannya
metode pembelajaran bermain peran memiliki kelebihan adalah sebagai berikut:
- Melibatkan
seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan
kemampuannya dalam bekerjasama.
- Siswa dapat mengambil keputusan dan
berekspresi secara utuh.
- Permainanmerupakan
penemuan yang mudah dandapatdigunakan dalam situasi danwaktu yang berbada.
- Guru dapat
mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui siswa pada waktu melakukan
permainan
- Permainan
merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak
- Siswa akan
memahami bagaimana peristiwa sebenarnya terjadi.
5. Kelemahan Motode Pembelajaran Bermain
Peran (Role Playing)
Selain memiliki
kelebihan metode ini juga memiliki kelemahan antara lain
- Membutuhkan
waktu yang lama sehingga dapatmengganggu pelajaran yang lain maupunmenunda
materi lain yang akan disampaikan.
- Memerlukan
kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan
ini tidak semua guru memilikinya.
- Kebanyakan
siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu
adegan tertentu. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran
mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi
sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai. Tidak semua materi
pelajaran dapat disajikan melalui metode ini (Widyatun, 2012).
- Dibutuhkan
keteampilan guru dalam mengelolah permainan, siswa kurang maksimal atau
menghayati peran yang dilakoninya, membutuhkan banyak waktu untuk
melakukan persiapan danam bermain peran, dan dibutuhkan kecakapan bahasa
yang baik dari siswa (Marrah, 2010).
- Pengalaman
pembelajaran yang dicapai terkadang tidak sesuai dengan kenyataan di
lapangan
- Apabila
pengelolaan kelas kurang baik maka metode ini sering menjadi hiburan
sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai.
- Jika siswa
tidak dipersiapkan secara baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara
sungguh-sungguh
- Bermain
peran tidak selamanya menuju ke arah yang diharapkan seseorang yang
memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang
diharapkan
- Siswa
sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik, khususnya
jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik, siswa perlu
mengenal dengan baik apa yang diperankannya.
Daftar
Pustaka
Nk, Roestiyah.1991. Strategi
Belajar Mengajar. Rineka Cipta : Jakarta
Rin,
Rinato. 2014. Pengertian Metode Bermain Peran Dalam Pembelajaran. http://modelpembelajaransd.blogspot.com/2014/01/pengertian-metode-bermain-peran-dalam.html
(Diakses, 9 November 12014)
0 komentar:
Posting Komentar